Share

Bab 5

Author: Cahaya Asa
last update Huling Na-update: 2024-03-15 10:11:56

Kiara terlonjak mendengar ucapan dingin lelaki yang baru saja menjadi suaminya. Jantungnya berdebar kencang ketika sorot mata pria tersebut seperti menembus tubuhnya. Langkah kaki Kiara terasa sangat berat. Tentu saja karena ini adalah malam pertama mereka. Bayangan ritual malam pertama dengan pria yang baru dikenalnya itu membuat aliran darah Kiara perpacu deras bersamaan keringat dingin yang mengucur di seluruh pori-pori kulitnya.b

"Ma-maaf, Tuan saya harus menidurkan Cantika dulu," cicit Kiara.

Suaranya tersangkut di tenggorokan sehingga lebih mirip seperti kucing sedang terjepit. Kiara melangkah masuk dengan kaki gemetar. Ditambah lagi pandangan pria itu terus mengikuti setiap pergerakan Kiara.

Saat Kiara tengah kebingungan hendak melakukan apa, tiba-tiba pria dingin itu melempar bantal dan selimut padanya.

"Kamu tidur di sofa!" ucap Samudra dingin.

"Tap-"

"Kita menikah karena Cantika. Saya lihat dia sangat menyayangimu. Dia juga menjadi lebih ceria setelah bertemu denganmu, jadi saya harap kamu paham dengan situasi ini," lanjut Samudra.

Kiara menghela nafas panjang. Tidak menyangka pernikahannya akan berjalan seperti ini. Tidak ada malam pertama yang indah layaknya pengantin baru sesungguhnya. Kiara harus menerima keadaan ini demi keluarganya. Ya, dia menerima pernikahan ini juga bukan karena cinta melainkan karena tawaran menggiurkan dari sosok yang sudah menghalalkan dirinya tersebut.

Demi bisa membayar biaya rumah sakit sang ayah, juga untuk mempertahankan rumah agar tidak terjual, Kiara rela menikah dengan pria yang tidak dicintai. Namun dia sama sekali tidak pernah berpikir jika dirinya tidak dianggap sebagai istri oleh suaminya.

"Memangnya apa yang sedang kamu harapkan, Kiara? Lelaki itu butuh mama untuk putri kesayangannya. Dan kamu butuh uang untuk kelangsungan hidup keluargamu. Bukankah itu adalah kesepakatan yang bagus? Jangan pernah menuntut lebih," batin Kiara memperingatkan dirinya sendiri.

Dengan senyum tipis, Kiara menerima bantal dan selimut itu. Lalu berjalan menuju sofa untuk membaringkan tubuhnya yang terasa pegal. Beberapa hari ini dia sudah bekerja keras. Dan sekarang ia merasakan tubuhnya sangat letih.

"Kamu mau tidur dengan pakaian seperti itu?" Suara bariton Samudra menghentikan gerakan Kiara.

Wanita berhijab itu menatap dirinya sendiri lalu mendesah pelan. Saking sibuknya memikirkan situasi yang terjadi saat ini, Kiara sampai lupa masih mengenakan pakaian yang sama dengan yang ia pakai saat ijab kabul di rumah sakit tadi.

Tak mau membuat suaminya ilfeel, Kiara segera bangkit menuju tas yang teronggok di sudut ruangan. Hanya ras ransel berisi dua setelah baju karena dia tak sempat untuk membawa lebih dari itu. Semua serba dadakan dan tak ada waktu untuk mempersiapkan semuanya.

Samudra tampak sibuk membalas email dari gawainya ketika Kiara keluar kamar mandi dengan wajah yang lebih segar. Aroma sabun mandi menguar memenuhi indera penciumannya. Bohong jika Samudra tidak mngagumi wajah cantik alami Kiara. Hanya saja dia bukan tipe pria yang mudah tertarik pada wanita.

Lima tahun menduda nyatanya tidak membuat Samudra yang tampan dan sukses menjadi petualang perempuan. Atau seperti pria-pria kaya di luaran sana yang akan membeli wanita sekadar untuk memuaskan kebutuhan biologisnya.

"Ma-maaf, Mas arah kiblatnya sebelah mana ya?" tanya Kiara.

