Home / Rumah Tangga / Terjebak Pernikahan Penuh Derita / Sakit Hati Tak Kunjung Berakhir

Share

Sakit Hati Tak Kunjung Berakhir

Author: Ute Glider
last update Last Updated: 2023-07-20 16:53:51

“Arsen.” Allice langsung berdiri sebagai tanda dia meminta penjelasan.

Rupanya bukan hanya Allice, dua anak disana pun ikut terkejut dengan suasana ini.

“Papa, siapa dia?” tanya Brian dengan pipi masih mengembung isi makanan. Dahinya mengernyit melihat kedua orang dewasa di depannya bertingkah "aneh".

Anak itu memperhatikan sosok wanita muda dengan pakaian sedikit seksi berdiri merangkul lengan Arsen.

“Terus, kenapa pegang-pegang papa begitu? Kalau di film yang aku lihat. Hanya papa dan mama yang boleh begitu,” lanjutnya.

Menyadari posisinya, Arsen pun langsung melepas tangan Nadya. Seketika, keduanya kikuk di hadapan anak berusia lima tahun itu.

Jika yang memprotes adalah Allice sudah pasti Arsen tak peduli. Tapi ini dari anaknya sendiri. Sedangkan nama baik seorang ayah tentu harus dia pertahankan di depan kedua anaknya.

“Anna ... Brian .... Ini adalah Tante Nadya,” jawab Arsen seraya tersenyum canggung.

Merasa disebut namanya, Nadya pun melambaikan tangan dengan anggunnya pada dua kembar itu. “Hai!”

Nadya berusaha tersenyum, namun tatapan kedua anak di depannya kembali membuatnya kikuk.

“Selama ini Tante study di luar negeri jadi kalian tak mengenalnya. Dan, sekarang dia sudah selesai. Jadi Tante akan tinggal di rumah ini. Dia bisa menjadi teman kalian,” ungkap Arsen.

“Tinggal disini?” Nada yang Allice keluarkan benar-benar datar. 

Bagaimana bisa ada wanita lain selain keluarga di rumah ini?

Arsen menatap Allice sambil menyipitkan matanya, ia tak suka dengan pertanyaan Allice. Dia tak mau sampai Nadya merasa tidak enak berada di tengah-tengah keluarganya. Tapi dia masih mengendalikan dirinya kalau di depan anak-anak.

“Nadya, apa kamu sudah makan?" tanya Arsen menoleh pada wanita di sampingnya. Dia masih nampak begitu muda. Maklum saja, umurnya masih 23 tahun, baru lulus kuliah.

"Eumh ...." Nadya berfikir akan jawabannya.

"Sebaiknya temani anak-anak lebih dulu. Karena aku akan meminta tolong pada Allice mencari berkasku di ruangan. Aku lupa meletakkannya dimana,” ucap Arsen hangat.

Nadya tentu mengangguk senang. “Siap, aku juga belum makan pagi.”

"Ayo anak-anak, makan bareng tante yuk. Mau tante suapin?"

Namun, bukannya respon positif, Brian dan Anna melengos dan langsung berjalan tanpa memerdulikan perempuan yang menurut mereka asing itu.

"Jangan kamu ambil hati ya, namanya juga anak-anak. Nanti pasti akan akrab." Arsen berusaha menenangkan Nadya.

"Iya, aku paham. Nanti juga anak-anakmu akan suka padaku," ucap Nadya dengan tersenyum kecil.

Melihat tingkah perempuan itu, Allice hanya bisa menahan rasa dongkol dalam hati. Namun, seketika itu juga ia tersenyum kecil. Cara anak-anaknya menyambut Nadya membuat Allice bangga pada mereka.

Arsen memberi kode pada Allice untuk mengikutinya. Sang istri pun paham. Mereka meninggalkan anak-anak menuju ruang baca di lantai satu.

“Kamu masih ingat, kan siapa Nadya?” Arsen langsung membuka suara ketika mereka baru saja sampai di ruangan.

Allice tak menjawab, keputusan Arsen membawa Nadya untuk tinggal di tengah keluarga kecil mereka membuatnya benar-benar kesal.

Dia berbalik berhadapan dengan Allice. “Tentu kamu ingat. Kamu adalah sahabat Safira, hingga pasti sangat dekat dengan adik Safira itu.”

“Lalu, apa hubungannya dengan keputusanmu yang mengijinkan dia tinggal bersama kita?” Ekspresi Allice sama sekali tak menunjukkan rasa sukanya pada Nadya.

Meski dulu dia adalah sahabat Safira, bukan berarti kenal dekat dengan Nadya.

