Ibu sangat marah, geram dengan tingkah laku keluarga mas Ariel.
Dengan bantuan ibu, aku pun menyusun rencana yang matang untuk membalas sakit hatiku ini."Tunggu saja Mas apa yang bisa dilakukan oleh seorang si Lugu Arum ini," gumanku.Rencana pertama ku mulai dengan bertemu dengan Pak Alex, seorang pengacara keluarga yang sudah dipercaya selama bertahun-tahun sampai papah mertua meninggal dunia 4 tahun yang lalu.Beliau adalah pengacara yang handal dan anti suap, itulah yang membuat papah sangat mempercayai Pak Alex. Bagiku beliau adalah papah ke tiga ku setelah ayah kandung dan papah mertua meninggal. Namun selama 4 tahun ini beliau jarang bertemu mungkin karena hasutan Mas Ariel dan keluarganya, tetapi entahlah tiba-tiba beliau menelepon ku sepertinya sangat serius.Aku berpamitan dengan ibu menemui Pak Alex, ku titipkan terlebih dahulu Riana yang masih tidur di pangkuan ibu."Bu, Arum pergi dulu ya, titip Raina, tapi kalau mas Ariel atau lainnya telepon bilang aja Arum lagi ke pasar, siapa tahu 'kan mereka mencurigai ku dan menelepon ibu," ucapku pada ibu."Kamu tenang aja Rum, apa pun Ibu lakukan untukmu, apalagi masalah kaya gini bisa Ibu hadapi," jawab Ibu yang bersemangat.Tepat jam 10.00 pagi aku sudah berada di Cafe melati, tempat semula aku janjian dengan Pak Alex.Namun tidak kulihat Pak Alex disana. Tiba-tiba HP-ku berbunyi, tertera tertulis nama Pak Alex yang menghubungiku. Segera ku angkat."Jangan toleh-toleh, lihat di pojok paling belakang, saya memakai pakaian gamis wanita berhijab panjang warna pink dan berkaca mata hitam.""What ...? nggak salah dengar, hanya untuk bertemu denganku Pak Alex harus menyamar, sebegitu gentingkah masalah ini?" gumanku dalam hati.Tanpa aku mengatakan sesuatu, ponselku langsung di matikan.Ku ikuti instruksi dari beliau, dan ya aku melihat Pak Alex dalam wujud seorang wanita tua yang cantik dan elegan, tak tahan aku menahan geli dan tawa, sampai-sampai Pak Alex pun merasa risih dan malu."Assalamualaikum ...!"Walaikumsalam, silakan duduk nak," jawabnya dengan suara yang bergaya kewanitaan."Maaf Pak, Arum nggak salah lihat 'kan, mengapa Bapak pakai cara penyamaran jika ingin bertemu dengan Arum?" tanyaku penasaran."Inilah risikonya nak Arum, keluarga suamimu itu yang memaksa Bapak menyamar seperti ini. Selama ini Bapak menyelidiki sepak terjang perusahaan yang susah payah di bangun oleh almarhum Pak Sugeng Raharjo mertua kamu.Bapak sendiri hampir mau diganti sebagai pengacaranya keluargamu, tetapi karena ada hitam diatas putih dan saksi maka mereka tidak bisa memecat Bapak sebagai pengacara keluargamu.Saya dapat nomor HP nak Arum dari mbok Darsi yang pernah bekerja selama bertahun-tahun di rumah itu. Saya tahu mbok Darsi di pecat karena beliau tahu semua apa yang di lakukan keluarga itu.Nak Ariel ternyata memberikan nomor ponselmu salah, dia sengaja tidak memberitahukan kepada saya, makanya saya bingung dengan situasi ini.Saya mendapat laporan kalau beberapa tahun ini perusahaan lagi diambang pailit alias bangkrut. "Apakah selama ini nak Arum tidak di beritahu kalau perusahaan itu akan bangkrut?" tanya Pak Alex."Maaf Pak, Arum tidak diberi tahu masalah di perusahaan, bahkan Arum memberikan Surat Kuasa kepada Mas Ariel untuk mengelolanya setelah papah meninggal, kata Mas Ariel sudah konsultasi dengan Pak Alex," jelasku."Saya tidak pernah menyuruh nak Arum untuk membuat Surat Kuasa," kilah Pak Alex."Saya juga