“Paula, jangan!” Winter yang lugu dan lembut itu menarik tangan sahabatnya meminta untuk tidak melakukan sesuatu. Seseorang yang merekam hanya tertawa kecil.
“Tidak apa-apa Winter, jangan malu” jawab Paula menyemangati.
“Tapi Paula...” Winter menggeleng tetap pada keyakinannya yang tidak mau melakukan apapun.
“Ayolah Winter, aku tahu kau menyukai Hendery sejak dua tahun yang lalu. Memangnya kenapa jika kau mengungkapkan perasaanmu kepadanya? Lihat dia, dia sangat cocok denganmu, aku juga sudah mendengar dari Mico bahwa Hendery juga beberapa kali bertanya tentangmu.”
“Itu mustahil Paula” Winter berucap dengan sedih. “Mana mungkin pria setampan dan sepopuler dia menanyakan aku.”
Hendery adalah seorang pria yang sangat populer, dia sangat tampan dan pandai berolahraga, Winter menyukainya sejak dia masuk ke sekolah. Namun, tidak hanya Winter yang tertarik kepada Hendery, hampir seluruh gadis di sekolah menyukainya.
“Astaga Winter, apa sekarang kau tidak percaya pada ucapanku?” Paula menatap sedih Winter dan membuat Winter menjadi merasa serba salah untuk menjawab.
“Bukan seperti itu Paula.”
“Cobalah untuk berani, kau sangat cantik Winter, Hendery menyukaimu dan dia tertarik padamu juga.”
Belum sempat Winter menjawab, Paula langsung mendorongnya dengan paksaan.
Winter yang merasa ragu dan tidak memiliki keberanian apapun itu akhirnya di dorong Paula hingga kakinya begerak masuk ke dalam lapangan basket. Dengan cepat Paula menutup pintu pagar dan segera berdiri di luar.
Beberapa orang pria langsung menyadari kehadiran Winter yang sangat mencolok.
Tubuh Winter gemetar seketika, gadis itu melihat Paula dengan wajah yang pias tampak gugup. Sementara tangannya menggenggam sebuah surat yang ingin dia berikan kepada Hendery.
Tadinya Winter ingin memberikannya dengan cara menyimpannya di loker Hendery secara diam-dam, namun karena sahabatnya Paula melihatnya, Paula merebutnya dan mendorong Winter untuk memberikannya secara langsung.
Kaki Winter yang gemetar itu melangkah, setetes keringat dingin membasahi wajahnya yang tembam.
Semua anak-anak basket melihat ke arahnya sambil berbisik.
“Lihat dia, dia sangat bodoh.” Bisik seseorang yang memegang kamera tengah merekam Winter, orang menertawakan kepolosan Winter yang mau saja di kelabui oleh Paula.
“Biarkan saja, dia kan badut sekolah” timpal Paula yang menahan tawanya merasa terhibur. “Sangat menjijikan” timpalnya lagi terdengar sangat jahat, sangat berbeda dengan sikap manisnya saat berada di depan Winter.
“Lihatlah, penonton semakin banyak yang bergabung,” kata seseorang yang tengah memegang kamera menunjukan ribuan penonton yang melihat secara langsung apa yang Winter lakukan.
Napas Winter sedikit tersendat karena gugup, gadis itu mendekati kerumunan anak-anak pemain basket dan berhenti di depan Hendery yang kini tengah beristirahat.
Hendery yang sempat menalikan sepatunya langsung terdiam dan mengangkat kepalanya, melihat Winter yang sering dia lihat di sekitarnya.
Semua teman-teman Hendery ikut terdiam dan melihat Winter.
“Ada apa?” Tanya Hendery dengan nada dinginnya karena risih di lihat semua orang.
Tangan gemetar Winter bergerak memberikan sebuah kertas kepada Hendery. Winter memejamkan matanya dengan erat karena malu, keberaniannya sudah dia kerahkan tanpa sisa. “Aku harap kamu mau menerimanya,” ucap Winter terbata memberikan surat cinta pertamanya.
Teman Hendery yang melihat langsung bersiul menggoda. “Wow, kau mendapatkan surat cinta lagi.”