Samudra tergeragap. Dalam hati merutuki kebodohannya yang telah mengagumi wajah sang istri.

"Ya itu sudah benar. Posisimu sekarang sudah menghadap kiblat," jawab Samudra datar.

Kiara lalu menunaikan shalat isya' yang tertunda. Dalam doanya ia selipkan permintaan agar pernikahannya ini sakinah mawadah warahmah. Meskipun pernikahan ini dilakukan bukan atas dasar cinta, tapi bagi Kiara pernikahan tetap harus dijaga sampai maut memisahkan.

Selesai shalat, gadis itu melanjutkan dengan melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Suaranya ia buat sepelan mungkin agar tidak menggangu suaminya yang mungkin sudah tertidur.

Tak bisa dipungkiri, ada sesuatu yang menenangkan menyusup dalam sanubari Samudra. Hanya saja dia memilih diam sambil menikmati lantunan ayat-ayat itu. Sudah cukup lama lelaki bergelar ayah itu melupakan kewajibannya sebagai hamba. Dia sibuk dengan urusan dunia dan cara membahagiakan putri semata wayangnya.

Kini kehadiran Kiara dalam hidupnya sedikit banyak membantu Samudra mengurangi beban sebagai orang tua tunggal. Putri tunggalnya itu adalah prioritas utama dalam hidup. Namun ia tak paham cara membahagiakan buah hatinya kecuali dengan memenuhi seluruh kebutuhan hidup dengan kemewahan. Belakangan ia sadar bahwa yang dibutuhkan Cantika bukan hanya kemewahan, tapi kasih sayang dari orang tua yang lengkap.

"Sudah cukup beribadahnya. Tidurlah, karena mulai besok tugasmu sebagai seorang ibu dimulai. Jangan sampai Cantika kecewa memiliki mama yang tidak perhatian padanya!" ujar Samudra bersamaan dengan ayat terakhir yang dibaca Kiara.

Wanita itu menoleh sekilas lalu mengangguk begitu saja. Sebagai istri baru, tentu Kiara harus belajar memahami karakter suaminya.

"Iya, Tuan."

"Sampai kapan kamu memanggilku dengan sebutan itu? Berasa menikah dengan pembantu saja!" Aura dingin mendadak menguar di dalam ruangan serba hitam itu.

"Ma-maaf, Ma-mas," lirih Kiara kikuk.

"Satu lagi, berhenti mengucap maaf!" Setelah mengatakan hal itu Samudra meletakkan ponselnya di nakas lalu membaringkan tubuhnya membelakangi Kiara yang masih terpaku di tempatnya.

Kiara hanya bisa menghela nafas panjang dengan sikap suaminya. "Ini baru permulaan, Kiara. Kamu harus kuat," batinnya.

***

"Selamat pagi cantiknya Mama," bisik Kiara di samping telinga Cantika yang masih tertidur pulas.

Mendengar suara lembut dari Mama barunya, Cantika mengerjap-ngerjapkan matanya. Seketika senyumnya mengembang melihat wanita yang ia sayangi sudah ada di sampingnya.

"Mama! Ini beneran ya? Berarti Cantika nggak mimpi punya Mama baru?" Gadis kecil itu langsung melompat dalam pelukan Kiara.

"Iya, Sayang. Ini bukan mimpi. Mandi yuk! Katanya mau ikut lomba," ucap Kiara sembari menjawil hidung Cantika yang mancung seperti papanya.

"Tapi dimandiin Mama ya?" Kedua bola mata Cantika berbinar-binar memandang Kiara yang begitu dekat.

Gadis itu bahkan tidak mau melepas tangannya dari leher Kiara seolah takut ditinggal pergi. Tak hanya itu, Cantika juga menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Kiara yang tertutup khimar.

"Mama wangi," celetuk Cantika sembari terus mengendus-endus Kiara membuat gadis berhijab itu kegelian sendiri.

Tanpa mereka ketahui, dibalik pintu yang terbuka sedikit ada sosok yang mengamati dari tadi. Melihat kedekatan buah hati dengan mama barunya itu membuat hati Samudra menghangat.