tanya nomor HP Pak Alex, tetapi tidak pernah dikasih katanya HP Bapak hilang dan nomornya ikut hilang, terus saya minta yang baru banyak alasannya, jadi Arum malas mencari masalah Pak," terangku."Arum pikir, karena adem ayem di perusahaan selama ini jadi nggak pernah ngurusin begituan, dan Arum pikir tidak ada masalah karena Pak Alex sudah tahu semuanya ternyata palsu semua," geramku mendengar ini semua."Selama ini Arum disibukkan dengan urusan rumah tangga sehingga perusahaan Arum nggak tau kalau ada masalah kaya gini,""Sudah Bapak duga, hal ini pasti terjadi, ini juga salah saya tidak cepat memberi kabar dengan kamu, soalnya Bapak di sibukkan dengan urusan di Luar Negri," ucap Pak Alex sambil menyeruput teh hangat."Maksud Bapak, apa ya, Arum nggak ngerti," tanyaku penasaran."Begini nak Arum, sebenarnya almarhum Pak Sugeng punya bisnis di luar negeri tepatnya di Singapura dan Swiss, tapi keluarganya tidak ada yang tahu, ini adalah investasi jangka panjang jika sewaktu-waktu perusahaan di sini gulung tikar."Memang banyak yang tidak tahu, bahkan kolega dan teman bisnis almarhum juga tidak ada yang tahu hanya sahabatnya dulu tapi juga sudah meninggal juga 3 tahun yang lalu."Jadi maksud Pak Alex Ayah Arum?" jawabku bingung."Benar sekali Rum, mereka menjalankan bisnis ini sampai sekarang menjadi perusahaan yang besar, bahkan setiap tahunnya selalu berkembang, dan sebagai ahli warisnya itu adalah kamu dan anak kamu nantinya. Hal ini tidak bisa di ganggu gugat, bila terjadi sesuatu pada kalian maka perusahaan ini akan diambil alih oleh sebuah yayasan untuk amal.Mereka tidak percaya pada keluarga suamimu bahkan dengan anak kandungnya sendiri, entah kenapa firasat almarhum selalu tepat.Pernikahan yang kalian jalanin sebenarnya agar Ariel mengerti akan tanggung jawabnya tetapi ternyata dia memanfaatkan kamu untuk harta warisan itu."Arum masih tidak mengerti Pak apa yang ingin disampaikan oleh Pak Alex," jawabku yang masih bingung."Pak Alex menghela napas panjang sejenak dan kembali minum mungkin kebanyakan berbicara sehingga agak kering tenggorokannya," pikirku."Begini, maksud saya mulai sekarang Arum juga sesekali mengecek perusahaan yang sudah di rintis beliau, jangan sampai pailit. Jika memang kamu memberikan Surat Kuasa kepada Ariel, tetapi untuk keputusan dan keuangan jangan sampai diambil alih oleh mereka," terangnya."Arum nggak ngerti apa-apa Pak, masalah perusahaan," jawabku spontan."Semua memang dari bawah, justru itu Arum harus belajar agar mengetahui seluk beluk perusahaan. Nak Arum jangan pesimis walaupun hanya mengandalkan ijazah SMA tidak masalah yang penting punya modal nekat dan tekad yang kuat."Almarhum juga dulu bukan orang kuliahan, tetapi beliau sangat tekun dan berani mengambil risiko buktinya sekarang mereka menikmati hasil jerih payah almarhum."Arum masih bingung Pak Alex, apa yang harus dilakukan, dimulai dari mana, terus apa kata Mas Ariel kalau Arum ikut andil dalam perusahaan itu?" tanyaku kepada Pak Alex."Nak Arum jangan khawatir, itu sudah kami atur semua," jawab Pak Alex dengan tersenyum."Maksud Bapak?""Saya memang tidak akan turun langsung ke perusahaan, tetapi saya mengirim anak saya yang juga sebagai pengacara sekaligus akan membantu Nak Arum di perusahaan."Terus Pak, bagaimana dia akan di terima bekerja di sana, sedangkan yang pegang Surat Kuasa adalah Mas Ariel, Pak?"Nak Arum tenang aja, kita lihat saja nanti apa yang bisa