Hendery tersenyum masam melihat Winter. “Simpan saja! Aku tidak bisa menerimanya” tolak Hendery dengan ketus.
Perlahan Winter membuka matanya, bola matanya yang biru secerah langit itu tampak bingung, “Mengapa?.”
“Kau bukan tipeku” jawab Hendery dengan napas yang sedikit kasar, “Lagi pula, mengacalah sebelum memberikannya kepadaku, bagaimana bisa aku berkencan dengan gadis bertubuh besar seperti hewan ternak babi sepertimu.”
Semua orang tertawa terbahak tidak dapat menahan diri untuk tidak tertawa.
Wajah Winter memucat kaget, bibir mungilnya gemetar hebat mendengarkan penghinaan di depan umum. Kepala Winter terangkat melihat semua orang yang ikut tertawa, termasuk Paula sahabatnya yang sudah mendorong Winter untuk menyatakan perasaannya kepada Hendery.
Kini Paula ikut menertawakan dirinya, dia terlihat sangat puas melihat Winter di permalukan.
“BAJINGAN!” Kemberly berteriak keras hingga melempar mouse di tangannya ke layar kaca komputer.
***
Jam di dinding sudah menunjukan lewat tengah malam, suasana sepi kamar Winter terasa sangat dingin dan berantakan. Sepanjang malam Kimberly terus mencari tahu siapa Winter Benjamin hingga ke dasar, Kimberly juga berusaha mencari-cari keberadaan handpone Winter yang tidak di ketahui keberadaannya.
Setelah beberapa jam mencarinya, Kimberly akhirnya menemukan handpone Winter di dalam tas sekolahnya sendiri. Dari handpone yang di temukan, Kimberly semakin menemukan banyak kebenaran menyedihkan tentang kehidupan Winter Benjamin.
Ada banyak kebenaran yang Kimberly dapatkan, Paula dan Winter berteman sejak kecil.
Saat masih kecil, Winter sangat bersinar dan suka pilates, gadis itu mengumbarkan senyuman di setiap waktu dan aktif melakukan banyak hal seperti anak-anak seusianya.
Namun, entah apa yang sudah membuat gadis itu berubah..
Winter bersinar semasa kecilnya saja, saat mulai beranjak dewasa dia berubah, tidak lagi tersenyum dan hanya menunduk tidak pernah mau memandang kamera lagi.
Kimberly juga mulai mengetahui, jika Paula adalah orang yang selalu mendorong Winter untuk memakan banyak cokelat dan kue. Ada banyak catatan yang Winter tinggalkan di bukunya dan bukti-bukti percakapan di pesan yang tertinggal.
Paula mengatur kehidupan Winter hingga ke dasar seakan tubuh dan pikiran Winter harus di kuasai dan di atur oleh Paula.
Kehidupan Winter sangat kacau, dia tidak memiliki kemampuan untuk menjaga dirinya sendiri, bahkan kekayaan dan kekuasaan yang di miliki keluarganya seakan tidak berpengaruh apa-apa untuk Winter.
Suara hembusan napas berat terdengar dari mulut Kimberly, Kimberly menjatuhkan dirinya ke ranjang dan terbaring di sana.
Pikiran Kimberly berkecamuk memikirkan hari yang akan di di lewatinya esok. Kimberly pasrah jika besok dia meninggal karena itu sudah menjadi keputusannya.
Namun, jika dia tetap hidup dengan tubuh seorang gadis bernama Winter, mau tidak mau Kimberly harus menjalankannya.
Tetapi, bagaimana cara Kimberly menjalani kehidupan Winter Benjamin? Semua yang di miliki Winter berantakan, tubuhnya, pola pikirnya, kehidupan sehari-harinya, kehidupan sekolahnya, semuanya berantakan dan kacau.
Meskipun begitu, kehidupan kedua yang terjadi pada Kimberly sekarang adalah anugrah dari Tuhan.
Ini adalah kesempatan kedua yang telah Tuhan berikan.
Kemberly terbaring di tengah ranjang sambil memandangi langit-langit kamar yang di hiasi pernak-pernik hiasan bintang yang menyala.