"Mama senang akhirnya Cantika bisa tersenyum lagi," ujar Melinda yang entah sejak kapan juga sudah berdiri di ambang pintu. Tangan wanita paruh baya itu mengelus bahu putranya.

"Dia wanita yang baik. Jangan sia-siakan dia apapun alasan kamu menikahinya," bisik Melinda lalu pergi meninggalkan Samudra yang masih betah di tempatnya.

Entah terbuat apa hati pria itu. Meski sudah nampak di depan mata sang buah hati begitu bahagia bersama Kiara, tapi hatinya masih belum bisa menerima wanita itu. Tak ada getaran saat mata saling bertatap. Tak ada sengatan saat kulit saling bersentuhan. Meski hanya sekali saat bersalaman setelah ijab qabul kemarin.

"Papa!" Samudra urung membalikkan badan saat suara putrinya memanggil.

"Sini masuk! Lihat Mama menguncir rambut cantik! Bagus nggak, Pa?" Gadis kecil itu meminta pendapat papanya atas penampilan barunya.

"Iya, bagus. Cantika selalu cantik dalam kondisi apapun," jawab Samudra datar.

"Kalau Mama cantik nggak, Pa?"

Spontan sepasang pengantin baru itu saling tatap.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Terjebak Pernikahan dengan Duda Dingin   Bab 121

    "Kamu sudah menghancurkan rumah tanggaku sekali. Jangan harap kamu bisa mengahncurkannya sekali lagi. Dasar pem.bu.nuh!" Kiara tak lagi menahan diri untuk meluapkan emosinya. Selain lama ia mencoba untuk melupakan semua kisah pilu masa lalunya. Namun dengan berani dan percaya diri wanita penyebab kehancuran rumah tangganya justru kembali dan ingin merebut kembali seseorang yang pernah ia rebut. Kedua mata Paurina membelalak. Kedua tangannya terkepal di atas meja dengan sorot mata tajam. "Aku bukan pembunuh!" teriaknya tanpa sadar hingga beberapa pengunjung kafe yang sedang menikmati sarapan menoleh padanya. "Kamu merebut suamiku lalu dengan sengaja menabrakku hingga aku keguguran dan kehilangan bayiku. Apa namanya kalau bukan pembunuh?" Suara Kiara tidak terlalu keras, tapi ia menekan setiap kata hingga membuat orang-orang yang mulai penasaran menatapnya dengan tatapan ingin tahu. Paurina samakin emosi. Tangannya terangkat hendak melayang ke pipi Kiara. Spontan kedua mata Kiara la

  • Terjebak Pernikahan dengan Duda Dingin   Bab 120

    Mendadak Kiara mengingat bahwa ada Liana diantara mereka. Spontan ia menyenggol sepatu Damian dengan sepatunya untuk tidak melanjutkan berbicara lagi. Damian paham. Dia langsung fokus pada pembahasan utama lagi. Namun sebuah notif pesan di HP Kiara membuyarkan konsentrasi keduanya. Kiara termenung di balkon kamarnya. Merasakan lembutnya angin menerpa kulit wajahnya yang polos tanpa make up. Sepulang dari kantor tadi, sikap Kiara memang berubah pendiam. Samudra hanya diam. Bukan karena tak peduli pada sang istri. Dia hanya bingung saja dengan situasi ini. Tadi siang waktu di kantor masih baik-baik saja tapi sekarang wanita yang sudah menduduki kita pada hatinya itu mendadak diam seribu bahasa.Ketika di rumah Samudra memilih untuk menyibukkan diri di ruang kerja sembari membiarkan sang istri menikmati waktu sendiri. Berulang kali Kiara menarik nafas panjang seolah ingin membuang sesak yang menghimpit dadanya. Isi pesan misterius tadi siang benar-benar sudah menjajah kepalanya sehingg

