Share

Bertemu di Sekolah

Author: Ute Glider
last update Last Updated: 2023-07-20 16:56:21

Sesuai dengan perintah Arsen. Allice tak berangkat bekerja. Dia juga tidak mengantar anak-anak. Sejak pagi, Allice membantu Bi Suci membereskan kamar.

“Apa kamu bisa berdiri dan membawa kopermu sendiri naik ke lantai dua?” ucap Allice menahan marah.

Bagaimana tidak, sejak tadi kerjaan Nadya hanya bermain HP sambil tiduran di sofa ruang tengah. Seolah dia adalah nyonya rumah. Bahkan dengan mudahnya memanggil Bi Suci hanya untuk minta dibuatkan es jeruk manis.

“Hufh, aku lelah. Kalau tidak ikhlas membantuku, aku bisa minta Mas Arsen mengantarku ke apartemen,” ancamnya dengan wajah sok polos.

Allice memutar kedua bola matanya. “Kau pikir aku peduli?”

Benar-benar tak peduli. Yang penting tugas Arsen membereskan kamar sudah selesai. Dia pun melangkah pergi meninggalkan Nadya.

Gadis itu hanya mencibir melihat punggung Allice yang menjauh.

Saat begitu, ponsel yang sejak tadi menjadi teman gadis berkulit sawo matang itu berbunyi. Sebuah panggilan dari Arsen membuatnya girang.

“Halo, Mas Arsen. Ada apa menghubungiku?”

Suara riang Nadya masih mampu Allice dengar meski dia sudah berada di ruang sebelah. Namun, mendengar nama Arsen-lah yang membuat tubuh Allice menegang.

Dahinya berkerut dan berbisik dalam hati. ‘Untuk apa menelfon Nadya? Apa yang mereka berdua bicarakan?’

Allice mengintip dari sela guci besar sebagai pembatas ruangan. Hingga dia bisa melihat perubahan wajah Nadya yang menjadi sumringah.

“Ja-Jadi Asisten Pribadi kamu? Sungguh? Tentu aku mau!” sahut Nadya heboh.

Allice menarik nafasnya dalam-dalam. Entah mengapa pikirannya mulai tidak-tidak pada Nadya. Karena belum juga ada satu hari disini, tingkahnya sudah berlebihan.

Ah, dari pada memikirkan hal yang tak penting. Allice memilih membersihkan diri dan bersiap menjemput anak-anak. Hanya Brian dan Anna hiburannya.

Wanita itu masuk ke dalam kamar utama rumah megah itu. Kamar yang indah namun sangat dingin untuk ditempati.

Allice dan Arsen selama ini memang tidur satu kamar. Satu tempat tidur. Tapi mereka tak pernah berpelukan dalam tidur. Tidak seperti pasangan suami istri lainnya.

Arsen juga jarang sekali menyentuh Allice. Bahkan sampai Allice lupa kapan terakhir kali mereka bercinta.

***

Allice membawa mobil biru miliknya yang dibelikan oleh Arsen. Bukan dibelikan atas nama cinta dan peduli. Tapi Arsen tidak mau kalau ada yang melihat anak istrinya memakai mobil model lama.

Arsen harus menunjukkan pada semua orang kalau keluarganya sangat terurus.

Di tengah teriknya matahari, Allice masuk ke parkiran sekolah elite di kota besar itu. Kedatangannya disambut hangat oleh satpam disana.

“Miss Allice, selamat siang,” sapa si satpam itu setelah membantu Allice membuka pintu mobil.

Allice melepas kacamata hitamnya seraya turun dari mobil. Penampilannya selalu modis namun tetap tertutup dan sopan. Apalagi dia adalah guru bahasa inggris, jadi harus bisa menjaga sikap dan penampilan.

“Siang, anak-anak belum keluar, ya?” tanya Allice melihat sekitar.

Para orang tua murid sudah berdatangan dan duduk di tempat yang disediakan. Tapi anak-anak belum ada yang keluar.

“Belum, Miss. Mungkin sebentar lagi,” sahut satpam.

Allice mengangguk saja dan tersenyum hangat. Dia lalu berjalan masuk, namun langkahnya melambat ketika melihat Arsen sudah ada disana.

Pria itu berdiri di depan jendela sambil mengarahkan kamera ponsel ke dalam kelas.