Arsen menarik nafasnya lalu memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana. “Sebenarnya aku tak peduli dengan reaksimu. Tak peduli dengan pikiranmu. Tapi aku tak mau kalau sampai kamu salah paham dan membuat Nadya tak nyaman berada disini.”

Allice berdecih dan membuang wajahnya ke samping. Rasanya sungguh menyakitkan ketika seorang suami lebih mementingkan perasaan wanita lain ketimbang istrinya sendiri.

“Sejak dulu, ketika aku menikahi Safira. Dia sudah memberi tanggungjawab Nadya padaku. Bahkan, seluruh biaya study di luar negeri juga aku yang menanggung. Meski Safira sudah tidak ada, selamanya Safira adalah istriku. Selama itu pula, Nadya tanggungjawabku,” terang Arsen.

Alicia membalas tatapan dingin Arsen. “Haruskah tinggal serumah?”

Arsen kali ini tak menjawab. Terdengar tarikan nafas yang berat darinya, lengannya tegang dengan telapak tangan mengepal di sakunya.

Saat Allice membuka mulut untuk bicara lagi, Arsen langsung menunjuk dengan jemarinya ke wajah wanita itu.

“Aku tak butuh pendapatmu apapun itu. Jadi, jangan berangkat bekerja hari ini. Urus kamar untuk Nadya.”

“Apa maksudmu?” Allice menunjukkan raut kecewanya. “Ada pelayan disini. Dia juga menumpang. Jadi dia bisa bersihkan kamar untuk dirinya sendiri, bukan?” sambungnya dengan nada semakin keras.

Arsen maju dua langkah ke arah Allice. Tatapannya tajam dan rahangnya mengetat ketika Allice mencoba membantahnya.

“Pelankan suaramu,” geramnya lirih.

“Lalu lakukan apa yang aku perintahkan. Kau pun harus sadar diri. Kamu juga menumpang di rumahku, Allice!” sambungnya menatap tajam istri di depannya, lalu melangkah pergi meninggallkan Allice sendirian.

Allice membatu. Dada itu rasanya seperti terhantam palu godam atas perkataan Arsen barusan. Seorang istri menumpang di rumah suami? Apakah ada istilah seperti itu di dalam hubungan pernikahan?

Lalu, apa bedanya Allice dan pelayan kalau begitu?

Air mata pun tanpa permisi menetes. Tapi, Allice segera mengusap pipinya kasar. Dia juga berusaha keras untuk tak menangis saat ini. Jangan sampai Nadya tau kalau dirinya terintimidasi dengan kedatangan gadis itu.

***

Gedung utama Mahardika Group.

Arsen adalah pimpinan utama perusahaan yang sudah lama dia kendalikan. Keluarganya mempercayakan semua padanya.

Reputasi Arsen juga sangat baik. Meski dulu diketahui memiliki istri kedua, semua pun memaklumi karena istri pertama meninggal dikarenakan memiliki penyakit.

Reputasi? Ya, itu adalah salah satu alasan Arsen masih mempertahankan pernikahannya dengan Allice. Dia tak ingin ketahuan hanya menjadikan Allice alat pencetak anak saja.

Di luar, orang pun hanya tau kalau rumah tangga Arsen sangat harmonis. Hingga kesuksesan ini pun dianggap karena peran istri yang begitu kuat.

Arsen tak mempermasalahkan itu. Asal semua nampak baik-baik saja di luar.

Rapat para pemegang saham berlangsung. Arsen lagi-lagi mendapat pujian atas suksesnya proyek-proyek yang dia pegang.

“Bagaimana kalau kita mengadakan pesta kecil-kecilan di klub malam milik saya yang seminggu lalu baru dibuka,” ujar salah satu rekan kerja menawarkan diri.

“Ah, benar juga. Tuan Arsen sangat sibuk sampai tak pernah lagi ikut pesta kecil kita. Kali ini Anda harus ikut. Kalau berkenan, istri Anda yang cantik itu turut diajak,” sahut pria berkumis yang duduk tak jauh dari Arsen.

Arsen tersenyum tipis. “Apa seperti itu cara Anda memuji istri saya?”

“Hahaha! Ayolah Tuan Arsen. Kita sudah lama cukup tegang karena menunggu kesuksesan proyek terakhir,” ucap salah seorang lainnya.

“Baiklah, saya usahakan untuk datang.” jawab Arsen.

“Ah! Akhirnya kita bisa berpesta.”

Arsen memang memiliki kuasa, dia terkenal tegas dan dihormati. Tapi, dia juga cukup hangat pada rekan-rekan bisnisnya. Khususnya para pemegang saham, dia pandai menjaga hubungan layaknya seorang saudara. Hingga banyak dari mereka bertahan karena sikap Arsen itu.