  • Terjebak Pernikahan dengan Duda Dingin   Bab 119

    Kiara memutar otaknya dengan cepat untuk meredam kecemburuan suaminya. Dia tahu apa yang dilakukan Damian kali ini memang terlalu nekat. Namun ia juga tak berani untuk menegurnya terlebih orang itu adalah Damian. "Mas, Kami mau ada meeting sebentar lagi. Hanya saja Kak ... eh Pak Damian datang terlalu pagi sehingga membawa sarapan. Bu-bukankah begitu, Pak?" Kiara menatap Damian dengan tatapan seolah meminta dukungan. Beruntung Damian sangat mengenal dan memahami Kiara. Sehingga kode melalui tatapan mata itu bisa ditangkap dengan mudah. "Ya. Kebetulan saya menginap di hotel dekat sini. Jadi karena saya malas sarapan sendiri saya sengaja membawa sarapan banyak ke sini. Mari Pak Samudra, kita bisa sarapan bersama." Damian menunjuk sofa yang kosong untuk ditempati Samudra. "Tadinya saya mau meminta tolong sekretaris Kiara ... Bu Kiara untuk memanggilkan anda. Tapi Anda sudah di sini."Damian mengatakan itu dengan sangat tenang. Berbeda sekali dengan Kiara yang tampak gugup. Andai Kiar

  • Terjebak Pernikahan dengan Duda Dingin   Bab 118

    Pagi ini udara terasa segar. Aroma hujan sisa-sisa semalam masih terasa. Mentari pagi malu-malu menampakan diri di balik celah dedaunan. Kiara sudah siap untuk berangkat ke kantor bersama dengan suaminya. Sedangkan Cantika untuk hari ini langsung aja diliburkan mengingat peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini. Kedua orang tua gadis kecil itu merasa situasi belum aman untuk melepaskan buah hati mereka kembali ke sekolah. Tadi pagi selepas salat subuh Kiara menceritakan pesan ancaman yang ia terima semalam kepada suaminya. Dan akhirnya diputuskanlah bahwa Cantika tidak di sekolahkan di sekolah umum lagi melainkan homeschooling dengan mengundang guru privat ke rumah. Awalnya bocah kecil itu menolak karena dengan sekolah di rumah pasti tidak bisa bertemu dengan teman-temannya. Namun setelah diberi pengertian akhirnya dia mau menerima walaupun dengan berat hati. "Papa sama Mama berangkat dulu ya sayang. Cantik baik-baik di rumah. Dua hari ini nanti bebas bermain apa saja di rumah sambil

  • Terjebak Pernikahan dengan Duda Dingin   Bab 117

    "Kamu nggak papa, Sayang?" tanya Samudra tanpa bisa menyembunyikan kepanikan dari wajah tampannya.Kiara terbengong-bengong melihat sikap suaminya yang tidak biasa. Hingga suara Cantika yang menginterupsi mereka membuat kesadaran Kiara kembali. "Papa, tadi kita melihat orang yang seperti tante jahat!"Samudra langsung menatap sang buah hati dengan tatapan tak kalah khawatir. Lalu menoleh lagi pada sang istri dan bertanya melalui tatapan mata. "Mending kita masuk dulu deh, Mas," usul Kiara. Samudra mengangguk. Benar apa yang dikatakan sang istri. Saking paniknya mendengar laporan dari salah satu anak buah yang mengawal Kiara, Samudra sampai lupa kalau mereka masih berada di luar rumah. Akhirnya mereka masuk ke rumah beriringan. Sementara Cantika berlari lebih dulu karena sudah tak sabar untuk membuka barang-barang yang dibelinya.Sesampainya di ruang tengah, Samudra meminta ART untuk membuatkan minum untuk mereka berdua. Ia duduk di samping sang istri yang masih terlihat sedikit sho

  • Terjebak Pernikahan dengan Duda Dingin   Bab 116

    Paurina menatap Kiara dengan senyum sinis. Namun dia mencoba untuk menebalkan muka demi tujuan yang ingin dicapai. Dia duduk di kursi yang berhadapan dengan Kiara meski tahu wanita berhijab itu tampak keberatan. "Maaf ya, sepertinya kita tidak seakrab itu hingga menghabiskan waktu bersama." Entah kenapa Kiara merasa jengkel dengan wanita di hadapannya ini. Paurina kembali menebar senyum andalannya. Senyum kepura-puraan yang hanya dirinya dan Tuhan yang tahu kalau dirinya tidak tulus. "Kalau begitu gimana kalau mulai sekarang kita berteman?" Paurina mengulurkan tangan. "Namaku Paurina, Kamu bisa panggil aku Rina."Kiaw menatap tangan yang terulur di hadapannya. Tidak langsung menerima uluran itu. Namun ia menatap gelang yang melingkar di tangan wanita berambut blonde itu. Kedua matanya membola saat mengenali gelang tersebut. Itu adalah gelang yang dibeli suaminya dulu. Gelang yang sama yang membuatnya salah paham karena ternyata bukann dibelikan untuknya. Perasaan Kiara menjadi sem

