แชร์

Bab 4

ผู้เขียน: Cahaya Asa
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2023-12-01 19:31:27

"Saya terima nikah dan kawinnya Kiara Ramadhani binti Hadi Wijaya dengan mas kawin uang tunai sebesar 2 miliar rupiah dan logam mulia seberat 2 kg dibayar tunai!"

Tangis haru mengiringi prosesi sakral yang dilakukan di dalam ruang rawat di rumah sakit tersebut. Kiara dengan gaun putih dan kerudung putih serta mahkota di kepalanya tampak begitu cantik dan menawan. Namun tidak ada raut bahagia di wajahnya mengingat pernikahan yang dilakukan secara dadakan.

Hadi Wijaya tersenyum lembut menatap Putri semata wayangnya kini sudah menjadi istri orang. Tanggung jawab atas Putri tunggalnya itu kini sudah beralih pada seorang pria bernama Samudra.

"Nak Samudra tolong jaga putri saya satu-satunya ini. Dia adalah harta yang paling berharga bagi kami. Tolong bahagiakan dia seperti saya selalu memprioritaskannya. Jika nanti sudah tak ada lagi cinta pulangkan dia dengan cara baik-baik sebagaimana Samudra memintanya dengan cara baik-baik pula," ucap Hadi Wijaya dengan suara parau.

Pria paruh baya itu sesekali menahan sakit. Namun Dinar bahagia tanpa begitu nyata pada wajah kecap lelaki itu.

"Terima kasih Ayah sudah mengizinkan saya untuk menjadi pendamping putri Ayah," ucap Samudra sembari mencium tangan hati yang tidak tertancap jarum infus. "Saya pasti akan memperlakukan putri Ayah dengan baik karena dia sekarang sudah menjadi tanggung jawab saya."

Meskipun pernikahan ini masih berstatus pernikahan siri mengingat semuanya dilakukan secara mendadak dan tidak ada waktu untuk mengurus administrasi ke KUA tapi rasa sakralnya tetap tidak bisa hilang.

Malam itu juga Tiara langsung diboyong ke rumah Samudra. Ada perasaan berat kalau gadis yang baru saja berubah status itu harus meninggalkan kedua orang tuanya.

"Mama, malam ini Mama tidur sama Cantik, kan?" Tiba-tiba Cantika bertanya di tengah keheningan dalam kendaraan.

Kiara melirik pria yang baru beberapa menit lalu menghalalkan dirinya. Ia berharap lelaki itu mengizinkan dirinya tidur bersama Cantika karena Kiara sendiri masih merasa canggung harus sekamar dengan Samudra.

"Jangan malam ini, Sayang. Malam ini Cantika tidur sama Oma dulu ya?" Melinda menjawab permintaan cucunya karena putra dan menantunya hanya terdiam.

"Kenapa, Oma? Padahal sudah sangat lama Cantik ingin tidur ditemani mama. Dibacakan cerita sebelum tidur seperti teman-teman Cantik." Bocah berumur 5 tahun itu menunduk dengan mata sudah berkaca-kaca.

"Tu-tuan, boleh 'kan?" lirih Kiara meminta persetujuan pada suaminya.

"Terserah!" jawab Samudra acuh tak acuh.

Entah mengapa mendapatkan jawaban seperti itu membuat hati Kiara berdenyut nyeri.

"Emangnya apa yang kamu harapkan dari pernikahan ini, Kiara? Lelaki dingin itu hanya ingin kamu menjadi mamanya Cantika. Jangan berharap lebih." Kiara memperingati dirinya sendiri.

"Nak, kamu tidak harus-"

"Tidak apa-apa, Ma. Biarkan Kiara tidur sama Cantika malam ini. Itung-itung latihan menjadi ibu," potong Samudra cepat.

"Asik! Kiara tidur sama Mama. Nanti Mama bacakan cerita untuk Cantik ya, Ma!" Seketika gadis kecil itu bersorak girang. Bersamaan dengan mobil yang berhenti di halaman rumah mewah milik Samudra.

Kiara turun lebih dulu. Jangan pernah membayangkan adegan romantis pasangan pengantin baru seperti di novel-novel dimana sang pria akan membukakan pintu untuk wanitanya. Hal itu jelas tidak akan terjadi mengingat pernikahan mereka hanya sebatas simbiosis mutualisme.