Banyak buku yang terbuka bertebaran di lantai, beberapa buku album photo terbuka dan bertaburan. Seluruh isi kamar benar-benar di buat berantakan oleh Kimberly.
Kimberly bernapas dengan cepat merasa sesak dan sangat tidak terbiasa dengan tubuh yang besar yang gampang berkeringat dan kelelahan.
“Jika besok aku masih hidup dengan tubuh Winter. Aku akan menjadi dia dan memulai hariku yang baru,” ucap Kimberly dengan suara yang memberat di penuhi oleh keyakinan kuat.
Sebuah tekad dan rencana muncul di pikiran Kimberly, dia akan akan segera melakukan rencananya jika besok setelah dia bangun, dia tetap menjadi Winter Bejamin.
Perlahan Kimerly memejamkan matanya dan tertidur.
Kimberly sedang mengumpulkan sisa-sisa mental dan kejiwaannya yang masih normal untuk tetap bisa bersikap biasa saja dengan keajaiban yang dia dapatkan hari ini.
Kimberly harus menjalani harinya esok dengan baik dan berani memulai sesuatu yang baru jika memang besok ketika dia membuka mata, dia masih hidup dan masih berada dalam tubuh Winter.
To Be Continue..
Dua tahun kemudian.. Kota Den Haag Sebuah gedung hotel tampak sibuk dan ramai malam ini karena ada pesta besar yang sedang merayakan ulang tahun hotel Lessy yang berpusat di kota Neydish. Di dalam sebuah ruangan besar orang-orang berkumpul, mereka terlihat anggun dan tenang, saling berbicara satu sama lainnya menikmati pesta yang sedang berlangsung. Seorang wanita bergaun putih memainkan cello opera di tengah pesta, wanita itu memainkan musik Romeo & Julliet Love Theme. Para tamu undangan yang berdiri dan sibuk bicara di buat terkesima mendengarkan alunan musik yang begitu dalam menghiasi malam pesta. Mereka berbalik melihat sepenuhnya ke arah orang-orang yang bermain musik dan sejenak menghentikan pembicaraan mereka. Di antara banyak orang yang melihat musik, seorang pria berdiri di depan jendela, pria itu sibuk dengan kesendiriannya, memandangi langit malam yang begitu gelap. Alunan musik dalam pendengarannya membawa dia dalam sebuah ingatan indah ketika dia belajar menari di
Sebuah photo terbingkai di pajangkan di atas meja belajar, Winter menopang dagunya melihat photo dirinya saat pelulusan sekolah di hadiri Benjamin dan Vincent. Tidak terasa, tiga bulan telah berlalu sejak kematian Marius dan kepergian Marvelo, kini Winter bisa duduk santai di meja belajarnya, tidak tahu apa yan harus dia lakukan karena semua tujuan hidupnya yang dia cari sudah berada dalam genggaman, yaitu kebahagiaan dan balas dendamnya yang sudah di tuntaskan. Setiap akhir pekan Winter akan mengunjungi makam Kimberly dan Marius, sudah dua kali juga Winter bertemu Jenita akhir-akhir ini. Keadaan Jenita terlihat lebih baik dari sebelumnya, Jenita bersama Levon membangun lebih luas panti asuhan tempat tumbuhnya Kimberly. Keduanya tampak mulai menikmati masa-masa tua mereka, Felix menjaga mereka dengan baik sebagaimana keinginan Marius. Sejak hukuman Paula di tetapkan, kini Winter tidak lagi bertemu dengannya. Untuk Marvelo, sejak kepergiannya ke Belanda, dia tidak memberikan kabar
