Home / Romansa / Terjebak Sandiwara Bos Besar / 9. Tanda yang tidak disadari

Share

9. Tanda yang tidak disadari

Author: Amegatari
last update Last Updated: 2023-12-02 13:12:20

“Ada apa Gio?”

“Tidak, bukan apa-apa… .”

“Kenapa tidak diangkat?”

“Ehmm, bukan sesuatu yang penting.”

Lita memandang Gio dengan ekspresi heran. Ia sempat melihat sekilas nama kontak dari seseorang yang menelepon Gio.

‘Yang menelepon itu bosnya yang lain ya? Apa dia jadi gugup karena sedang di kantor?’ gumam Lita dalam hati.

“Aku akan pura-pura tidak dengar, kamu angkat saja sepertinya penting, dari bos mu yang lain kan?”

Gio tiba-tiba terlihat semakin gugup setelah mendengar ucapan Lita. “Kalau begitu saya permisi dulu.”

Dahi Lita mengernyit, ia tidak mengerti kenapa Gio tampak begitu gugup. ‘Apa pekerjaan lainnya dia itu berkaitan dengan hal rahasia jadi dia takut begitu?’

/Tok..tok../

“Ya silakan masuk.”

Seorang perempuan berkacamata bundar muncul dari balik pintu. Ia adalah editor eksekutif baru yang akan sering bekerja dengan Lita secara langsung.

Perempuan tersebut menyampaikan dokumen dan pesan dari pimpinan redaksi baru yang meminta Lita untuk ke ruangannya.

Setelah menyampaikan hal tersebut, perempuan itu langsung pergi. Meski tersenyum saat sedang berbicara, entah kenapa Lita merasakan tatapan yang tidak menyenangkan dari perempuan itu, tapi ia tidak ingin memikirkannya lebih jauh.

Kakinya melangkah pelan menuju ruang pimpinan redaksi yang baru. Disana terdapat beberapa wajah yang baru pertama kali dilihatnya.

“Kalau begitu kami permisi dulu,” ucap pria berambut panjang. Pria itu mengangguk ke arah Lita sebelum pergi bersama dengan rekan lainnya.

'Mereka juga karyawan baru pilihan dirut?' gumam Lita dalam hati.

“Bagaimana pekerjaan mu di posisi baru, Litara? Ada yang masih membuat mu bingung?”

Panggilan nama dari Fani sebenarnya membuat Lita merasa tidak nyaman, tapi ia tidak ingin protes ke pimpinan redaksi hanya karena nama panggilannya.

“Tidak, saya sudah cukup mengerti, jika ada yang tidak saya paham, saya akan langsung bertanya… .”

Fani mengangguk lalu mengeluarkan beberapa lembar kertas dari laci mejanya. “Ada topik khusus yang dipesan… .”

Lita meraih lembaran kertas tersebut lalu membacanya dengan teliti. Ia bisa langsung paham apa yang dimaksud oleh Fani. “Baik…”

“Ada satu hal lagi, sebenarnya aku tidak enak meminta ini ke kamu…,” ucap Fani sambil menatap lurus ke arah Lita.

“Pekerjaan khusus?”

Perempuan berkuncir satu itu tertawa kecil. “Tidak, aku sebenarnya diminta untuk ikut menyiapkan penyambutan dirut pada pertengahan Januari nanti, tapi saat itu aku ada urusan lain dan tidak bisa hadir, jadi aku ingin minta tolong kamu untuk menggantikan ku.”

‘Pertengahan Januari? Sekitar satu setengah bulan lagi ya?’ gumam Lita dalam hati.

“Hmmm atau kamu sudah ada acara juga?” tanya Fani lagi.

“Tidak kok, saya siap saja.”

Fani tersenyum. “Terimakasih, aku sebenarnya sempat bingung harus meminta tolong siapa untuk menggantikan.”

“Apa ada hal yang perlu saya lakukan saat penyambutan?”

“Tidak, kamu hanya perlu hadir di ruang pertemuan, semuanya sudah diurus oleh yang lain jadi kamu tidak perlu melakukan apa pun.”