Setelah rapat para pemegang saham selesai. Arsen langsung menuju ruang kerjanya bersama sekretarisnya.

“Ada laporan apa?” tanya Arsen seraya berjalan menuju kursi kerjanya lalu duduk penuh kuasa disana.

“Ini adalah beberapa berkas yang harus Anda tandatangani, Tuan.” Sekretaris bernama Mira memberikan tumpukan berkas ke atas meja Arsen.

“Lalu, ini adalah surat pengunduran diri asisten Anda. Beliau meminta maaf karena sudah berbuat curang pada data pendapatan selama beberapa bulan ke belakang,” ungkap sang sekretaris.

Arsen menarik nafas panjangnya. Dia enggan membuka surat pengunduran diri itu.

Untuk mencari asisten pribadi yang jujur dan memiliki kinerja yang baik memanglah sulit.

“Sepertinya minggu ini saya sudah mendapatkan asisten baru,” ujar Arsen.

“Jadi, recruitment asisten pribadi dibatalkan, Tuan?” tanya Mira memastikan.

“Tunda dulu. Saya memiliki calon asisten yang bisa dipercaya dan berkualitas. Kalau begitu, coba buatkan surat tugas untuk asisten baru saya. Tulis dengan nama Nadya Wijaya,” titah Arsen.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak Pernikahan Penuh Derita   HAPPY ENDING

    Drrttt ... Drrttt ... Drrttt ...Gerakan polesan brush berwarna pink di sela jari telunjuk juga jempol berkutek peach itu seketika terhenti.Atensi wanita cantik yang tengah duduk di kursi rias langsung beralih pada sebuah ponsel yang tergeletak di atas nakas."Siapa ya?" Tangan Nadya terulur, meraih benda pipih nan canggih tersebut.Begitu sepasang netra amber ini menyorot sebuah nama yang tertera di layar ponsel dalam genggamannya, detik itu juga Nadya membuka mulutnya lebar-lebar dengan raut terkejut."Wah serius ini Allice video call?!"Tanpa ba-bi-bu, Nadya segera menggeser icon hijau tersebut dan saat itu juga pandangannya disambut senyum juga lambaian tangan dari Allice di sebrang sana."Haii, Nad!" sapa Allice dengan wajah sumringahnya.Nadya tersenyum lebar lalu ikut melambaikan tangan. " Allice haloo!""Ih kangen banget aku sama Allice tau. Udah setahun lebih nggak ketemu kan kita?" tanyanya sambil mengingat-ingat kapan terakhir berjumpa.Tawa Allice meluncur renyah. "Iya ma

  • Terjebak Pernikahan Penuh Derita   Janji Suci

    "Kamu yakin ini rumahnya?"Oscar menoleh ke kiri, menatap wanita cantik dengan blouse dusty pink yang kini sebelah tangannya menggenggam stroller bayi berwarna senada."Iya bener kok ini tempatnya. Tunggu, biar aku yang tekan belnya," sahut Nadya yang setelahnya langsung mengulurkan tangan, menekan bel di dinding berwarna silver itu. Menunggu beberapa detik, barulah pintu terbuka. Menampilkan sosok wanita dengan rambut digelung indah yang muncul dengan raut terkejut."Nadya? Ini beneran kamu? Udah sehat?" pekik Allice begitu senang melihat Nadya di hadapannya setelah 2 bulan tanpa kabar.Terakhir Nadya ijin melalui pesan singkat kalau dirinya akan ke Italia untuk mengurus ini dan itu di kediaman Oscar sebelum melangsungkan pernikahan.Wanita muda berblouse dusty pink itu terkekeh geli. Dipeluknya tubuh Allice seperti seorang adik yang merindukan kakaknya."Surprise! Yes, it's me, Allice," timpal Nadya masih dengan tawa jahilnya sebab merasa berhasil membuat kejutan ini.Allice mengura

