Leta duduk termenung di koridor rumah sakit. Ucapan Langit tadi terus terngiang di indera pendengarannya.
Wanita itu seketika menggeleng seraya tertawa miris."Nggak, Langit yang aku kenal bukan seperti itu. Aku tahu betul sifat Langit itu seperti apa. Yang tadi itu bukan Langit, yang tadi itu orang lain, bukan pria yang aku kenal," gumam wanita itu.Mau menyangkal seperti apapun kenyataannya yang tadi dia temui adalah Langit, pria yang dulunya begitu hangat, mempunyai senyum yang begitu menawan, siapapun akan terpesona pada pria itu, termasuk Leta sendiri. Namun ternyata sifat pria itu berubah dalam sekejap, Leta tahu betul mengapa saat ini Langit berubah menjadi dingin. Ya, karena semua itu ulah Leta sendiri."Apakah sekarang kamu menganggap diriku sebagai wanita yang begitu hina, Langit? Andai kau tahu apa yang aku rasakan saat ini, apakah kamu masih seperti ini? Kamu benar-benar berubah, kamu bukan Langit yang selama ini aku kenal," lirih wanita itu.Leta tersentak ketika mendengar deringan ponsel yang berasal dari dalam tasnya. Buru-buru ia segera mengambilnya."Ya, halo," sapa Leta tanpa basa-basi."Halo Nyonya Leta, bagaimana dengan administrasi pak Mahendra? Kalau tidak segera dilunasi, mohon maaf kami akan menghentikan pengobatan ini."Leta mencengkram erat tangannya, biaya administrasi kakaknya saja belum ia lunasi, kini malah dia juga disuruh melunasi tunggakan suaminya itu. Ya, suaminya.Ada hal lain yang membuat Leta harus menikah dengan ayah dari pacarnya sendiri, tentunya hal itu sangatlah berat untuknya, tapi kalau dia tidak melakukan semua itu, akan ada sesuatu hal terjadi."Baik, akan saya lunasi segera." Selesai berkata demikian, wanita itu langsung mematikan sambungan teleponnya secara sepihak.Mahendra yang ia ketahui orang yang sangat kaya raya, tapi mengapa dalam urusan hal ini saja tak bisa diandalkan."Sebenarnya pergi ke mana kekayaan dia? Apa semua sudah dikuasai oleh Langit? Secepat itukah dia bertindak? Aku tahu dia begitu kecewa denganku, tapi ... masa iya bisa sekejam itu pada papanya sendiri," gumam Leta. "Arghhh! Aku harus cari uang ke mana lagi. Mahendra mengatakan dia akan membayar semua pengobatan kakakku, nyatanya dia juga sedang tidak berdaya, dan kini aku juga yang harus membayar tunggakan rumah sakit. Kumohon siapapun, bantulah aku," rintih wanita itu."Jadi sekarang dia ngurus dua orang sakit?"Leta tak menyadari kalau sedari tadi dia sedang dipantau oleh seseorang."Iya, Tuan. Kabarnya kakaknya mengalami kecelakaan hebat," ungkap asisten Langit, David.Langit menyipitkan mata. "Kenapa aku sama sekali tidak tahu tentang itu?""Waktu itu Anda sedang berada di luar kota untuk bertemu klien penting, saya ingin mengabari Anda, tapi nomor Anda sama sekali tidak bisa dihubungi," jelas David.Langit tampak manggut-manggut. Memang benar, setiap ada urusan penting, Langit sama sekali tak ingin diganggu oleh siapapun kecuali urusan itu sudah beres, yaitu dengan menonaktifkan ponselnya."Ah, miris sekali hidupmu, Leta, sudah jatuh tertimpa tangga pula" kata pria itu dengan senyum meremehkan."Apa Anda ingin menolongnya?" tanya David ragu."Menurutmu gimana?"David menggeleng pelan, menurutnya Langit orang yang sulit untuk ditebak."Biarkan saja dia seperti itu, aku mau lihat sampai mana dia memohon padaku. Aku sudah memberikan pilihan padanya, dan aku yakin cepat atau lambat pasti dia akan datang padaku lagi."'Pertanyaannya apa Anda setega itu padanya, Tuan? Bukankah wanita itu yang selama ini Tuan cintai?'