Rasa penasaran Aurora terus bertumbuh, tak sebanding dengan larangan Kael yang hanya sekali diucap, tapi jelas dengan nada tajam, seolah pria itu akan memenggal Aurora jika melanggarnya. Ruangan di ujung lorong itu—yang katanya terlarang—semakin terasa seperti magnet yang menarik langkahnya, sedikit demi sedikit.Ah, ya… dia belum pernah membahas tentang hal ini. Di dalam penthouse milik Kael, ada satu ruangan yang selalu tertutup rapat—terkunci. Tak ada satu pun penjelasan, tak ada alasan. Hanya satu hal yang Kael tegaskan, ‘Jangan pernah membukanya!’Dan justru itu, Aurora semakin ingin tahu apa yang disembunyikan pria itu. Tak mungkin tanpa alasan jika ruangan itu terlarang baginya, kan?Sore ini tak ada siapa pun di penthouse. Kael? Seperti biasa, pria itu selalu berada di kantornya pada jam segini. Aurora memiliki banyak waktu untuk dirinya sendiri, tak ada hal yang harus ia lakukan untuk saat ini—atau mungkin untuk beberapa selanjutnya—sebagai istri seorang Kael Vireaux.Seakan
Seharusnya Aurora memang sudah sepatutnya untuk curiga dengan ajakan makan malam Kael yang tiba-tiba. Tak hanya sekadar makan malam, tapi pria itu telah menyulap Aurora menjadi sosok nyonya besar Vireaux dengan semua hal yang kini melekat di tubuhnya.Gaun satin hitam yang membentuk lekuk tubuh Aurora, tapi dengan potongan model yang membuatnya terlihat sangat elegan. Rambutnya pun telah ditata oleh pemilik salon—disanggul rendah dengan aksen kepang dan beberapa helaian rambut dibiarkan jatuh di sisi wajah. Makeup-nya pun dibuat secantik mungkin—fokus di bagian mata dan bibir, memberi kesan bold-glam yang memberi kesan tegas dan misterius. Tak hanya itu, Kael bahkan telah menyiapkan heels stiletto hitam dengan detail kristal di ujungnya. Ini bukan hanya makan malam, tapi Kael mengajak Aurora ke sebuah acara gala amal besar. “Seharusnya kau bisa memberitahuku pagi tadi, atau siang, atau sore juga tidak masalah biar aku bisa siap-siap!” dengus Aurora, begitu ia selesai dengan make ove
Menjalani kehidupan sebagai seorang istri dalam pernikahan kontrak ini, nyatanya tidak terlalu sulit seperti yang dibayangkan sebelumnya. Ia hanya perlu mencoba untuk menjaga jarak dengan Kael, karena ia masih memikirkan tentang foto ibunya yang ia temukan di laci bawah lemari buku.Sebenarnya itu bukan hal yang besar bagi Aurora. Sejujurnya ia tak memiliki emosi untuk itu. Keberadaan ibunya hanya sebatas ia mengetahui bahwa ia lahir dari rahim wanita bernama Isabelle, dan setelah itu… ia bahkan tak pernah mendapatkan kasih sayangnya.Isabelle menikah dengan Matthew Vallen adalah karena sebuah kesalahan. One night stand, dan harus menikah karena mengandung dirinya. Selebihnya, Isabelle tak pernah mencintai Matthew. Benci? Well, Aurora bohong jika mengatakan tidak pernah membenci ibunya. Apalagi ketika di masa remaja ia mengetahui bahwa ibunya meninggalkan dirinya dan suaminya pada waktu itu karena seorang pria yang datang tiba-tiba di kehidupannya, lalu mereka menjalin cinta terlara
“Apakah aku harus memelukmu?” bisik Kael, tepat di sebelah telinga Aurora. Helaan napasnya yang sedikit berat terasa menyapu tengkuk Aurora.“Tidak!” Aurora menarik dirinya cepat, sampai hampir terjengkang. Kael dengan cepat menarik lengan wanita itu dan menahannya. Detak jantung Aurora semakin cepat, nyaris melompat dari dadanya.“A-aku… aku tidak tahu kalau ini kamarmu. Aku yakin masuk ke kamarku!” Suara Aurora naik satu oktaf karena panik. Ia berusaha menjelaskannya dengan cepat, tak ingin Kael salah paham.“Rupanya kau pandai beralasan.” Kael melepaskan genggamannya, suaranya berat dan serak—sisa dari tidur yang baru saja terbangun.“Bukan begitu! Sudah kubilang aku tidak tahu kalau ternyata aku masuk ke kamarmu. Lampunya padam, aku tidak bisa melihat dengan benar ketika gelap, dan… aku belum hafal dengan lorong di tempat ini dan—”“Kau berakhir menindihku,” ujar Kael lagi, dengan nada menggoda.Aurora tak bisa mendebatnya. Pada kenyataannya, ia memang telah menindih Kael tanpa a
“Malam ini??” Aurora benar-benar berteriak, membuat Luther yang dari tadi berdiri di dekat pintu penthouse menoleh cepat.“Lebih cepat lebih baik, Rora. Kau sudah mengulur banyak waktu untuk keputusan ini. Jadi, saat ini kau hanya perlu mengikuti semua aturanku.” Suara Kael dingin, tak memiliki celah untuk dibantah.Jemari Aurora saling meremas, menyembunyikan gemetar yang seketika ia rasakan. Ia memang menyetujui untuk menikah dengan Kael, tapi… ia tak pernah menyangka akan secepat itu. “Maksudku, bagaimana persiapannya? Aku tidak memiliki apa-apa untuk pernikahan.” Aurora berusaha menyembunyikan ketegangannya.Kael tertawa kecil. Ia berdiri, merapikan rambutnya sebentar, kemudian mendekat pada Aurora yang masih duduk. Tubuh Kael menunduk ketika berada di hadapan Aurora, menghilangkan jejak yang sejauh ini berhasil terjaga.“Aku sudah menyiapkan semuanya. Luther akan mengantarmu ke kamar, dan kau bisa bersiap untuk pernikahan kita.” Kael menoleh sejenak ke arah jam dinding, empat j
Aurora kembali ke penginapan yang telah menampungnya selama beberapa hari. Ia masih merasakan kesal dengan sikap dan tawaran dari Kael yang seakan begitu menjatuhkan harga dirinya.Sling bag yang masih menggantung di badannya, kini ia raih dan dilempar kuat ke atas kasur. Umpatan kecil lolos dari mulutnya.“Dia kira siapa dirinya? Seenaknya saja memutuskan jalan hidup orang lain. Aku memang butuh uang, tapi aku tidak serendah itu!”Ketukan halus menghentikan omelannya. Ia menghela napas, merapikan anak rambutnya yang berantakan, lalu berjalan mendekati pintu. Saat pintu terbuka, pemilik penginapan telah berdiri di hadapannya.“Selamat sore, Nona Vallen. Maaf, aku mendapat laporan jika pembayaran kamar untuk dua hari kemarin belum kami terima. Jika sampai malam ini kau tidak membayarnya, maka kau harus pergi dari penginapan ini.”Aurora terdiam. Ia memang hanya membayar untuk dua hari awal ia menginap. Selebihnya, ia belum membayarnya karena beranggapan bahwa sebentar lagi ia pasti aka