Bibir Allice reflek tersenyum. Dia senang karena setidaknya Arsen sangat mencintai anak-anaknya. Bersikap lembut dan ikut menunjukkan rasa peduli terhadap semua kegiatan anak-anak.

Saat seperti itu, seorang orang tua murid menyapa Allice.

“Miss Allice,” sapa pria itu.

Allice pun menoleh dan melihat Hexa ada di sampingnya.

“Hai! Kau ini, sudah aku katakan jangan memanggilku seperti itu,” sahut Allice memprotes.

Hexa terkekeh ringan. Dia lalu mengalihkan pandangannya pada Arsen.

“Wah, tumben ke sekolah bersama. Apa dia sengaja datang menjemput kalian? Langka sekali moment ini,” ledek Hexa.

Percakapan Allice dan Hexa akhirnya berhasil menarik atensi Arsen. Dia memandang dua orang itu bergantian. Lalu memilih mematikan videonya dan mendekat.

“Kau, untuk apa kesini?” tanya Arsen pada Allice.

“Untuk apa? Jelas menjemput anak-anakku,” jawab Allice menunjuk ke kelas.

Hexa menepuk bahu Arsen. “Kau ini selalu saja dingin pada istri sendiri. Jangan begitu, bahaya kalau ada yang mengambil hatinya.”

Arsen berdecak ringan.

Sedangkan Allice, dia melihat ada kepala sekolah di ujung koridor. Ada hal yang ingin dia bicarakan pada kepala sekolah.

“Kalian, aku tinggal dulu,” pamit Allice.

“Oke, Miss Allice. Hati-hati jalannya, nanti tersandung,” goda Hexa.

Allice hanya terkekeh ringan dan pergi. Sahabat Arsen memang seperti itu.

Hexa lalu mengalihkan pandangannya pada Arsen. Pria itu sedang memberikan sorot tajam padanya.

“Kenapa? Cemburu? Kalau cemburu bilang,” ujarnya santai.

Arsen memutar kedua bola matanya, jengah. “Memang sebaiknya kamu di rumah sakit saja bekerja. Mana ada dokter berkeliaran di sekolah.”

“Ya, beruntungnya aku memiliki keponakan yang satu kelas dengan anak-anakmu. Jadi aku bisa mencari hiburan disini,” sahut Hexa memilih duduk di kursi samping mereka.

Arsen pun mengikuti. “Ini sekolah bukan tempat hiburan,” ucapnya masih saja ketus.

“Hiburan, soalnya gurunya cantik-cantik. Apalagi guru bahasa inggrisnya. Sayangkan, guru secantik dia hanya mendapat tatapan dingin setiap hari.”

“Kamu mau jadi dokter yang akhirnya mati muda sebelum menikah dan punya anak?”

“Tak apa, asal mati dipelukan Miss Allice.”

Beruntung, ucapan Hexa bertepatan dengan pintu kelas dibuka. Hingga atensi mereka langsung tertuju pada anak-anak.

Kalau tidak, dipastikan Arsen memberikan tatapan lebih tajam dari sebelumnya.

***

Meski Allice membawa mobil sendiri ke sekolah. Pada akhirnya dia naik mobil Arsen. Bukan pria itu yang meminta, tapi anak-anak.

Sebelumnya Arsen sudah berjanji pada anak-anak untuk pergi ke taman bermain. Karena memang hari ini jadwal tidak terlalu padat, jadi Arsen bisa meninggalkan kantor lebih awal.

“Aku mau ice cream coklat ya, Papa!” ucap Anna tak sabaran saat mobil memasuki area taman.

“Kalau aku jus jambu aja,” ujar Brian.

Mereka berdua langsung melompat turun dan membeli apa yang mereka inginkan. Baru kemudian keduanya bermain apapun yang ada disana.

“Berhenti bekerja. Fokus saja menjaga rumah,” ucap Arsen tiba-tiba.

Allice langsung menoleh, melihat Arsen rupanya sudah duduk di sampingnya. “Berhenti bekerja? Kamu gila? Kamu bahkan dulu sudah melarangku melanjutkan proses pelatihan sebagai dokter. Kamu memintaku melupakan cita-citaku. Lalu sekarang, kamu memintaku berhenti bekerja?” protes Allice tak terima.

