"Lepasin aku, Mas! Kamu mau ngapain?" Kiara meronta dan berusaha melepaskan diri.Sayangnya, Samudra sudah tak bisa dihentikan. Tanpa memikirkan perasaan Kiara, pria itu merenggut kesucian Kiara dengan cara paksa dan kasar.Malam pertama yang seharusnya menjadi malam membahagiakan bagi pasangan suami istri, justru menjadi malam bencana bagi Kiara. Samudra sudah merenggut harta berharga milik Kiara dan menginjak harga diri Kiara sebagai wanita."Keterlaluan kamu, Mas! Aku benci sama kamu!"Kiara terbaring lemas di ranjang dengan wajah sembab. Wanita itu kembali menangis sepanjang malam karena ulah Samudra. Kali ini, Samudra benar-benar sudah kelewat batas. Harga dirinya sebagai seorang wanita sudah diinjak-injak oleh suaminya sendiri. Lelaki yang seharusnya menjadi pengayom dan pelindung justru merusaknya dengan cara yang tidak manusiawi.Walaupun Samudra berhak untuk melakukannya, tapi tidak seharusnya dilakukan dengan cara brutal seperti itu. Ibadah yang indah, justru menjadi neraka
Samudra membuka pintu dan melihat kamarnya yang kosong. Pria itu baru saja pulang dari kantor setelah bekerja seharian. Ada yang berbeda dengan kamarnya. Aura dingin dan beku menyelimuti kamar tersebut.Samudra pikir, ia bisa melihat wajah Kiara sebentar setelah ia pulang. Namun, begitu ia membuka kamar, pria itu tidak melihat siapa pun di sana. Tidak ada Kiara yang selalu menyambutnya pulang dan menyiapkan air putih seperti biasanya. Tidak ada Kiara yang dengan senang hati melepaskan jas dan sepatunya lalu mengambilkan baju ganti setelah menyiapkan air untuk mandi. Selama ini Samudra merasa apa yang dilakukan oleh Kiara bukanlah hal spesial. Namun sejak Kiara mogok bicara dengannya semua kebiasan-it7 pun sudah tak pernah ia dapatkan lagi. Pelayanan penuh perhatian itu sirna bersama lenyapnya senyum di bibir Kiara. "Kiara ke mana? Kenapa sekarang dia berubah?"Beberapa hari sebelumnya, Samudra selalu tidur di ruang kerjanya untuk menghindar dari Kiara. Namun, beber
"Kiara, tolong cariin kaos kakiku!" perintah Samudra pada Kiara. Ini adalah pertama kalinya seumur hidup pria itu memerintah dengan menggunakan kata "tolong" di awal kalimat. Bagai sosok dingin dan arogan seperti Samudra dengan kekuasaan yang dia miliki sebagai pemimpin perusahan besar, meminta tolong bukanlah karakternya. Namun demi bisa mendapatkan perhatian Kiara lagi dia sampai rela melakukannya.Bukannya menjawab, Kiara justru pergi, kemudian memanggil asisten rumah tangga untuk melakukan apa yang diperintahkan Samudra. Tak berselang lama bibik masuk dan bertanya, "ada yang bisa saya bantu, Tuan?""Aku nyuruh dia, kenapa dia malah ganti nyuruh orang lain?" geram Samudra.Namun karena tak ingin moodnya hancur di pagi hari, akhirnya Samudra meminta bibik untuk mencarikan semua keperluannya seperti halnya dulu sebelum menikah dengan Kiara. Tentu saja bibik tahu semua letak barang-barang pribadi Samudra karena dia pernah melayaninya.Setelah rapi, Samudra turun menuju ruang makan. D