saya lakukan," jawabnya sambil tersenyum."Kamu tahu Rum, almarhum dulu sangat berjasa bagi hidup saya. Padahal dulu orang tua saya tidak mampu menyekolahkan saya sampai kuliah, berkat beliau lah saya bisa seperti ini."Pasti kamu pikir karena beliau dulu orang kaya, padahal kenyataan bukan, beliau dari keluarga yang tidak mampu bahkan buat makan saja kadang tidak cukup, tetapi karena modal nekat dan tekat yang kuat untuk menggapai sebuah cita-cita, maka usaha beliau tidak sia-sia.Dan satu lagi yang membuat saya sangat betah menjadi Pengacara untuk almarhum karena beliau adalah sosok orang yang baik."Pokoknya panjang kalau di ceritain," jawabnya."Oh ya Pak, hari ini tadi kata Mas Ariel ada meeting, tetapi Arum nggak tahu masalahnya itu apa?" "Tenang aja Rum, saya sudah suruh orang mengamati mereka, apa yang mereka lakukan selama ini, tinggal tunggu waktu yang tepat," jawabnya."Oh ya Pak, apakah Bapak tahu soal Mas Ariel, maksudnya kehidupannya gitu, bukannya Bapak sudah kenal dekat dengan keluarga Papah?" tanyaku penasaran."Mengapa kamu tanyakan itu?" selidiknya."Mmmh ... begini Pak, kemarin malam tak sengaja Arum mendengar pembicaraan Mas Ariel di telepon entah dengan siapa katanya dia ingin menceraikan Arum, apakah Arum ini istri pertamanya atau yang kedua?" tanyaku dengan mata yang berkaca-kaca."Kalau soal itu saya tidak tahu pasti, tetapi jika Nak Arum mau biar sekalian saya telusuri. Memang Ariel dulu mempunyai kekasih sebelum kalian di jodohkan namanya Lira Anggraeni anak dari rekan bisnis almarhum."Almarhum dulu tidak suka dengan Lira lantaran kehidupannya yang glamor, suka shopping, pemarah, tidak sopan, pokoknya tidak sesuai dengan kriteria menantunya. Cuma saya tidak tahu apakah Ariel menikahinya atau tidak. Setahu saya, dia sekarang tinggal di Solo," terang Pak Alex."Begini nak Arum, hidup ini adalah ujian, pasang surut kehidupan ditentukan dari kita sendiri, apakah kita mau terpuruk sampai dalam atau keluar dari kertepurukan.""Jadi intinya memang suatu hubungan harus didasari oleh kepercayaan dan kejujuran. Jika tidak ada hal itu berarti ada masalah," jelasnya lagi.Saat aku sedang mengobrol dengan Pak Alex, tiba-tiba datang kedua pasangan romantis yang sedang bergandengan tangan, tapi sepertinya aku mengenal pakaian yang dipakai oleh pria itu.Ya itu adalah suamiku bersama seorang wanita. Aku tidak menyangka Mas Ariel telah menduakan aku dengan wanita itu.Segera kututup wajah ini dengan masker."Pak Alex, ada Mas Ariel di sana!" ucapku dengan suara bergetar.Beliau menoleh, dan benar saja mereka dengan asyik bersenda gurau sedangkan aku meratapi nasibku di ujung tanduk."Apakah itu yang namanya Lira, Pak? mantan kekasihnya Mas Ariel ?" tanyaku yang penasaran."Sepertinya bukan, Lira tidak memakai pakaian seperti itu, bahkan cenderung terbuka, aneh siapa dia?" tanya balik Pak Alex.Wanita itu sangat feminim, dengan gamis berwarna senada dengan Mas Ariel ditambah khimar yang panjang, bahkan aku tidak mempunyai pakaian seindah itu.Selama menikah dan mengarungi bahtera rumah tangga ini Mas Ariel jarang membelikan aku pakaian baru, mungkin masih bisa dihitung dengan jari, alasannya selalu katanya harus menghemat untuk masa depan anak kami ketika lahir, karena aku percaya dengan Mas Ariel, tidak lagi meminta sesuatu yang memang