Lita mengangguk meski ia sebenarnya tidak ingin menerima permintaan dari Fani karena tidak begitu senang bertemu dengan para jajaran eksekutif perusahaan.

Ia baru keluar dari ruangan tersebut setelah berbincang sebentar. ‘Dirut yang akan datang Januari nanti itu yang dimaksud Dini sebelumnya ya?’

“Jangan menghubungi ku lagi, ren!”

Langkah kaki Lita terhenti saat mendengar suara Gio. Ia menoleh dan melihat pria itu hampir melempar ponselnya.

Tatapan keduanya bertemu tapi Gio segera mengalihkan pandangannya dan menghentikan niatnya. Ponsel yang ada di tangan ia masukkan kembali ke dalam saku.

“Kamu baik-baik saja?” tanya Lita yang sudah mendekat ke arah Gio.

“Ehmm, sedikit emosional,” jawab Gio sambil tersenyum miris.

Lita melihat jam tangannya, memastikan sisa waktu istirahat yang ada. “Mau ku belikan makanan manis? Kata orang itu bisa membuat perasaan membaik.”

Gio hanya diam selama beberapa waktu dengan ekspresi yang waktu itu Lita lihat di taman. ‘Lagi-lagi ekspresi bersalah itu… Dia sebenarnya kenapa?’

“Tidak mau?” tanya Lita memastikan.

“Ehmm, selera saya ini mahal, apa tidak apa-apa?” balas Gio dengan ekspresi yang lebih tenang.

Dahi Lita mengernyit. “Sepertinya di kantin tidak ada makanan manis yang mahal… .”

Pria di depan Lita tertawa. “Kalau begitu traktir saya makan siang saja.”

“Okay, ayo.”

Perempuan berambut panjang itu melangkah lebih dulu kemudian diikuti Gio yang segera berjalan di sampingnya.

Keduanya mengobrol tentang hal lain. Lita tidak menanyakan tentang apa yang sedang dihadapi Gio dan hal tersebut membuat pria itu justru merasa lebih tenang.

Sikap Lita yang seolah bisa memahami orang lain tersebut membuat Gio semakin merasa bersalah.

“Kamu bisa memilih makanan yang kamu suka,” ucap Lita membuyarkan lamunan Gio.

Pria berkacamata tersebut tersenyum. “Saya pesan gado-gado aja.”

Lita memandang ke arah Gio sejenak. ‘Apa itu memang makanan kesukaannya atau dia tau kalau itu makanan kesukaan ku?’

Melihat Lita yang tampak bingung, Gio tertawa kecil. “Saya suka makan sayur atau makanan yang ada protein karena saya menjaga keseimbangan gizi.”

“Aku tidak bertanya tentang itu,” sahut Lita sambil tertawa.

Gio hanya tersenyum lalu mulai memesan makanan dan menyuruh Lita untuk mencari tempat duduk lebih dulu.

Pria itu membawakan makanan yang sudah dipesan ke Lita yang sedang duduk sambil tersenyum saat sedang melihat ponselnya.

“Saya jadi tidak enak makan berdua begini… Nanti pacar mu bisa membunuh saya dengan tatapannya,” ucap Gio sambil meletakkan makanan di hadapan Lita.

Perempuan bermata coklat itu tertawa. “Dia tidak sekejam itu.”

Ekspresi perempuan itu terkejut saat melihat tambahan lauk di piringnya. “Gio… .”

“Kamu harus makan yang banyak karena beban kerja mu lebih banyak.”

Lita tersenyum lalu geleng-geleng kepala. “Jadi, berapa semuanya?”

“Entah, saya lupa harganya.”

“Gio, kan aku yang mau traktir.”

Pria berkacamata itu tersenyum. “Saya merasa terhibur, jadi biarkan saya yang mentraktir.”

“Terhibur? Aku tidak sedang menghiburmu…”

Gio hanya tertawa tanpa membalas ucapan Lita. Ia mulai makan dengan tenang sambil tersenyum.

/Drrrttt…/

Tangan kirinya meraih ponsel sedangkan tangan kanan Gio masih fokus menyuapkan makanan ke mulutnya.

Ekspresinya berubah saat melihat layar ponselnya. Ia melirik ke arah Lita sejenak tapi perempuan tersebut sudah terlanjut melihat ke arahnya.