Satu bulan setelah kepergian Marius, kini Winter kembali harus melanjutkan kehidupannya seperti biasa, sedikit demi sedikit gadis itu berusaha menyembuhkan hatinya dan kembali menemukan kekuatannya lagi. Winter harus berjuang lebih kuat karena Marvelo juga sudah menghilang dari sisinya, tidak ada lagi seseorang yang bisa menjadi teman penghapus kesedihannya. Jiwa Kimberly sempat berpikir, melepaskan Marvelo akan membuat perasaan dia lebih baik karena tidak lagi membuat Marvelo tersiksa karena memendam perasaannya. Rupanya tidak semudah itu, karena jiwa Kimberly merasakan kekosongan besar di dalam hatinya. Ternyata, Marvelo memiliki tempat yang begitu spesial dia dalam hati Winter Benjamin. Meski kini mereka berpisah jauh, kini Winter hanya bisa mendo’akan yang terbaik untuk Marvelo. Hari ini adalah hari persidangan pertama Paula, persidangan akan di adakan secara terbuka sehingga siapapun dapat menyaksikannya. Winter sudah siap untuk menghadirinya. Winter berdiri di depan jende
Marvelo menarik kopernya melewati beberapa orang yang ada di depannya, sekilas pria itu melihat ke belakang, Marvelo tersenyum hangat melihat Charlie dan Lessy melambaikan tangan mereka mengantar kepergian Marvelo. Marvelo kembali melangkah, pria itu tetap tersenyum menyembunyikan suatu perasaan yang mengganjal di hatinya. Kepergian Marvelo terasa tidak begitu menyenangkan karena dia meninggalkan Winter dalam keadaan sedang terluka. Tidak ada maksud untuk dia meninggalkan Winter sendirian, namun keadaan yang memaksa Marvelo harus mengambil keputusan ini. Meski Marvelo ingin menemaninya dan membantu gadis itu bangkit dari kesedihannya, namun Marvelo juga tidak berani terus mendekat karena dia harus segera melenyapkan perasaannya. Marvelo tidak ingin menjadi pria lemah yang hidup tanpa tujuan dan tidak berani mengambil keputusan karena sebuah keraguan. Marvelo harus melangkah ke depan. Andaipun suatu hari nanti dia masih tidak bisa melupakan Winter dan masih memiliki kesempatan un
Payung yang meneduhi Winter menghilang, Nai pergi ke belakang dan berdiri dengan para pengawal lainnya. Sementara Winter, gadis itu masih tetap berdiri di tempatnya melihat makam dirinya dan Marius yang berdampingan berada di tempat yang jauh dari pemakaman yang lainnya. “Aku akan merindukanmu Marius, sama seperti saat kau merindukanku ketika aku hilang. Namun aku juga akan bangkit Marius, seperti apa yang kau inginkan, aku akan bahagia dan menjalani kehidupanku dengan baik. Terima kasih telah menjadikanku cinta pertama dan terakhirmu, aku merasa begitu terhormat.” Winter membungkuk,meletakan bunga yang sejak tadi tidak lepas dari pelukannya. “Aku tidak akan melupakanmu Marius, aku mencintaimu.” Matahari yang turun mulai kehilangan cahayanya, pohon-pohon besar yang berdiri menjulang mengelilingi area pemakaman mulai menghalangi sore terakhir hari ini. Angin berhembus lebih kuat menggerakan rumput-rumput dan bunga liar di sekitarnya. Winter tercekat kaget, samar dia melihat bayang
Marvelo terduduk di kursinya melihat keluar jendela, memperhatikan Irina yang kini tengah makan siang bersama Lessy dan juga Charlie. Marvelo menghela napasnya dengan berat, dua hari ini terakhir ini dia sempat di buat galau karena mendengar pengakuan Winter, rupanya gadis itu sudah tahu mengenai perasaannya, sayangnya Winter tidak ingin mendengarkan pengakuan cinta Marvelo. Marvelo sedikit marah dan kecewa, jika saja Winter tidak terlalu menggodanya dan menunjukan sikap seperti seseorang yang suka kepadanya, mungkin Marvelo tidak akan menaruh harapan yang banyak dan berpikir bahwa gadis itu memiliki perasaan juga kepadanya. Marvelo malu karena ternyata dia terlalu terbawa perasaan dengan kebaikan yang Winter berikan kepadanya. Ini sangat menyakitkan, mengecewakan dan membuat Marvelo beberapa kali harus duduk termenung memikirkan bagaimana cara mengatasi patah hatinya. Kini, tidak ada lagi alasan yang bisa menahan Marvelo berlama-lama di Neydish, Marvelo akan segera pergi. Di am