***"Sorry, aku nggak bisa bantu kamu. Nominal yang mau kamu pinjam itu nggak sedikit. Bukannya kamu udah nikah sama orang kaya ya? Harusnya duit segitu pasti suami kamu punya dong?""Aku sama sekali tidak tahu semua hartanya itu di mana. Kamu juga tahu sendiri kalau kami baru saja melangsungkan acara pernikahan tiba-tiba dia kecelakaan.""Tentu saja aku tahu. Kenapa hidupmu apes sekali, Leta. Nikah tapi belum merasakan malam pertama. Atau mungkin ini karma untuk kamu kali ya karena telah mengkhianati Langit, lebih parahnya lagi kamu malah nikah sama bapaknya. Aku benar-benar nggak habis pikir sama kamu, Let. Apa sih kurangnya Langit di mata kamu? Ganteng iya, kaya iya, bucin iya. Banyak loh cewek-cewek yang mau dapatin dia, giliran kamu yang udah punya dia kok bisa-bisanya kamu malah milih yang lebih tua," kata Sisi seraya menggeleng pelan, heran dengan temannya itu.Leta menggigit bibir bawahnya, matanya tampak berkaca-kaca. Dia mengakui kalau dirinya itu wanita bodoh. Seandainya saja waktu itu dia bersabar sebentar saja untuk menunggu Langit, pasti hidupnya tidak akan runyam seperti sekarang."Kenapa? Kamu menyesal? Percuma, Let. Nggak ada gunanya." Seolah-olah Sisi mengetahui apa yang ada dipikiran Leta saat ini."Jadi kamu tidak ingin meminjamkanku uang?" tanya Leta mengalihkan pembicaraan."Bukannya nggak mau, tapi kalau sampai ratusan juta ya aku mana punya uang segitu.""Memangnya kamu punya berapa? Nggak papa seadanya aja, nanti aku bisa cari pinjaman di tempat lain.""Cuma ada lima ratus ribu, emangnya kamu mau?"Leta tersenyum miris, dia tak percaya kalau Sisi hanya punya uang segitu. Namun Leta tahu diri, mungkin memang temannya enggan meminjamkan uang untuknya. Mereka memang berteman sangat baik, tapi kalau masalah uang, tidak ada yang namanya teman."Nggak deh, Si. Aku cari pinjaman tempat lain aja.""Jalan satu-satunya kamu harus pinjam sama Langit. Biar bagaimanapun juga dia itu anaknya suami kamu, nggak mungkin juga dia nggak mau bantu. Sekecewanya anak, pasti dia nggak bakal tega ngelihat bapaknya terbaring lemah di rumah sakit," tutur Sisi, "ya saranku sih seperti itu, tergantung kamunya lagi mau gimana. Malu apa nggak buat ketemu sama dia.""Percuma, Si. Dia nggak mau bantu," lirih Leta."Kok kamu ngomongnya gitu? Emangnya kamu udah ketemu sama dia?"'Udah, dia mau bantu tapi memberikan syarat yang nggak masuk akal.' Leta menjawab dalam hati."Ck! Di saat keadaan genting seperti ini kamu masih mementingkan egomu? Kamu keterlaluan, Leta," cibir Sisi.Leta menghiraukan ucapan temannya, dia berdiri dari duduknya dan bersiap untuk pergi. "Maaf, Si, aku nggak bisa lama-lama di sini. Saat ini aku harus bertanggung jawab untuk nyawa dua orang, kalau aku lama-lama berada di sini nyawa mereka taruhannya.""Sudah kubilang, minta bantuan sama