Tok! tok!Suara ketukan pintu itu membuyarkan lamunanku sesaat."Masuk aja Bu, nggak di kunci kok!" teriakku dari dalam.Ternyata Ibu menggendong Riana yang tertidur pulas di pangkuan Ibu sedari tadi, lalu di taruhnya ke tempat tidurku."Lucu banget Riana ya Bu, kalau lagi sedang tidur gemesin," ucapku sambil kucium pipinya yang gembul.""Seandainya ya Bu, Raina anak Arum, pasti Arum sangat menyayanginya sepenuh hati jiwa dan raga, tapi tetap sayang cuma agak beda sih Bu, jawabku sambil tertunduk lesu."Ibu nggak marah kan, kalau Arum nggak bisa kasih cucu kandung buat Ibu, apakah Arum termasuk wanita yang tidak sempurna ya, Bu? sebab kata orang jika belum melahirkan seorang anak dikatakan tidak sempurna menjadi Ibu," jawabku dengan mata yang sudah berkaca-kaca."Apa Ibu pernah marah ke kamu, apa pernah ibu ngungkit masalah anak selama kamu nikah dengan dia, nggak kan, lantas mengapa kamu ragukan kasih sayang ibu,Nak?" tanya ibu balik.Ibu mengulas senyuman di bibirnya, walaupun bany
"Tuh lihat suamimu katanya lulusan S1 tapi kelakuannya kaya nggak pernah sekolah saja.""Memang suamimu itu mau ngajak perang kayanya sama kita, belum tahu dia siapa kita," ucap Ibu dengan emosi."Gimana sih Bu, tadi katanya Arum harus santai nggak boleh terbawa emosi, tapi malah Ibu yang marah-marah," gerutuku."Gimana ndak emosi lihat foto suamimu lagi bermesraan dengan wanita lain, dan posenya itu loh, malah di tempat umum gitu, memang perlu di ajari lagi sopan santunnya ini," terang Ibu."Sabar Bu, banyak jalan menuju Roma, bentar lagi dia nggak bisa begituan, mana ada wanita yang mau dengan laki-laki yang kantongnya bolong alias kantong kempes." Suamiku mas Ariel terlihat jelas dia bergandeng tangan bersama wanita lain, ternyata betul adanya jika tadi yang kulihat di F******k hanya tangannya, sedangkan yang di kirim melalui temanku terlihat mesra bahkan sempat berfoto dengan pengantinnya.Ada tiga foto terakhir yang membuatku emosi, dengan fose yang begitu sensasional menurutku,
"Raina sayang kok ngomongnya gitu, memang Raina kenal dengan tante ini ?" tanyaku dengan hati-hati."Iya Mah, ini mamah Yaina katanya papah gitu,""Lah, terus mamahnya Raina "kan mamah Sukma, masa semua dipanggil mamah sih?" tanyaku dengan manja."Mamah Sukma bukan mamah kandung Yaina, jawabnya.Aku diam, dan terduduk lemas, namun kepalaku tiba-tiba pusing dan entah apa yang terjadi sehingga pandanganku menjadi gelap."Rum, Arum bangun nak.""Alhamdulillah, kamu sudah sadar, Nak.""Kenapa Arum, Bu?""Kamu tadi pingsan, gimana masih pusing?" tanya Ibu."Iya Bu, Arum nggak apa-apa kok."Aku mencoba duduk kembali walaupun kepala masih sedikit pusing."Mana Raina, Bu?" tanyaku sambil memcari-cari keberadaan Raina gadis kecilku."Mamah Ayum cayi Yaina ya,Yaina cayang Mamah Ayum. Mamah Liya nggak cuka cama Yaina, nggak cayang, jangan tinggalin Yaina ya Mah?" celoteh Raina yang menggemaskan."Sayang, Mamah Arum juga sayang sama Raina, pokoknya sampai kapan pun Raina tetap menjadi anak kesaya
Rum, memang sih kalau di lihat-lihat mukanya Raina memang mirip sih dengan wanita itu, coba kamu perhatikan deh, lihat senyuman punya lesung pipit pula, garis alis hidung dan bibirnya juga," ucap Ibu."Ah, Ibu kagetin aja," jawabku."Makanya jangan melamun."Itu loh Ibu bilang Raina itu memang mirip dengan wanita yang ada di foto itu.""Mau mirip kek, nggak kek, yang penting bagi Arum dia tetap anak kesayangan Arum, dari umur satu bulan Arum yang mengasuhnya.""Yang Arum masih bingung kok, bisa dikatakan anaknya Mba Sukma, sedangkan waktu itu dia hamil juga loh,Bu," ucapku."Berarti banyak teka teki yang harus dipecahkan ini," sahut Ibu."Kamu tenang aja Rum, Ibu juga sudah menyuruh anak buah Ibu mencari asal usul wanita itu, yang penting kamu bersikap seperti biasanya jangan sampai ada kesalahan kalau kamu sudah tau semuanya tinggal kita cari bukti otentik untuk memperkuat argumen kita.""Mereka pikir kita ini orang kampungan yang tidak berpendidikan, nol besar dia mah," jelas Ibu la