Cantika langsung menarik tangan Mama barunya ketika sudah sampai di dalam rumah. Dengan perasaan campur aduk, Kiara melangkah menapaki tangga satu per satu mengikuti anak tirinya. Baru dua hari dirinya bekerja di sini dan belum pernah memasuki rumah ini sampai ke dalam. Karena selama dua hari itu pula dirinya hanya mengajar di ruang tamu.

Rumah ini begitu mewah dengan ornamen yang sangat elegan. Belum lagi furniture mahal yang melengkapi rumah ini.

"Ini kamarnya Cantik, Mama! Semoga Mama suka tidur di kamar Cantik, ya?" Suara ceria Cantika mengembalikan jiwa Kiara pada dunia nyata.

"Kamarnya cantik sekali, Sayang. Mama pasti betah berlama-lama di sini," sahut Kiara jujur.

Baru saja Kiara hendak menjatuhkan bobot tubuhnya di atas kasur empuk dengan cover warna pink bergambar princess itu, pintu kamar sudah terbuka menampilkan sosok tinggi tegap dengan tatapan datar.

"Kamar kita ada di sebelah. Selisih satu ruangan dengan kamar ini jika kamu sudah selesai menidurkan Cantika!" ucap Samudra membuat darah Kiara berdesir hebat.

"Sa-saya akan tidur di sini," lirih Kiara.

"Dengan baju seperti itu?" Samudra menaikkan sebelah alisnya.

Spontan Kiara menatap dirinya sendiri. Benar, dia masih menggunakan gaun yang dipakai untuk akad nikah tadi. Ah, Kiara sampai lupa hal itu.

"Cepat selesaikan urusanmu dengan Cantika. Saya tunggu di kamar!"

Ucapan Samudra lagi-lagi menciptakan riak gelombang di dalam dada Kiara. Kata "saya tunggu di kamar" membuat pikirannya jadi traveling ke mana-mana.

"Mama, Cantik mau dibacakan buku ini!" Entah sejak kapan gadis kecil itu sudah mengambil buku cerita.

"Ganti baju dulu sayang terus kita gosok gigi baru Mama bacakan ceritanya," ujar Kiara.

Gadis berhijab yang baru saja berupa status menjadi seorang mama itu harus menyibukkan diri dengan putrinya agar ucapan Samudra tidak kembali terngiang-ngiang di kepala.

Dengan patuh Cantika meletakkan buku cerita yang ia pegang lalu berjalan menuju lemari. Mengambil baju yang bisa ia jangkau tanpa meminta pertolongan kepada Kiara. Sepertinya bocah itu sudah terlatih mandiri sehingga semua bisa dilakukan sendiri padahal umurnya baru 5 tahun.

"Mama bisa bantuin Cantik membuka baju ini? Tangan Cantika tidak nyampai, Mama!" Cantika menunggui Kiara agar wanita itu bisa leluasa membuka resleting di punggungnya.

Dengan telaten Tiara membantu untuk mengganti baju putrinya. Ada rasa yang tak bisa tergambarkan ketika ia melakukan hal itu. Sungguh Kiara benar-benar merasa bahagia berperan menjadi seorang ibu meskipun anak itu bukan lahir dari rahimnya tapi Kiara merasakan ikatan batin yang cukup kuat. Mungkin karena Cantika menerimanya dengan sukacita sehingga dirinya juga merasa dibutuhkan.

Baru setengah buku cerita yang ia bacakan, rupanya Cantika sudah tidak tahan untuk menahan kantuk. Gadis kecil itu tertidur di samping Mama barunya.

Kiara bangun dengan sangat pekan karena takut gadis cantik itu ikut terbangun. Setelah menyelimuti tubuh Cantika, lalu menyetel suhu ruangan agar sesuai. Mencium kening Cantika dengan lembut dan membisikkan sesuatu di telinga gadis tersebut.

"Good night, anak Mama. Have a nice dream."

Kiara menutup pintu dengan sangat pelan. Lalu melangkah ragu menuju kamar suaminya. Saat kakinya sampai di depan pintu, jantungan gadis itu berdetak sangat kencang. Dalam hati ia terus merapal do'a berharap sang suami sudah tertidur.