  • Terjebak Pernikahan dengan Duda Dingin   Bab 115

    Kedua mata wanita itu membola mendengar permintaan itu. "Kau!"Bukannya takut, lelaki yang sangat berkuasa itu justru tersenyum misterius. Di kepalanya sudah tersusun banyak rencana untuk membuat wanita di hadapannya ini takluk di bawah kekuasaannya. Walaupun sebal tapi wanita yang kini bernama Paurina itu harus menyetujui demi terwujudnya keinginan. Dendam, kebencian dan obsesi sudah membutakanya hingga menghalalkan segala cara. Tak peduli jika dia harus mengorbankan orang lain yang tak berdosa. "Bagus. Itu baru wanitaku!" Lelaki berkuasa itu bangkit lalu menyeret tangan Paurina untuk mengikutinya. Luasnya rumah ini membuat Paurina harus menghafal setiap lorong yang mirip labirin itu. Salah belok bisa membuatnya tak bisa keluar dari sana. Namun jika dia jeli setiap lorong memiliki ciri khas tertentu. Namun hanya pemilik rumah dan para pekerja yang mengetahuinya. "Kita mau ke mana?" Paurina, wanita yang wajah cantiknya merupakan hasil operasi plastik itu tak bisa menolak. Meski da

  • Terjebak Pernikahan dengan Duda Dingin   Bab 114

    "Kak Dam, kenapa baru muncul sekarang. Bukankah dulu kamu sudah berjanji untuk selalu ada untukku jika aku mengalami kesulitan?" Entah mengapa dada Kiara merebak. Di saat seperti itu, pintu ruangannya terbuka. Buru-buru Kiara mengusap pipinya yang basah. Mengingat setiap momen masa kecilnya membuat wanita itu tak bisa menahan haru. Setelah beratus purnama terpisah, kini mereka dipertemukan lagi dengan kondisi Kiara yang sudah memiliki suami. "Sayang, mau makan siang ke luar atau pesan antar saja?" Samudra masuk dengan senyum mengembang di bibirnya. Kiara yang menatapnya dengan tatapan kosong karena sedang memikirkan temn masa kecilnya terkesiap mendengar suara suaminya. Seketika dia mengucapkan istighfar dalam hati berkali-kali karena telah memikirkan lelaki lain. "Kayaknya makan di kantor aja deh, Mas. Pesan antar aja ya? Soalnya habis jam makan siang ada meeting lagi." Kiara menutup laptopnya lalu berjalan menuju ke sofa sambil meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja. Lal

  • Terjebak Pernikahan dengan Duda Dingin   Bab 113

    Wanita itu segera berkutat dengan deretan angka yang membuat pusing kepala bagi yang tidak memahaminya. Namun Kiara sepertinya sangat menikmati pekerjaan sebagai CFO ini hingga tak terasa jarum jam sudah menunjukkan pukul 08.50. Liana kembali masuk."Sudah waktunya meeting, Bu."Kiara mendongak lalu merentangkan kedua tangannya yang mulai pegal. "Ah, iya. Ayo!"Kiara berjalan mendahului Liana. Saat memasuki lift, ternyata di dalam lift ada seseorang yang menatapnya dengan tatapan intens.Kiara menggeser tubuhnya hingga mepet ke dinding lift, sementara Liana berada di belakangnya. Pria yang sudah beberapa kali bertemu dengan Kiara itu memilih diam dan hanya melirik sekilas padanya. Pun dengan Kiara, dia hanya mengangguk hormat sebagai sapaan.Tak butuh waktu lama lift berhenti di lantai 13. Di lantai inilah ruang meeting dan aula berada. Kiara keluar lebih dulu diikuti oleh asistennya. Tak berselang lama lelaki dengan penampilan bak eksekutif muda itu juga keluar. Dia berusaha untuk me

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status