Share

Bab 6 Emosi Erland

Bara tiba-tiba saja datang dari kamarnya, dia menatap Alland dan Vindy dengan penuh kemarahan. Vindy mundur beberapa langkah, saat Bara mulai berjalan kearahnya. Vindy tidak tahu apa maksud dari Bara, dengan mendekati dirinya seperti ini, menimbulkan rasa takut yang dalam dihatinya. Erland mengerti dengan isyarat tatapan mata Vindy, dengan gerakan cepat dirinya sudah berhadapan dengan Bara. Allard yang merasakan suasana hati Alland yang penuh emosi dan kemarahan langsung mendekat, Carlina juga mendekati Bara. Saat ini ketiga pria dan dua wanita saling berhadapan, Bara tersenyum nakal pada Vindy. Vindy langsung bersembunyi dibalik tubuh kekar, seorang Erland Dallin Harrison. Erland memberikan isyarat kepada Vindy, untuk masuk ke dalam mobil mewah miliknya. Vindy yang mengerti isyarat tersebut, cepat-cepat masuk ke dalam mobil.

Erland kembali menatap Bara, kedua tangannya mengepal kuat. "Jangan menatapnya seperti itu. Kau tahu dia tidak nyaman saat ditatap olehmu!"

Bara tersenyum menyeringai. "Aku akan mengambil dia dari dirimu. Setelah itu akan ku hancurkan dirimu untuk kedua kalinya."

Erland menatap sinis Bara. "Kau tidak akan berhasil. Aku lebih kuat darimu sekarang, kita lihat saja nanti!"

Erland menatap kedua orangtuanya, Allard dan Carlina mengangguk lalu Erland pun masuk ke dalam mobil.

"Hati-hati nak. Jaga Vindy dengan baik!" tegas Allard dan Carlina.

Erland mengangguk dan tersenyum tipis. "Aku berjanji."

Erland pun melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, meninggalkan kedua orangtuanya.

***

Di dalam mobil keadaan menjadi hening, Vindy masih memikirkan kejadian tadi saat Bara ingin mendekatinya.

"Tenanglah. Semuanya akan baik-baik saja dan kamu aman bersamaku," ujar Alland.

Vindy tersenyum tipis, hingga dia tidak menyadari bahwa Alland membawanya ke Cafe.

"Ayo turun. Segelas Cappucino hangat dan Redvelvet pasti akan mengembalikan suasana hati yang tidak baik-baik saja,” ujar Alland.

"Apakah tidak berlebihan, Tuan Harrison?" tanya Vindy pelan.

"Tentu saja tidak. Jangan memanggilku dengan sebutan Tuan karena saat ini kita diluar kantor," balas Alland.

Vindy akhirnya menurut dan mereka masuk ke dalam Cafe.

Suasana di dalam Cafe tersebut sangat ramai, hingga dalam sekejap keduanya sudah menjadi bahan perhatian. Alland mengusap bahu Vindy, agar gadis itu merasa tenang.

"Abaikan saja. Kita duduk di sana di dekat kolam," ujar Alland.

Keduanya telah duduk bersama di meja dekat kolam, Vindy tersenyum melihat ikan-ikan yang berenang dengan lincah. Alland hanya tersenyum, dia berhasil mengalihkan suasana hati gadis dihadapannya. Tak lama kemudian pelayan datang, Alland mulai memesan makanan dan minuman untuk dirinya dan Vindy. Pelayan itu sudah pergi, meninggalkan pasangan romantis dihadapannya.

"Saya boleh tanya sesuatu padamu?" tanya Alland membuka pembicaraan.

"Tentu saja," balas Vindy.

"Apa kamu sudah punya kekasih?" tanya Alland.

Pertanyaan yang dilontarkan oleh pria dihadapannya itu, membuat Vindy terkejut bukan main. Vindy hanya diam saja, membuat pria itu merasa bersalah karena menanyakan hal yang sangat sensitif.

"Maaf. Seharusnya saya tidak mengatakan pertanyaan itu," ujar Alland.

"Tidak apa-apa. Saya belum memiliki pasangan,” balas Vindy.

Alland tersenyum senang tanpa sepengetahuan Vindy.

"Kenapa tidak punya kekasih?" tanya Alland.

"Sebenarnya belum ada pria yang mampu menarik perhatian saya," balas Vindy.

Alland mengangguk paham dan Vindy hanya diam.

"Sebenarnya anda adalah pria yang mampu merebut perhatian dan hati saya. Aku tidak punya keberanian untuk mengatakan hal itu padamu, status kita berbeda," batin Vindy.

Suasana berubah menjadi hening seketika, hingga tak lama kemudian pelayan itu datang.

"Tuan. Ini pesanan anda dan selamat menikmati," ujar pelayan itu.

Alland hanya membalas dengan anggukan kepala, lalu memberikan segelas Cappucino hangat dan sepiring Redvelvet kepada Vindy.

"Makanlah," ujar Alland.