"Ibu!" Kiara berlari memeluk ibunya begitu ia dan samudra tiba di rumah. Ayah Kiara sudah pulang dari rumah sakit dan saat ini pria paruh baya itu tengah menjalani masa pemulihan di rumah.Kiara benar-benar senang bisa berkunjung ke rumah kedua orang tuanya tanpa harus sembunyi-sembunyi. Tidak hanya sekedar mampir, Samudra bahkan mengajak Kiara untuk menginap."Kenapa kamu nggak kasih kabar dulu kalau mau pulang?" tanya sang Ibu pada Kiara."Kia mau kasih kejutan buat Ibu sama Ayah," timpal Kiara."Gimana kabar kalian berdua? Kalian sehat, kan?" tanya Ayah pada Samudra dan Kiara."Kami berdua sehat. Maaf saya baru bisa menjenguk Ayah sekarang," sahut Samudra langsung menimpali sebelum Kiara membuka suara."Terima kasih banyak sudah meluangkan waktu untuk menjenguk Ayah, Nak Sam. Kamu pasti sibuk sama pekerjaan kamu di kantor," ujar Ayah Kiara pada Samudra."Saya pasti akan meluangkan waktu untuk Ayah dan Ibu."Samudra sudah melakukan hal sejauh ini untuk Kiara, tapi sepertinya masih b
Semua usaha Samudra untuk membujuk Kiara tidak ada yang membuahkan hasil. Samudra harus menelan kecewa setelah ia mengajak istrinya berkunjung ke rumah mertua. Samudra pikir, ia bisa memenangkan hati Kiara, tapi sayangnya pria itu sudah tidak mempunyai kesempatan sedikitpun untuk memperbaiki hubungan dengan sang istri.Sampai saat ini, hubungan keduanya masih sama dinginnya seperti sebelumnya. Hingga satu bulan lebih berlalu, Kiara masih menunjukkan sikap yang sama. Hanya Samudra yang terus berusaha untuk mendapatkan perhatiannya meski hasilnya tetap nihil.Sebagai orang tua, Melinda sudah tak tahan lagi melihat hubungan putra dengan menantunya. Ibu mana yang rela membiarkan rumah tangga anaknya hancur. Sehingga Melinda berpikir untuk berbicara dengan menantu kesayangan pada akhirnya."Kiara, kamu nggak sibuk, kan? Mau minum teh bareng Mama?" tawar Melinda pada Kiara yang saat ini tengah melamun sendirian di dalam kamar.Wanita paruh baya itu berdiri di depan pintu yang kebetulan tida
Samudra melangkah dengan cepat menuju ke kamarnya begitu sampai rumah. Pikirannya terus tertuju pada Kiara yang setiap pagi selalu muntah-muntah. Meski sudah dibujuk untuk ke rumah sakit, wanita yang beberapa Minggu ini selalu menjajah pikirannya itu tidak mau. Alasannya hanya butuh istirahat saja."Gimana keadaan kamu, Kiara? Sudah lebih baik?" tanya Samudra pada Kiara begitu pintu terbuka.Di atas ranjang terlihat Kiara bersandar sembari memainkan ponselnya. Namun wajah pucat itu tak bisa ditutupi meski berusaha untuk tersenyum tipis. Ya, hari ini Kiara tidak lagi menampakkan sikap cuek seperti sebelumnya. Pria itu sengaja pulang lebih awal demi Kiara. Samudra terlihat cemas pada Kiara, apalagi setelah pria itu mengetahui kondisi kesehatan Kiara yang kurang baik."Kenapa kamu tanya-tanya?" Kiara kembali ke mode awal. Entah, wanita itu seperti mengalami perubahan hormon yang menyebabkan emosinya tidak stabil. "Aku cuma pengen tahu aja. Kalau kondisi kamu belum membaik, aku akan ant
"Mama, Cantik punya PR. Temenin cantik belajar, ya?" pinta Cantika pada Kiara. Gadis kecil itu menggelengkan kepala seperti enggan menghabiskan makanan itu. "Iya, Sayang. Kamu habisin makanan kamu dulu, ya?" Kiara mengelus puncak kepala Cantika penuh sayang. Cantika menyorongkan piringnya yang masih setengah penuh menjauh darinya. "Tapi aku nggak mau makan sayur," rengek Cantika.Gadis kecil itu menatap mamanya pernah permohonan. Hari ini dia agak sedikit susah makan padahal menu makanan yang dimasak bibik adalah menu kesukaannya."Ini kan sayur kesukaannya Cantik. Kenapa nggak dimakan?"Cantika terus menggeleng sembarienutup mulutnya dengan tangan."Nggak mau. Cantik udah kenyang!" seru Cantika. Kiara berusaha membujuk putri kesayangannya tapi tidak berhasil. Mengingat kondisi tubuhnya yang juga kurang berenergi, Kiara hanya bisa pasrah saat Cantika tetap nggak mau menghabiskan makanannya. Mau menyuapi seperti biasa tapi perutnya sendiri mua