Dengan gerakan sangat pelan, Kiara membuka pintu. Kedua matanya membola kala sosok yang ia harapkan sudah terlelap sedang duduk bersandar di atas ranjang dengan mata menyorot tajam padanya.

"Kenapa lama sekali?"

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
ความคิดเห็น (2)
goodnovel comment avatar
Mitaa Darsono
E buset maharnya
goodnovel comment avatar
Ai Siti Rahmayati
ih.....samudra galak..
ดูความคิดเห็นทั้งหมด

บทล่าสุด

  • Terjebak Pernikahan dengan Duda Dingin   Bab 134 - Tamat

    Sudah sebulan sejak ingatan Kiara pulih sepenuhnya. Rumah kembali terasa hangat, dipenuhi canda tawa dan kisah-kisah baru yang terus mereka rajut setiap hari. Meski rutinitas mulai kembali seperti semula—Samudra ke kantor, Cantika ke sekolah, dan Kiara mulai menulis kembali—ada satu hal yang membuat segalanya lebih istimewa.Pagi itu, Samudra pulang lebih awal dari biasanya. Ia membawa sekotak roti hangat dan segelas jus jeruk, seperti yang biasa diminta Kiara sejak pagi-pagi belakangan ini.“Kamu bangun pagi, langsung ke dapur?” tanya Kiara, duduk di teras belakang sambil mengelus perutnya yang mulai membuncit.Samudra duduk di sebelahnya dan mencium kening istrinya. “Khusus buat mama dari dua bayi kecil ini,” jawabnya sambil meletakkan tangan di atas perut Kiara.Kiara tertawa lembut. “Masih nggak nyangka bakal hamil anak kembar...”“Aku juga.” Samudra menatapnya penuh rasa syukur. “Tapi rasanya seperti hadiah dari Tuhan setelah semua yang kita lewati.”Kia

  • Terjebak Pernikahan dengan Duda Dingin   Bab 133

    Langit pagi bersih. Udara segar menyapa dari celah-celah jendela saat Kiara duduk di kursi roda, mengenakan gamis cream longgar dan kerudung instan yang nyaman. Wajahnya masih pucat, tapi matanya lebih hidup dari sebelumnya. Di belakangnya, Samudra berjalan perlahan, mendorong kursi roda itu menuju mobil yang telah menunggu di depan rumah sakit.Cantika berdiri di dekat pintu mobil, melambaikan tangan dengan semangat. “Mama, ayo cepat pulang! Aku udah bersihin kamar Mama dan nambahin bunga kesukaan Mama!”Kiara tersenyum. Senyum yang belum sepenuhnya pulih, tapi tulus. “Bunga kesukaan Mama? Yang mana?”Cantika mengedipkan mata. “Rahasia. Tapi nanti Mama ingat sendiri deh!”Mobil melaju tenang di antara hiruk-pikuk kota yang mulai ramai. Di bangku depan, Samudra sesekali melirik ke belakang, memastikan istrinya nyaman. Sementara Cantika duduk di samping Kiara, menggenggam tangannya erat.“Aku senang Mama pulang. Rasanya kayak lebaran,” gumam Cantika.Kiara mengusap rambut anak itu deng

  • Terjebak Pernikahan dengan Duda Dingin   Bab 132

    Langit sore mulai meredup saat warna jingga menguasai jendela kamar rumah sakit. Cahaya matahari yang menembus tirai tipis menyorot wajah Kiara yang kini tengah memandangi tangannya—tangan yang tadi digenggam erat oleh Cantika. Wajahnya tampak kosong, namun dalam sorot matanya mulai tumbuh gelisah yang tidak bisa ia jelaskan.“Mama haus? Aku ambilin minum ya,” ucap Cantika yang masih duduk di tepi ranjang.Kiara mengangguk pelan. Begitu Cantika turun dari ranjang, Kiara menatap punggung gadis kecil itu—perlahan, samar, ada percikan rasa hangat dalam dadanya yang tak mampu ia pahami sepenuhnya. Perasaan itu aneh, seperti kerinduan yang tak tahu asal.Samudra menutup laptopnya dan beranjak mendekat. Ia meletakkan laptop di meja kecil, lalu duduk di kursi tepat di samping tempat tidur Kiara.“Kiara...” panggilnya dengan nada hati-hati.Wanita itu mengalihkan pandangannya, menatap pria yang katanya adalah suaminya. Tatapan mereka bertaut sesaat. Tak ada kata yang langsung terucap, hanya d