“Aku tak peduli dengan cita-cita dan apapun itu. Aku hanya ingin kamu tetap di rumah. Ingat, aku tak akan membebaskanmu. Kurasa sudah cukup satu tahun ini membiarkanmu mencari ketenangan dengan kegiatan recehmu itu di sekolah,” ucap Arsen tak peduli dengan ekspresi penuh protes Allice.

“Receh?” Allice sudah membuka mulutnya untuk bicara banyak. Tapi Arsen langsung menyela.

“Diam dan turuti!”

Arsenio Mahardika, setiap kata yang dia ucapkan adalah mutlak! Tak suka dibantah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak Pernikahan Penuh Derita   HAPPY ENDING

    Drrttt ... Drrttt ... Drrttt ...Gerakan polesan brush berwarna pink di sela jari telunjuk juga jempol berkutek peach itu seketika terhenti.Atensi wanita cantik yang tengah duduk di kursi rias langsung beralih pada sebuah ponsel yang tergeletak di atas nakas."Siapa ya?" Tangan Nadya terulur, meraih benda pipih nan canggih tersebut.Begitu sepasang netra amber ini menyorot sebuah nama yang tertera di layar ponsel dalam genggamannya, detik itu juga Nadya membuka mulutnya lebar-lebar dengan raut terkejut."Wah serius ini Allice video call?!"Tanpa ba-bi-bu, Nadya segera menggeser icon hijau tersebut dan saat itu juga pandangannya disambut senyum juga lambaian tangan dari Allice di sebrang sana."Haii, Nad!" sapa Allice dengan wajah sumringahnya.Nadya tersenyum lebar lalu ikut melambaikan tangan. " Allice haloo!""Ih kangen banget aku sama Allice tau. Udah setahun lebih nggak ketemu kan kita?" tanyanya sambil mengingat-ingat kapan terakhir berjumpa.Tawa Allice meluncur renyah. "Iya ma

  • Terjebak Pernikahan Penuh Derita   Janji Suci

    "Kamu yakin ini rumahnya?"Oscar menoleh ke kiri, menatap wanita cantik dengan blouse dusty pink yang kini sebelah tangannya menggenggam stroller bayi berwarna senada."Iya bener kok ini tempatnya. Tunggu, biar aku yang tekan belnya," sahut Nadya yang setelahnya langsung mengulurkan tangan, menekan bel di dinding berwarna silver itu. Menunggu beberapa detik, barulah pintu terbuka. Menampilkan sosok wanita dengan rambut digelung indah yang muncul dengan raut terkejut."Nadya? Ini beneran kamu? Udah sehat?" pekik Allice begitu senang melihat Nadya di hadapannya setelah 2 bulan tanpa kabar.Terakhir Nadya ijin melalui pesan singkat kalau dirinya akan ke Italia untuk mengurus ini dan itu di kediaman Oscar sebelum melangsungkan pernikahan.Wanita muda berblouse dusty pink itu terkekeh geli. Dipeluknya tubuh Allice seperti seorang adik yang merindukan kakaknya."Surprise! Yes, it's me, Allice," timpal Nadya masih dengan tawa jahilnya sebab merasa berhasil membuat kejutan ini.Allice mengura

  • Terjebak Pernikahan Penuh Derita   Akhir Kisah Mereka

    "Kamu gila ya?! Kamu pikir nikah itu seperti anak kecil merengek minta dibelikan permen?" Nadya mendelik tajam, jelas saja ia melayangkan protes.Manusia mana yang tiba-tiba dengan asal mendesaknya menikah padahal belum juga ada pembicaraan khusus ke arah sana.Ya meskipun sudah ada Isabel di antara dirinya dan Oscar, tapi tetap saja butuh waktu juga persiapan untuk menuju ke jenjang pernikahan yang sebenarnya.Oscar melirik Lexa yang menyembulkan kepala di balik pintu kamarnya. Lalu, dilemparnya kode agar adiknya itu berhenti mengintip.Seolah tahu kakaknya butuh privasi, akhirnya Lexa menurut dan mundur dari sana. Memberi ruang pada dua orang dewasa di ruang tengah itu.Dirasa waktunya sudah tepat, Oscar segera mengalihkan atensi wanita di hadapannya ini. "Kamu lapar kan? Ke dapur sebentar yuk.""Mau aku buatkan makanan apa?" tawarnya dengan nada selembut mungkin. Enggan membuat Nadya merasa tak nyaman berada di dekatnya.Sebelah alis Nadya terangkat. Sedikit merasa aneh mengetahui

  • Terjebak Pernikahan Penuh Derita   Ayo, Menikah!