Tubuh Kiara menegang mendapatkan pelukan tiba-tiba dari Samudra. Kejutan yang bertubi-tubi hari ini membuatnya seperti orang linglung. Dinyatakan hamil lalu mendadak Samudra memeluknya dengan gembira. Sungguh sesuatu yang aneh dan di luar perkiraan."Terima kasih, Dokter." Ucapan Samudra menyadarkan Kiara dari kebekuan. "Karena usia kandungannya masih sangat muda, tolong dijaga dengan baik ya, Tuan. Karena pada trimester pertama masih sangat rentan. Jadi harus dijaga baik-baik." Samudra mengangguk. "Saya akan menjaganya dengan baik, Dok. Karena ini adalah buah cinta kami yang kami tunggu-tunggu," jawab Samudra membuat Kiara tercengang. "Ditunggu-tunggu katanya? Ternyata selain cerewet, pandai merayu, dia juga pandai berakting. Kemana saja aku selama ini sampai-sampai tidak tahu kalau dia sangat pandai berbicara. Atau jangan-jangan sikap dinginnya selama ini hanya untuk membentengi diri dariku saja? Ah, membingungkan," batin Kiara. Tak ada lagi percakapan dokter dan suamiya yang bi
"Ada apa ini?" Tiba-tiba sosok pria datang menghampiri mereka.Salah seorang pimpinan polisi menunjukkan surat perintah penangkapan. "Kami mendapat laporan penyekapan anak-anak di bawah umur di sini. Tolong kerjasamanya untuk tidak menghambat tugas kami." Pria bertubuh tegap dengan penampilan serba hitam itu sedikit menyunggingkan senyumnya. Pembawaannya sangat tenang meski ia tahu anak buahnya telah ditangkap dan anak-anak yang disekap ikut dibawa. Alih-alih panik karena rahasianya terbongkar, pria itu justru terlihat sangat santai. "Tidak ada penyekapan di sini. Mungkin anda salah info," ujarnya santai."Semua bukti-bukti sudah ada. Anda lebih baik ikut kami sekalian." Tanpa diduga, pria itu langsung naik ke mobil polisi tanpa membantah. Tentu saja hal itu menimbulkan tanda tanya bagi anak buahnya. Sedangkan para polisi tampak senang karena penangkapan tidak terlalu mendapatkan perlawanan. Terlebih mereka langsung mendapatkan pimpinannya tanpa drama yang berarti. Tanpa mereka tah
Sementara di rumah penyekapan terjadi kehebohan yang luar biasa. Setelah pamit mengantar Cantika, Kipli tak kunjung kembali. Salah seorang dari empat orang rekannya yang sedang santai setelah bosan bermain kartu akhirnya menyadari jika Kipli sudah terlalu lama ke belakang. Awalnya mereka bersikap masa bodoh, tapi setelah sekitar satu jam tidak kunjung kembali, mereka merasa ada yang janggal. "Hei, Anto! Coba Lo susul Kipli, cuma nganter boker aja sampai menahun. Jangan-jangan dimakan binatang buas lagi mereka!" ucap salah satu dari empat penjaga itu asal. Anto yang sejak tadi sudah mulai gelisah karena Kipli tak kunjung kembali seperti mendapat angin segar. Dadanya membuncah bahagia karena akhirnya dia memiliki kesempatan juga untuk kabur dari sana. Walau bagaimanapun, dia sama dengan Kipli. Menerima tawaran pekerjaan ini karena terdesak kebutuhan ekonomi. Ditambah lagi bayarannya cukup tinggi. Lama kelamaan Anto merasa ada yang salah dari profesinya ini. Dia merasa kasihan setiap