Langit, pasti masalah akan terselesaikan."Leta mengangguk samar. "Akan aku pikirkan. Aku pergi dulu," pamit wanita itu."Dasar kepala batu. Udah jelas-jelas butuh bantuan, malah sok nolak," desis Sisi.Leta sangat jelas mendengar ucapan temannya, tapi kalau dia pikir-pikir untuk apa juga meladeninya. Rasanya juga percuma membela diri."Kamu tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, Si. Ketahuilah, aku juga terpaksa melakukan semua ini.""Apa yang kamu lakukan?!"Langit menatap David berang, lalu pandangannya beralih ke arah Mahendra dan Leta.Dia bernapas lega karena melihat Leta tampak baik-baik saja, meskipun menggigil ketakutan. Dengan cepat Langit mendekati Leta, mendekap tubuh wanita itu dengan erat serta menghujani beberapa kecupan, lalu tali yang mengikat tangan wanita itu dilepas serta benda yang ada di mulut juga dilepas."Kamu nggak apa-apa?" tanya Langit khawatir.Leta menggeleng. Kenyataannya keadaannya memang tidak baik-baik saja. Langit pun menuntun Leta ke sofa untuk duduk."Astaga! Dia sudah mati. Kenapa kamu melakukan hal sekeji ini?!" pekik Axel. Dia yang lebih dulu menghampiri Mahendra usai tumbang.Pekikan Axel jelas saja membuat Langit dan Leta tersentak, kecuali David.Ya, ternyata sebelum Mahendra berniat menembak Leta, David yang lebih dulu memulainya. Entah dari mana pria itu datang, yang pasti salah satu dari mereka tidak ada yang menyadari kedatangan David."Orang seperti itu memang harus d
"Saya akan segera menyusul Anda, saat ini saya sedang dalam perjalanan," ujar David yang panggilannya langsung diangkat oleh Langit."Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan, David? Apa yang kamu sembunyikan dariku?" tanya Langit to the poin."Saya tidak menyembunyikan apapun dari Anda, Pak. Saya berani bersumpah. Kalau perlakuan saya tadi membuat Anda curiga, saya mohon maaf. Tadi sebenarnya saya ingin menghubungi pihak polisi, saya menyuruh Anda pergi duluan agar mereka terkecoh, Pak. Maaf kalau sudah membuat salah paham," jelas David panjang lebar."Kau sedang tidak membohongiku, kan?""Tidak, Pak. Saya berani bersumpah. Bahkan saya selalu mengingat kata-kata saya untuk Anda, saya akan selalu mengabdikan seluruh kehidupan saya pada Anda."Langit mendengkus keras. "Aku tidak suka omong kosong. Nggak usah bicara seperti itu, kamu berhak menentukan hidupmu sendiri. Aku sudah sampai, aku akhiri dulu panggilannya.""Pak, tunggu. Saya harap Anda harus hati-hati, mereka itu licik. Saya
"Hai, Langit."Langit tersentak ketika mendengar suara laki-laki. Dia kembali melihat ke layar ponselnya untuk memastikan jika tadi dia tidak salah melihat. Setahunya nomor Leta yang menghubunginya."Siapa kau? Kenapa bisa ponsel istriku ada di kamu? Jangan macam-macam!""Hahaha, bagaimana kalau satu macam? Istrimu sangat cantik, rugi rasanya kalau tidak macam-macam.""Berengsek! Siapa kau sebenarnya?!" umpat Langit. "Berikan ponselnya pada istriku, cepat!""Hahaha, kenapa kamu tampak begitu ketakutan, Langit? Di mana sifat angkuhmu seperti biasanya itu?""Jangan main-main denganku kalau kamu nggak mau terjadi sesuatu di kehidupanmu, sialan! Cepat berikan ponselnya pada istriku!""Nggak! Aku mau nunggu kamu sengsara dulu baru aku bakal balikin, bahkan istrimu juga bakal aku balikin sekalian ke kamu. Tapi tunggu aku puas dulu ya, hahaha. Sampai jumpa, Langit. Ingat, jangan macam-macam kalau ingin istri kamu selamat!" ancam pria itu, tak lama kemudian panggilan itu terputus."Sialan! Ap