    "Loh, kalian sudah pulang?"Membuka pintu mansion megah tersebut, kelopak mata Imelda terbuka lebar juga mulutnya menganga saat mengetahui siapa yang datang.Bukan. Bukan karena Imelda tak suka, melainkan heran dan ekspetasinya sedikit meleset."Kenapa tidak kasih kabar dulu? Mama kan bisa jemput di bandara. Terus Nadya mana? Kok tidak bareng sama kalian?"Runtutan pertanyaan itu seketika membombardir Allice juga Arsen yang saling melempar pandang dan menahan senyum.Arsen menyahut enteng. "Anggap aja ini surprise, Ma. Lagi pula, Mama tidak senang aku dan Allice pulang lebih cepat?""Memangnya Mama tidak rindu pada Brian dan Anna?"Baru saja kedua nama bocah itu disebut, kakak beradik tersebut turun dari mobil ditemani suster mereka yang juga ikut saat terbang ke kota tempat tinggal Nadya kemarin."Omaa!" pekik Anna sambil berlari kencang ke pelukan Imelda.Untung saja, Imelda dengan sigap menangkap tubuh mungil cucunya yang selalu menggemaskan ini. "Ututuu ... Cucu Oma yang cantik."

  • Terjebak Pernikahan Penuh Derita   Mulai Membuka Hati Lagi

    Suara tangisan bayi di dalam box khusus itu menggema di seluruh penjuru ruang bernuansa putih ini.Nadya yang semula nyaris memejamkan mata spontan terperanjat dan refleks mengalihkan pandangan ke arah sang putri kecil yang menangis keras."Cup cup cup, Sayang. Bunda di sini, Nak," ucap Nadya sambil tangannya terulur, menggoyangkan box tersebut dengan lembut, mencoba menenangkan bayinya.Namun ternyata, gerakan itu tak cukup untuk membuat putrinya diam dan kembali terlelap. Yang ada justru tangisnya kian menjadi-jadi.Hal tersebut jelas membuat Nadya kelimpungan dan panik. Jujur saja, tubuhnya masih belum bisa diajak kompromi hanya untuk turun dari ranjang lalu sekadar menggendong tubuh mungil itu."Aduh ... Aku mesti gimana?" gusar Nadya dengan tubuh lemas juga wajah pucatnya itu.Hati ibu mana yang tega membiarkan bayinya menangis. Nadya akhirnya memaksakan diri untuk mendudukkan badan yang rasanya tak karuan ini."Eh tunggu! Tetap di sana. Biar aku aja," cegah Oscar yang tiba-tiba

  • Terjebak Pernikahan Penuh Derita   Mengungkap Semua

    Suara ketukan di balik pintu ruangan bernuansa putih pucat itu sampai ke telinga seorang wanita berambut panjang yang duduk bersandar di brankar dengan wajah datar.Nadya refleks menoleh. Atensinya beralih pada gadis berkaki jenjang yang kini mengenakan outfit casual dibalut dengan syal tipis yang melingkar di leher."Excuse me, apa aku boleh masuk?" izin gadis berbola mata biru cerah di ambang pintu tersebut.Meski sorot mata keduanya bertemu di satu titik yang sama, bibir Nadya tetap terkatup rapat. Ia tak menyahut. Membiarkan tamunya masuk dengan sendirinya.Dengan senyum ramah, gadis itu menghampiri brankar Nadya. "Maaf kalau aku menganggu waktu kamu berisitirahat, tapi izinkan aku memperkenalkan diri."Di sana sudah ada box bayi. Di mana bayi yang belum berumur 1 minggu itu tengah tertidur pulas setelah suster memacu ASI Nadya lalu bayi pun minum ASI untuk pertama kali. Pertama kali pula bayi itu kenyang dan tidur pulas di dalam box.Baiklah, jadi Lexa punya banyak waktu untuk bi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status