"Anggap saja gue sudah tidak punya utang Budi apapun lagi sama Lo!" jawabnya santai. Andai Samudra bukan lelaki yang tegas, dia pasti sudah menghambur ke pelukan pria berambut gondrong itu. Namun karena dia adalah pria dan tidak ingin menunjukkan kelemahannya, dia hanya tersenyum dengan tatapan yang menyiratkan rasa terima kasih yang teramat dalam.Setelah selesai memberi instruksi pada Jack, Samudra memilih untuk kembali ke kamar rawat putrinya. Dia ingin mendengar sendiri dari mulut putrinya bagaimana dia bisa mendadak tergeletak di pinggir jalan, tempat di mana dia ditemukan. Dengan sangat hati-hati lelaki bergelar ayah itu membuka pintu. Tatapannya langsung tertuju pada tiga wanita beda generasi yang sangat ia cintai. Hatinya merebak. Lalu tiba-tiba hatinya gerimis. Samudra melangkah masuk sembari mengusap sudut matanya diam-diam. Hampir saja pria ini frustasi saat sang buah hati tak kunjung ditemukan kemarin. Kini, melihat orang-orang yang dia cintai telah berkumpul membuat hat
"Ada apa?" tanya Kiara terus mendesak mereka. "Tidak apa-apa, Nyonya. Tuan sedang mengantar Nona kecil untuk tes laboratorium," ujar salah satu pria yang semuanya memiliki postur dan tinggi tubuh hampir serupa. "Apa yang terjadi? Apa sangat parah sampai harus di tes laboratorium?" Kiara tak bisa menyembunyikan kepanikannya. Sebelum bertemu langsung dengan putrinya, wanita yang dulu sempat menjadi seorang guru itu tidak bisa tenang. Pikirannya terus dihantui dengan hal-hal yang buruk mengenai buah hatinya. Meski Cantika bukan putri kandung bagi Kiara tapi dia sudah menganggap anak itu seperti anak kandungnya sendiri. Bahkan rasa cintanya pada sang anak melebihi cintanya pada diri sendiri. Suara langkah kaki yang mendekat membuat kepala Kiara spontan menoleh padanya. Di sana, di ujung lorong ia melihat Samudra mendorong kursi roda yang di atasnya duduk seorang gadis kecil dengan kepala menyandar ke belakang. Menunggu mereka sampai ke hadapan rasanya terlalu lama bagi Kiara sehingga
Cantika terus berlari dengan kaki kecilnya menyusuri hutan rimba yang cukup sepi. Meski dalam hati ketakutan dan ingin menangis tapi gadis kecil itu lebih takut lagi kalau kembali di rumah penyekapan. Nafasnya sudah mulai memburu padahal baru setengah jalan sebelum bertemu dengan jalan raya. "Apa Mama cantik takut." Melangkahkan kakinya yang kecil gadis itu terus meneriakkan nama papa dan mamanya sambil berderai air mata. Sementara di pelabuhan speed boat yang mengejar kapal yang diduga membawa Cantika sudah semakin dekat. Anak buah Samudra sebagian sudah melompat ke atas kapal dan baku hantam tak terelakkan. Cek yang memimpin pasukan memerintahkan anak buahnya untuk menggeledah kapal tersebut. Sementara dirinya melawan orang-orang yang masih tersisa. "Bagaimana?" tanya Jack ketika sudah bisa melumpuhkan musuh."Tidak ada, Bos. Nona muda tidak ada di manapun!' sahur salah satu anak buahnya yang sudah mencari ke semua penjuru kapal. "Tapi ... saya menemukan ini, Bos!" lanjutnya sera
"Lo lihat wajah polos anak-anak itu? Bayangkan kalau salah satu diantara mereka adalah anak kita. Apa Lo nggak merasa kasihan? Hari ini kita menculik anak orang lain, bagaimana kalau suatu saat anak kita yang jadi korbannya?" bisik pria yang sudah mulai sadar akan perbuatannya itu. Sedangkan pria bernama Anto yang sejak tadi berusaha untuk tetap terjaga karena kantuk yang menyerang mulai goyah dengan ucapan temannya. Dia juga memiliki anak-anak seusia mereka. Bahkan anaknya kembar dan baru kelas 2 SD. Demi mereka dia rela melakoni pekerjaan haram ini. Namun tak pernah terpikir dalam benaknya suatu ketika anak yang di perjuangkan hidupnya akan bernasib sama dengan anak-anak ini.Tatapan Anto jatuh pada Cantika yang tampak lemas. Gadis kecil itu terus merengek dan tidak mau makan sehingga kehilangan banyak tenaga. Mendadak rasa kasihan menyusup ke dalam relung jiwanya. Wajah Cantika berubah seperti wajah anaknya yang tengah menangis minta tolong. Entah karena efek kantuk yang menggelay