  • Terjebak Pernikahan dengan Duda Dingin   Bab 131

    Sudah tiga hari sejak Kiara sadar, Samudra dan Cantika tetap setia mendampingi meskipun wanita itu masih belum bisa mengingatnya. Komunikasi mereka juga sudah lumayan baik meski Kiara seperti masih menjaga jarak pada Samudra. Sepulang sekolah, Cantika akan selalu minta diantar ke rumah sakit untuk mendampingi dan menghibur Kiara. Kali ini dia bahkan membawa album foto-foto kebersamaan mereka untuk membuat Kiara percaya jika mereka adalah keluarga. "Mama gimana kabarnya hari ini? Apa sudah tidak ada yang sakit lagi?" Cantika duduk di kursi yang ada di samping brankar dengan sebuah album foto di tangan.Kiara mengulas senyum lalu berusaha untuk duduk. Hanya dengan gadis kecil ini dia bisa berbicara banyak meskipun kadang hanya membicarakan hal-hal random. "Aku, baik. Sudah mendingan kok."Cantik membuka album yang dibawa di hadapan Kiara. Wanita yang masih mengenakan baju pasien itu menatap benda itu dalam diam. Lembar pertama menampilkan foto Cantik dan Kiara yang sedang duduk di ay

  • Terjebak Pernikahan dengan Duda Dingin   Bab 130

    "Bagaimana kondisi istri saya, Sus?"Perawat itu tersenyum. "Alhamdulillah, pasien sudah sadar tapi ..." Ia menggantung kalimatnya. "Tapi kenapa, Sus?""Pasien mengalami amnesia.""Apa?!"Kiara menatap ke sekeliling. Ruangan serba putih dan infus serta sekantong darah mengalir melalui selang yang tertancap di lengan kirinya. Pandangannya mengernyit ketika menatap seorang pria tampan yang berdiri di sisi brankar. Ia mencoba untuk menggali ingatannya tentang pria ini. Namun tak ada satupun informasi yang tersimpan di dalam memorinya. Lalu tatapannya beralih pada Melinda, mamanya Samudra. Kiara semakin bingung karena tidak ada satupun orang yang dikenalnya. Suara seorang gadis kecil yang memanggilnya mama memaksanya untuk mengalihkan pandangan dari wanita paruh baya itu. "Sebenernya siapa mereka semua? Kenapa ada di sini? Di mana ayah dan ibu?" Kiara membatin. Samudra mendekat. Tatapan penuh penyesalan itu semakin membuat otak Kiara seperti benang kusut. Sungguh ia benar-benar tak me

  • Terjebak Pernikahan dengan Duda Dingin   Bab 129

    Samudra segera menghubungi setiap orang yang dikenalnya termasuk kolega bisnis yang dimiliki. Ya segera menyebarkan pengumuman meminta bantuan donor darah untuk sang istri. Sekitar 30 menit berlalu ada beberapa karyawan perusahaan yang datang ke rumah sakit untuk mendonorkan darahnya. Samudra bernapas lega karena akhirnya nyawa sang istri tertolong. Meski demikian Kiara masih dalam keadaan koma. Wanita yang ia cintai itu baru saja melalui masa kritisnya. Berjuta penyesalan berjalan di dalam dada hingga membuat lelaki itu tak berdaya. "Anda tadi aku bisa menahan emosi sedikit saja dan membiarkannya untuk mengistirahatkan tubuhnya dulu, mungkin kecelakaan ini nggak akan pernah terjadi," gumam Samudra. Lelaki itu hanya bisa duduk di ruang tunggu dengan tangan menyangga kepala sambil menunduk. Bayangan kejadian saat mereka berguling-guling di tangga terus berputar-putar di otaknya seperti kaset film. "Ini semua salahku. Ini semua salahku," ucap Samudra berulang sembari menjambak rambut

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status