Vindy hanya mengangguk dan dia gugup bukan main, detak jantungnya berdetak tiga kali lebih kencang. Vindy memotong kue itu dengan garpu dan sendok.

"Makanlah dengan tenang. Jangan gugup seperti itu dan aku tidak akan memakan dirimu jadi kamu tidak perlu takut," ujar Alland.

Vindy menunduk malu, dia ketahuan oleh Alland. Alland tersenyum menyeringai dan tersenyum tipis.

"Ya aku tidak akan memakan kamu saat ini. Aku akan mencari waktu yang tepat untuk melamar dirimu dan menghalalkan kamu. Setelah itu aku pasti memakan dirimu, hingga benih-benih lucu itu hadir dalam kandungan mu."

Alland tersenyum hangat membayangkan hal tersebut.

Mereka menghabiskan waktu bersama di Cafe itu, hingga tidak menyadari bahwa waktu sudah menunjukkan pukul setengah lima sore.

"Sudah sore. Ayo saya hantarkan kamu pulang," ujar Alland.

Vindy mengangguk dan mereka pun pergi.

Di sisi lain...

Alland sudah sampai di Mansion milik peninggalan keluarga Vindy, Vindy membuka pintu mobil dan berpamitan kepada Alland. Alland mengangguk dan memerintahkan Vindy untuk segera masuk, Alland memastikan bahwa Vindy sudah masuk ke dalam dan tak lama kemudian pria itu pun pergi.

Di dalam kamar...

Vindy sudah selesai membersihkan dirinya, Vindy kembali tersenyum saat mengingat kebersamaan dirinya dengan Alland di Cafe tersebut. Hatinya terasa berbunga-bunga, dia ingin mengatakan pada pria itu tentang perasaannya, akan tetapi ia terlalu takut akan penolakan. Alland akan menjadi cinta pertamanya, sekaligus sebagai cinta terakhirnya hingga ajal menjemput dirinya. Sebelum Vindy sama sekali tidak pernah dekat dengan pria, tetapi setelah bertemu dengan Alland semuanya berubah begitu saja. Cinta kepada pria itu tumbuh begitu cepatnya, tanpa ada hambatan sedikitpun.

Vindy memutuskan untuk menikmati makanannya, pikirannya tetap terbayang akan ketampanan seorang Alland Edbert Edric.

"Aku tidak sabar bertemu dengan kamu lagi besok."

Vindy pun kembali fokus menikmati makanannya.

***

~ Mansion Alland ~

Alland tampak sedang sibuk mengurus berkas-berkas dihadapannya, pikirannya terus terbayang pada Vindy. Alland tersenyum hangat, saat bayangan Vindy menari-nari dipikirannya. Alland menghela nafas panjang, lalu mengambil ponsel miliknya. Alland menatap poto Vindy dan memeluknya dengan erat, dia jatuh cinta kepada wanita untuk pertama kalinya. Saat sedang asik menikmati bayangan Vindy, tak lama kemudian ponsel miliknya berdering dengan sangat kencang.

"Menganggu saja," ujar Alland.

Alland mengangkat teleponnya dan terdengarlah suara tegas Allard.

"Kamu sedang apa nak?" tanya Allard.

"Mengurus berkas-berkas kantor dan memikirkannya," balas Alland.

"Memikirkan siapa?" tanya Allard.

"Memikirkannya," balas Alland.

Allard hanya menghela nafas panjang diseberang sana, putranya tidak mau memberikan informasi padanya.

"Memikirkan siapa nak. Daddy penasaran dan cepat beritahu," ujar Allard dengan nada memaksa.

"Sikapmu tidak pernah berubah, Daddy. Selalu saja memaksa dan sepertinya Daddy sudah pernah bertemu dengannya," ujar Alland.

Allard terkekeh geli, ternyata Alland sangat baik mengenalnya.

"Baiklah, Alland. Daddy tahu siapa yang kamu maksud," ujar Allard.

"Sekarang pertanyaannya adalah, apa kamu bisa bantu Daddy mengelola Perusahaan?" tanya Allard.

"Tidak, Daddy. Aku sibuk mengelola Perusahaan diriku sendiri dan itu sangat penting buatku. Bukankah ada dia pewaris mu?" tanya Alland.

"Dia tidak bisa diharapkan, Alland. Aku kira putra pertamaku itu bisa membawa Perusahaan Daddy lebih kuat, tapi nyatanya dia malah sibuk bercinta dengan wanita," balas Allard.

"Apa dia memang anakmu?" tanya Alland.

"Apa yang kamu katakan nak. Dia kakak mu tentu saja," balas Allard.

"Tapi aku curiga bahwa dia bukan anakmu yang sebenarnya. Bahkan perilakunya berbeda jauh darimu," ujar Alland, "Aku curiga bahwa kakak ku yang sebenarnya tertukar dengan anak orang lain!"

Alland langsung memutuskan sambungan teleponnya, dia memberikan waktu pada Allard untuk berfikir jernih.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status