"Jadi di sini tempat tinggal Langit sekarang?""Rumahnya banyak. Tapi aku yakin dia bakal tinggal di sini, karena ini adalah rumah utamanya."Axel manggut-manggut ketika mendengar penjelasan Mahendra."Dengar-dengar dia udah nikah. Nggak tahu sama wanita yang kamu maksud atau bukan," ucap Axel seraya mengembuskan asap rokok dari bibirnya."Oh ya?" Mahendra tersenyum sinis. "Jelas saja dengan wanita yang sama, karena dia sangat cinta mati dengan wanita itu."Axel tak menyahut, dia hanya mengedikkan bahunya acuh."Aku beritahu kamu sesuatu, sebenarnya wanita yang saat ini menjadi istrinya Langit pernah menjadi istriku."Mulut Axel menganga lebar. "Maksudnya dia jatuh cinta dengan mama tirinya begitu? Wah, ini benar-benar skandal luar biasa."Axel berdecak berkali-kali, sungguh heran dengan sebuah fakta yang baru dia ketahui."Bukan. Mereka sebenarnya sudah saling jatuh cinta dari dulu. Mereka dulu sepasang kekasih namun secara paksa aku renggut kebahagiaan mereka dengan menikahi wanita
"Bagaimana bisa?" Sentak Langit."Saya juga tidak tahu, Pak. Saya yakin ini ada campur tangan orang-orang yang tidak menyukai Anda."Langit menghela napas gusar. Mendengar kabar bahwa Mahendra sudah keluar dari penjara satu bulan lalu jelas membuatnya terkejut. Masalahnya yang jadi pertanyaan siapa yang menjamin pria itu? "Sudah kamu telusuri?"Langit yakin sebelum David menceritakan semuanya pasti pria itu akan menelusuri sampai ke akar-akarnya."Ini baru dugaan, ada pria bernama Axel yang membantunya. Setahu saya Axel ini pernah menawarkan Anda kerjasama, akan tetapi Anda menolaknya karena menurut Anda kurang menguntungkan, meskipun Anda waktu itu menolaknya secara halus tetap saja mungkin dia merasa tersinggung."Langit kembali menghela napas. "Axel? Kamu tahu sendiri kenapa alasan aku menolak tawaran pria itu. Dia kerja asal saja, tidak mementingkan keselamatan konsumen, itu yang membuatku menolaknya. Kalau memang dia yang menyelamatkan tua bangka itu biarkan saja. Aku ingin lih
"Jaga Leta ya, Langit."Langit mengangguk. "Ibu tenang saja, pasti aku akan selalu jaga Leta. Saat ini dia adalah prioritas utamaku.""Cuma saat ini aja?" tanya Satria dengan pandangan menyipit. "Atau sampai Leta melahirkan baru kamu kembali mengacuhkannya?""Selamanya." Langit melirik pria itu dengan sinis, ada saja tingkahnya yang membuatnya jengkel."Oh, siapa tahu, kan? Bisa aja--""Bang!" tegur Leta. "Apaan sih, nggak usah sinis gitu kenapa sama suami aku. Nanti kalau Abang punya istri, aku sinisin balik emangnya Abang terima?" Satria tersenyum kecut. "Bercanda aja kok, gitu aja--""Bercanda boleh aja, tapi lihat kondisi juga. Nggak mungkin, kan, Abang nggak bisa bedain yang mana waktunya serius sama yang mana waktunya bercanda?" Leta kembali menyela ucapan Satria."Iya, iya." Satria pasrah saja.Pria itu harus bisa menjaga perasaan adiknya karena selama Leta hamil, dia itu gampang sensitif."Udah, udah. Kalian ini kenapa sih ribut terus, nggak enak kalau didengar sama tetangga,