  • Terjebak Pernikahan Penuh Derita   Akhir Kisah Mereka

    "Kamu gila ya?! Kamu pikir nikah itu seperti anak kecil merengek minta dibelikan permen?" Nadya mendelik tajam, jelas saja ia melayangkan protes.Manusia mana yang tiba-tiba dengan asal mendesaknya menikah padahal belum juga ada pembicaraan khusus ke arah sana.Ya meskipun sudah ada Isabel di antara dirinya dan Oscar, tapi tetap saja butuh waktu juga persiapan untuk menuju ke jenjang pernikahan yang sebenarnya.Oscar melirik Lexa yang menyembulkan kepala di balik pintu kamarnya. Lalu, dilemparnya kode agar adiknya itu berhenti mengintip.Seolah tahu kakaknya butuh privasi, akhirnya Lexa menurut dan mundur dari sana. Memberi ruang pada dua orang dewasa di ruang tengah itu.Dirasa waktunya sudah tepat, Oscar segera mengalihkan atensi wanita di hadapannya ini. "Kamu lapar kan? Ke dapur sebentar yuk.""Mau aku buatkan makanan apa?" tawarnya dengan nada selembut mungkin. Enggan membuat Nadya merasa tak nyaman berada di dekatnya.Sebelah alis Nadya terangkat. Sedikit merasa aneh mengetahui

  • Terjebak Pernikahan Penuh Derita   Ayo, Menikah!

    "Loh, kalian sudah pulang?"Membuka pintu mansion megah tersebut, kelopak mata Imelda terbuka lebar juga mulutnya menganga saat mengetahui siapa yang datang.Bukan. Bukan karena Imelda tak suka, melainkan heran dan ekspetasinya sedikit meleset."Kenapa tidak kasih kabar dulu? Mama kan bisa jemput di bandara. Terus Nadya mana? Kok tidak bareng sama kalian?"Runtutan pertanyaan itu seketika membombardir Allice juga Arsen yang saling melempar pandang dan menahan senyum.Arsen menyahut enteng. "Anggap aja ini surprise, Ma. Lagi pula, Mama tidak senang aku dan Allice pulang lebih cepat?""Memangnya Mama tidak rindu pada Brian dan Anna?"Baru saja kedua nama bocah itu disebut, kakak beradik tersebut turun dari mobil ditemani suster mereka yang juga ikut saat terbang ke kota tempat tinggal Nadya kemarin."Omaa!" pekik Anna sambil berlari kencang ke pelukan Imelda.Untung saja, Imelda dengan sigap menangkap tubuh mungil cucunya yang selalu menggemaskan ini. "Ututuu ... Cucu Oma yang cantik."

  • Terjebak Pernikahan Penuh Derita   Mulai Membuka Hati Lagi

    Suara tangisan bayi di dalam box khusus itu menggema di seluruh penjuru ruang bernuansa putih ini.Nadya yang semula nyaris memejamkan mata spontan terperanjat dan refleks mengalihkan pandangan ke arah sang putri kecil yang menangis keras."Cup cup cup, Sayang. Bunda di sini, Nak," ucap Nadya sambil tangannya terulur, menggoyangkan box tersebut dengan lembut, mencoba menenangkan bayinya.Namun ternyata, gerakan itu tak cukup untuk membuat putrinya diam dan kembali terlelap. Yang ada justru tangisnya kian menjadi-jadi.Hal tersebut jelas membuat Nadya kelimpungan dan panik. Jujur saja, tubuhnya masih belum bisa diajak kompromi hanya untuk turun dari ranjang lalu sekadar menggendong tubuh mungil itu."Aduh ... Aku mesti gimana?" gusar Nadya dengan tubuh lemas juga wajah pucatnya itu.Hati ibu mana yang tega membiarkan bayinya menangis. Nadya akhirnya memaksakan diri untuk mendudukkan badan yang rasanya tak karuan ini."Eh tunggu! Tetap di sana. Biar aku aja," cegah Oscar yang tiba-tiba

  • Terjebak Pernikahan Penuh Derita   Mengungkap Semua

    Suara ketukan di balik pintu ruangan bernuansa putih pucat itu sampai ke telinga seorang wanita berambut panjang yang duduk bersandar di brankar dengan wajah datar.Nadya refleks menoleh. Atensinya beralih pada gadis berkaki jenjang yang kini mengenakan outfit casual dibalut dengan syal tipis yang melingkar di leher."Excuse me, apa aku boleh masuk?" izin gadis berbola mata biru cerah di ambang pintu tersebut.Meski sorot mata keduanya bertemu di satu titik yang sama, bibir Nadya tetap terkatup rapat. Ia tak menyahut. Membiarkan tamunya masuk dengan sendirinya.Dengan senyum ramah, gadis itu menghampiri brankar Nadya. "Maaf kalau aku menganggu waktu kamu berisitirahat, tapi izinkan aku memperkenalkan diri."Di sana sudah ada box bayi. Di mana bayi yang belum berumur 1 minggu itu tengah tertidur pulas setelah suster memacu ASI Nadya lalu bayi pun minum ASI untuk pertama kali. Pertama kali pula bayi itu kenyang dan tidur pulas di dalam box.Baiklah, jadi Lexa punya banyak waktu untuk bi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status