“Angkat saja, aku tidak akan mencuri dengar,” ucap Lita yang kemudian fokus dengan makanannya.

Gio sempat ragu untuk menjawab panggilan tersebut tapi ponselnya terus berbunyi.

/Klik… /

“Ya bos?”

“Apa yang sedang kamu lakukan?”

*****

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak Sandiwara Bos Besar   125. Firasat

    Hembusan angin sore itu membawa aroma hujan. Tidak lama setelah itu gerimis turun. Namun kedua orang itu tidak beranjak dari tempatnya duduk.Meski tidak terkena air hujan langsung, percikan air yang terbawa angin tetap mengenai keduanya. Udara yang semakin dingin itu mulai merasuk ke pori-pori kulit.Ardan memandang ke arah lain dengan ekspresi kosong. Ia kembali teringat percakapan putranya dan Lita beberapa saat yang lalu.Kenyataan bahwa Alen lebih ingin bersama Lita semakin membuatnya tersadar bahwa perannya sebagai ayah selama ini sangatlah buruk.Kalimat yang diucapkan oleh Alen menjadi lebih terasa menyakitkan karena ia sangat menyayangi putranya. Namun meski hatinya terluka, Ardan tetap menginginkan hal yang terbaik untuk putranya.Lita mengeratkan tangannya tanpa bisa menjawab perkataan Ardan. Ia hanya menatap wajah pria itu dengan ekspresi cemas.“Jangan memberitahu Alen dulu, aku akan berbicara dengannya di waktu yang sudah ditentukan. Kita lakukan seperti biasa sampai wak

  • Terjebak Sandiwara Bos Besar   124. Situasi tidak terduga

    Selama beberapa hari Lita terus memikirkan apa yang sudah dikatakan oleh Alen. Meski sikap Alen kembali seperti semula, perempuan itu masih merasa cemas.Ia masih belum mengatakan apa pun ke Ardan. Namun seminggu setelah liburan itu Lita akhirnya mulai memikirkan niatnya untuk berhenti bekerja supaya fokus mengurus Alen saja.Tentu saja ia masih perlu menyelesaikan pekerjaan yang ada dan membuat keadaan stabil lebih dulu. Ia tidak bisa begitu saja meninggalkan tanggungjawabnya pada orang lain.Lita menghela nafas lagi. Ia meijat dahinya pelan. Sikapnya itu sejak tadi diperhatikan oleh Ardan, tapi perempuan itu tidak menyadarinya.Ardan sendiri sempat merasa Lita dan Alen menjadi agak berbeda setelah berkunjung ke taman hiburan minggu lalu, tapi pria itu tidak sempat bertanya.Tidak hanya tentang itu. Kejadian-kejadian sebelumnya pun tidak dibicarakan lagi dan dibiarkan menumpuk begitu saja. Hal tersebut membuat Ardan merasa canggung untuk memulai percakapan.“Apa ada masalah?” tanya A

  • Terjebak Sandiwara Bos Besar   123. Penawaran tidak terduga

    Suasana sore hari di taman hiburan itu menjadi mendung tiba-tiba. Bianglala itu masih tidak bergerak. Semuanya seolah terhenti di saat yang bersamaan.“Alen? Apa maksud mu?” tanya Lita tergagap.Bocah kecil itu tersenyum tapi ekspresinya terlihat sangat sedih. Alen terlihat ragu, seperti sedang memikirkan apakah ia akan melanjutkan perkataannya atau tidak.Matanya mulai berkaca-kaca karena membayangkan kehidupan dimana Lita harus pergi dari hidupnya.Melihat mata Alen yang berkaca-kaca, Lita pindah tempat duduk di samping Alen. Ia membelai lembut kepala bocah itu, mencoba menenangkannya meski ia sendiri sebenarnya sedang merasa tidak tenang.“Alen, apa kamu mendengar ucapan mama saat di penginapan waktu itu?” tanya Lita mencoba memastikan.Alen mengangguk. Namun kali ini ia tidak berani menatap wajah Lita. Ia lebih memilih mengamati sepatu putih yang sedang dipakainya.“Sayang, kamu salah paham. Mama berkata begitu karena marah, maksud mama tidak seperti yang kamu pikirkan.”Bocah kec