Menikah dengan Langit entah mengapa banyak keraguan yang menyusup di hati Leta.Wanita itu juga bingung dengan hatinya. Mungkin karena meragukan perasaan pria itu, atau dia kecewa karena mengetahui sebuah fakta bahwa suaminya terjerat kasus tabrak lari yang menimpa Mahendra, meskipun sebenarnya dia bersyukur karena ulah Langit, Mahendra belum sempat melakukan apapun padanya. Namun, di sisi lain dia merasa kurang suka dengan tindakan Langit. Intinya saat ini hati Leta benar-benar begitu bingung.Menurut Leta, Langit adalah pria yang sangat baik, lebih malahan. Selama menjadi istri pria itu, Langit tak pernah berbicara kasar, tidak memperlakukannya dengan tindakan semena-mena, yang ada malah Langit sangat tulus padanya. Lalu, mengapa Leta masih meragukan pria itu?Wanita itu menghela napas berat."Astaga! Apa yang aku pikirkan," gumam wanita itu seraya menggeleng pelan. Tak lama setelah itu ponsel Leta berdering, dia langsung mengambil ponselnya yang tak jauh darinya.Tanpa sadar bibir
"Kamu beneran ingin niat serius dengan adikku?" tanya Satria memastikan."Menurutmu? Apa mengajak seorang wanita menikah adalah sesuatu lelucon?" tanya Langit balik."Aku serius bertanya padamu!" geram Satria."Aku pun demikian. Meskipun kamu menentang kami, aku tidak akan menyerah. Selama ini aku membiarkanmu membawa Leta ke mana pun kamu pergi, tapi sayangnya kamu menyia-nyiakan kesempatan itu. Kamu selalu bilang kalau Leta tidak butuh aku, dan anak yang dikandung Leta tidak membutuhkan peran ayahnya. Nyatanya apa, bahkan kamu sendiri pun tidak mampu untuk membiayainya." Langit tersenyum sinis.Sedangkan Satria, pria itu tak terima dengan ucapan Langit. Dia mengepalkan tangannya."Atas dasar apa kamu bicara seperti itu, huh?!""Kenapa? Nggak terima? Memang kenyataannya seperti itu, kan? Apa selama ini kamu peduli dengan Leta? Kalau aku nggak ada di tempat yang sama dengan Leta waktu itu, aku pun nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada dia. Asal kamu tahu, beberapa kali bidan men
"Semua sudah saya telusuri, tapi memang tidak ada tanda bukti-bukti jejak kejahatan mereka, Tuan."Mahendra mendesah berat. Kecewa karena sampai detik ini Putra belum juga mendapatkan bukti bahwa Langitlah yang membuatnya kecelakaan."Kamu yakin?" tanya pria itu memastikan."Iya, Tuan. Cctv pun sudah saya cek, tapi memang tidak ada yang mencurigakan. Saya rasa kecelakaan Tuan itu memang murni kecelakaan, bukan campur tangan orang lain."Mahendra menggeleng tegas, jelas saja dia tidak terima dengan ucapan Putra."Nggak! Aku yakin banget kalau dia dalang dari semua ini!" sentaknya."Kalau memang Tuan Langit pelakunya, pasti akan meninggalkan jejak, Tuan. Tapi bukankah malah sebenarnya Tuan sendiri yang ingin menghabisi nyawa Tuan Langit? Atau mungkin itu karma untuk Tuan karena ... sudah berniat--""Tutup mulutmu, sialan! Aku nggak butuh ucapanmu yang nggak bermutu itu!" Suara Mahendra tampak menggelegar."Saya minta maaf, Tuan.""Kalau begitu kamu kembali cari-cari bukti bahwa Langit m