Setelah sampai di rumah ibu, kurebahkan tubuh ini yang lelah, tapi jangan tanya bagaimana dengan hati, terlalu sakit untuk di tata kembali seperti cermin yang hancur tidak bisa kembali utuh.Tidur sambil menatap Raina yang tertidur pulas di sampingku, merasa diri ini tenang sejenak sebagai pelipur lara.Aku bangun seperti biasa, setelah solat subuh, bergegas pergi ke dapur."Lagi buat apa, Bu?""Oh ini ada pesanan kue bolu pisang dari Bu Widya katanya pengen buat cemilan sore. Kalau mau makan sudah Ibu siapkan tuh di meja makan," sahut ibu yang sedang sibuk menyusun bahan kue itu."Iya bu.""Jam berapa Rum, Suamimu jemput?""Nggak ngasih tau jamnya, paling jam sembilan nan."Selesai makan, aku pergi ke kamar dan ternyata Raina pun sudah bangun, segera kumandikan dengan air hangat, dan makan. Tampak sekali keceriaan Raina gadis cilik itu terpancar dari wajahnya."Mah Ayum, Yaina udah cantik belum?" tanyanya dengan polos."Udah cantik dong Sayang, udah wangi lagi kan udah mandi, udah sa
"Bu, Arum pulang dulu, Assalamualaikum!"Walaikumsalam, hati-hati di jalan ya...."Iya, Bu."Kami pun pergi meninggalkan rumah ibu, dan tiba-tiba Lira ingin duduk di depan bersama Mas Ariel di dalam mobil itu."Arum, kamu duduk di belakang ya, biar aku duduk di depan sama Mas Ariel," ucap Lira dengan menyunggingkan senyuman sinisnya."Minggir, eh dengar ya situ cuma sepupu, saya loh istrinya jadi yang duduk di depan otomatis ya saya toh!" sahutku nggak kalah sinisnya."Aughh, sakit tahu kurang ajar banget sih nginjak kaki ku, nggak lihat apa kamu?" tanyanya dengan emosi."Enggak lihat maaf, makanya jadi orang tau diri dong," sahutku sambil menaruh bokongku duduk di depan bersama Raina tentu saja di samping Mas Ariel."Mas, tuh lihat Arum kata kamu dia lemah lembut mana, kaya bar-bar gitu orangnya?" ucapnya dengan manja.Lalu Mas Ariel menatapku dengan dingin. "Kamu tuh kenapa sih Rum, nggak baik berantem gitu, biar Lira duduk di depan saja," bentak suamiku dengan nada tinggi."Oh git
Berhubung hari ini hari Minggu, aku pun bersantai ria, segera ku aktifkan HP -ku yang terhubung langsung dengan CCTV. Aku tertawa geli melihat wajah mereka yangg sok menasehati orang lain tetapi tidak diterapkan pada dirinya sendiri.Karena belum puas dengan jawabanku, akhirnya Mas Ariel datang menemuiku di dalam kamar."Apa-apaan kamu Dek, kenapa kamuu menjadi seperti ini?" tanyanya dengan penasaran."Apa maksudnya, Mas?""Iya kamu, kok sekarang kamu susah di kasih tahu, apa salahnya sih tinggal pindah aja, toh di rumah ini banyak kamar, kamu tinggal pilih saja, nggak ribet 'kan?" tanyanya tanpa rasa bersalah."Nah itu tahu banyak kamar, ya tinggal pilih saja, nggak ribet 'kan?" aku balik bertanya."Sekarang kamu berani menjawab, sejak kapan kayak gini, hah?""Sejak kapan juga Mas, menjadi seperti ini, ngapain juga Arum harus pindah kamar, ini bukan masalah kamarnya Mas, tetapi etikanya, adabnya, apa salah Arum mempertahankan kamar ini yang selamai 5 tahun Arum tempati sekarang deng