  • Terjebak Sandiwara Bos Besar   122. Menanti

    Esok harinya Alen bangun pagi sekali karena bersemangat untuk jalan-jalan. Seperti yang sudah dijanjikan oleh Lita, mereka akan pergi ke taman hiburan lagi.Keduanya diantar oleh Zan. Meski awalnya menolak, Lita tidak bisa mengabaikan permintaan Ardan yang ingin menjaga keamanan putranya.Pukul 10 pagi mereka bertiga sampai di taman hiburan L Fantasy di Bandung. Suasana ditempat hiburan itu sudah ramai seperti biasa. Namun cuaca hari itu lebih cerah daripada sebelumnya.Lita sudah melihat prakiraan cuaca sehingga ia sudah menyiapkan topi dan kipas kecil jika nanti Alen kepanasan.“Zan, kamu ikut masuk atau ada hal lain yang ingin kamu lakukan?”“Om Zan pergi saja ya? aku ingin disini berdua saja dengan mama,” sela Alen sebelum Zan menjawab.“Alen, tidak boleh begitu,” ucap Lita yang kemudian mengelus kepala Alen pelan. Namun bocah kecil itu hanya menggembungkan pipinya.Zan yang melihat itu tertawa. “Tidak apa-apa, saya sepertinya akan mengunjungi kerabat saya disini. Tapi tolong jaga

  • Terjebak Sandiwara Bos Besar   121. Ketulusan

    Lita sengaja berangkat lebih lambat dari biasanya supaya bisa menemani Alen sarapan dan mengantarnya ke playgroup.Ia juga pulang lebih awal meski seharusnya masih lembur untuk menyelesaikan pekerjaan. Perempuan itu ingin menemani Alen makan malam sampai bocah kecil itu tidur.Sebagai ganti waktu yang ia gunakan untuk Alen, Lita harus kembali mengerjakan pekerjaannya setelah ‘putranya’ tidur.Perempuan itu mengurangi waktu istirahatnya karena tidak ingin membuat Alen merasa sendiri. Baginya itulah hal terpenting yang harus dilakukannya.Hal itu berlangsung hingga beberapa hari. Tidur setelah jam 2 dini hari lalu bangun pukul 5, kemudian langsung bersiap. Lita menjalani rutinitas itu dan mengabaikan rasa lelah yang mulai menumpuk pada tubuhnya.Tatapan matanya fokus dengan layar di depannya sedangkan tangannya menari lincah di atas keyboard putih. Lita bahkan tidak sadar jika sejak tadi seseorang sedang mengamatinya dari belakang.Pria itu mengamati jam di tangannya lalu masuk ke dalam

  • Terjebak Sandiwara Bos Besar   220. Membohongi diri sendiri

    Lita, Ardan dan Alen kembali ke Jakarta pada malam hari setelah hujan reda. Suasana hening dalam perjalanan menyelimuti keluarga kecil itu.“Kamu baik-baik saja?” tanya Lita yang menangkap perubahan suasana hati Alen.Bocah kecil di samping Lita itu tersenyum. “Ya aku hanya masih merasa mengantuk.”“Tapi kamu sudah tidur cukup lama loh.”“Hmmm, tapi aku masih mengantuk.”Ardan melirk dari spion tengah lalu kembali fokus menyetir. “Kamu bisa tidur lagi.”“Ya…”Suasana kembali menjadi hening. Lita akhirnya memilih memejamkan matanya karena tidak tau harus bebicara apa.Setelah ia mengungkapkan amarahnya ke Ardan sore tadi, Lita tetap berada di luar ruangan dekat kolam ikan di penginapan itu. Perempuan bermata coklat itu baru kembali begitu matahari tenggelam.Ia tidak tau harus berkata apa kepada Ardan, jadi ia memilih diam seolah tidak terjadi apa pun. Tidak seperti yang dikhawatirkannya, Ardan juga tidak membahas hal itu lebih lanjut. Sikap pria itu tetap sama seperti biasa.Sesampain

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status