"Mas, coba lacak lewat GPS. Tadi pagi Cantik memakai jam tangan yang sudah dipasang GPS," usul Kiara. Samudra sendiri baru sadar jika dia telah menasang alat pelacak di jam tangan dan sepatu Cantika. Karena kalut dia sampai lupa hal sepenting ini. Seketika harapannya terbit. Dengan alat pelacak itu, dia bisa menemukan posisi sang buah hati saat ini. Lelaki itu segera menyalakan smartwatch yang dipakainya. Ia membuka aplikasi untuk melacak keberadaan putrinya. Kedua alis lelaki bergelar ayah itu tertaut ketika melihat titik ordinat keberadaan putrinya. "Aku ikut, Mas!" Kiara tak bisa berdiam diri menunggu kabar sementara putri kesayangannya dalam bahaya."Sayang, kamu tunggu di rumah. Misi penyelamatan ini cukup berbahaya, Sayang." Samudra berusaha membujuk sang istri yang tetap kekeh ingin ikut. Pria yang masih memakai jas lengkap itu menatap mata sendu wanita yang ia cintai dengan tatapan yang meyakinkan. Dia tak ingin keselamatan Kiara terancam. Di saat Cantika, putri semata way
"Cantik kan sudah bilang jangan ikuti Cantik! Cantik sudah besar, sudah berani ke kamar mandi sendiri!" tolaknya.Setelah mengatakan itu langsung berlari menuju ke kamar mandi siswa yang berada di sebelah kanan gedung sekolah ini. Pengasuh dan bodyguard itu akhirnya mengalah pada nona mudanya daripada mendapat amukan sang majikan. Mereka juga berpikir ini masih di lingkungan sekolah jadi tidak mungkin ada orang asing yang bisa masuk ke area sekolah terlebih di gerbang ada penjaga. Lima menit, sepuluh menit, sampai lima belas menit Cantika tak kunjung kembali. Pengasuh dan pengawal mulai gelisah. Seharusnya kalau hanya buang air kecil Cantika sudah kembali. Tanpa dikomando, dua orang yang sama-sama dipekerjakan untuk menjaga Cantika itu bergerak cepat menuju ke kamar mandi siswa. Satu per satu bilik dibuka tapi tak ada tanda-tanda keberadaan seseorang di sana. "Non! Non Cantik!" panggil bibik panik. Namun tak ada sahutan dari sana. "Bagaimana ini, Non Cantik tidak ada di manapun!" u
Tanpa menunggu matahari terbit malam itu juga semua tim dikerahkan untuk menyisir parkiran kantor. Terdapat dipungkiri jika kehadiran Melisa kembali membuat hidup Samudra tidak tenang. Samudra hanya memantau dari rumah karena khawatir istrinya akan mencari jika tiba-tiba wanita yang dicintainya itu terbangun seperti biasa. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari. Samudra duduk di sofa kamarnya sambil terus memantau ponselnya. Yaitu terus berkomunikasi dengan kepala tim yang diterjunkan untuk menyisir parkiran kantor. Sudah satu setengah jam pria berhitung mancing itu menunggu kabar tapi anak buahnya belum ada satupun yang memberikan kabar padanya. Tiara merasa tiba-tiba tenggorokannya kering sehingga membuatnya terbangun untuk minum. Namun ia merasakan tempat tidur di sebelahnya. Wanita itu membuka mata lalu mencari sosok suaminya. Sepasang mata Kiara menyipit tatkala melihat siluet pria sedang duduk di sofa dalam kamarnya. Tanpa perlu menajamkan matanya pun wanita itu tahu si