Share

5 Menjadi Panas

Penulis: Miss_Pupu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-19 22:26:49

Baru kali ini rasanya Kamila membawa uang jajan senilai 10 juta. Selama ini, sebagai pekerja buruh di pabrik, dia harus menunggu selama 3 bulan untuk mengumpulkan uang sebanyak itu. Uang gajinya tak pernah tersisa. Bahkan selalu saja kurang. Kamila selalu mencari pekerjaan tambahan, untuk memenuhi sisa-sisa kebutuhan.

Menikah dengan Daffa membuatnya terpaksa harus berhenti menjadi pekerja buruh pabrik.

Tapi jika boleh memilih, Kamila lebih baik menjadi pekerja buruh daripada harus terpaksa menikah dengan Daffa—pria dingin yang penuh misteri.

Tapi ya sudah. Semua telah terjadi, Kamila harus belajar menghadapi setiap tantangan baru dalam hidupnya.

Ketika mentari mulai turun ke ufuk Barat, Kamila sudah berada di depan sebuah kantor showroom mobil. Gadis berkulit putih itu akan menemui Galang di sana.

"Galang!" Kamila memanggil kekasihnya. Ia segera mendekati Galang yang mulai menjauh saat menyadari kedatangannya.

"Tunggu, Galang!"

Akan tetapi, Galang malah mempercepat langkahnya menghampiri seorang wanita yang sudah menunggunya.

"Hai!" Wanita cantik berambut ikal itu menyapa Galang begitu lama.

"Hai! Sorry sedikit telat." Galang nampak mengusap rambut ikal wanita cantik itu.

Kamila melihatnya. Dia sedikit tercengang. Dalam hati bertanya-tanya, 'Siapa wanita itu? Mengapa nampak akrab sekali dengan Galang?'

Sepasang manik Kamila nampak berkaca-kaca.

"Siapa dia, Galang?" Kamila sudah mendekati sepasang pria dan wanita di depannya. Pandangannya tertuju pada gadis di depan Galang.

"Memangnya penting bagimu?" Galang terlihat acuh tak acuh. Seperti bukan Galang pada biasanya, yang selalu lembut dan penuh perhatian.

"Penting, Galang. Katakan, siapa dia?" Tiba-tiba, Kamila merasakan panas di dalam dadanya.

"Dia adalah calon istriku. Kami akan segera bertunangan minggu ini," jawab Galang. Sebelah tangannya terlihat menggenggam tangan gadis berambut ikal di sampingnya. Berkata tanpa memikirkan perasaan Kamila.

Seketika, air mata Kamila merembes di pipi. Nafasnya itu kembali tersengal di tenggorokan. "Secepat itukah kamu berpaling dariku?"

"Kamu pikir kamu siapa? Kamu wanita yang pantas diperjuangkan? Dunia ini tak selebar daun kelor, Kamila. Kamu tidak jauh lebih baik dari seorang wanita penghibur di pinggir jalan." Setelah menghina Kamila, Galang pergi bersama wanita berambut ikal itu.

Jantung Kamila terasa lemas. Sepasang maniknya sudah basah oleh air mata yang tak mampu dibendung.

"Semua ini gara-gara Melia, aku jadi kehilangan Galang." Kamila menangis tersedu-sedu di depan kantor showroom mobil. Ia bahkan tidak peduli dengan beberapa masang mata yang lewat, menatapnya iba.

Kamila harus segera bangkit. Dia harus membuat perhitungan dengan Melia.

Diusapnya pipi yang sudah basah oleh air mata.

Gegas Kamila langsung memesan taksi online. Dia harus pergi ke rumah Ratih.

Ketika telah sampai di depan rumah Ratih.

Tok tok tok!

Sebelah tangan Kamila mengetuk pintu.

Kedatangan Kamila saat itu disambut haru oleh Ratih—sang ibu tiri.

Ratih memeluk dan mencium pipi Kamila. Jauh berbeda dari sebelumnya yang selalu kasar dan acuh tak acuh.

"Bagaimana kabarmu, Kamila?" Ratih menelaah Kamila, dari ujung rambut sampai ke ujung kaki, seolah memastikan tidak terjadi sesuatu apapun pada anak tirinya.

Awalnya Kamila memang ingin membuat perhitungan kepada Melia. Tapi dia memikirkan perasaan Ratih—wanita yang telah mengurus dan membesarkannya dari kecil. Kamila tidak mau terjadi sesuatu yang buruk pada ibu tirinya.

Kamila berubah pikiran dan merencanakan sesuatu.

"Keadaanku sangat baik, Ma. Kedatanganku ke sini ingin mengatakan sesuatu pada Mama dan juga Melia," jawab Kamila memasang wajah semringah. Senyuman palsu yang dibuatnya nampak merekah.

"Oh ya! Ayo duduklah, Mama akan memanggil Melia terlebih dahulu." Ratih pun menjadi senang melihat kondisi Kamila. Ia langsung memanggil Melia yang baru saja masuk kamar.

"Ada apa sih, Ma? Aku ini masih capek. Aku butuh istirahat." Melia terlihat terpaksa, saat menghampiri Kamila di sofa ruang tamu. Gadis berusia 18 tahun itu, hanya takut kalau sampai Kamila berubah pikiran.

"Katakan Kamila apa yang ingin kamu sampaikan pada Mama dan Melia?" Ratih terlihat antusias dan penasaran.

Kamila masih melebarkan senyumannya yang merekah. "Kedatanganku ke sini, hanya ingin memberikan ini untuk Mama." Gadis berkulit putih itu nampak menyodorkan beberapa lembar uang kertas berwarna merah yang cukup tebal kepada Ratih.

Bola mata Ratih dan Melia serentak terbelalak.

"Uang siapa ini, Kamila?" tanya Ratih menjadi terkejut. Yang ia tahu, Kamila hanya menikah dengan seorang pria miskin yang lumpuh akibat ditabrak Melia.

"Ini hanya sedikit uang untuk jajan Mama dan Melia," kata Kamila.

Uang kertas berwarna merah di atas meja yang diberikan Kamila itu bernilai 6 juta.

"Aku sangat berterima kasih kepada Mama dan Melia, karena telah mempertemukan aku dengan Mas Daffa," sambung Kamila, ia mulai mengada-ngada cerita.

Ratih semakin menganga karena terkejut. Pun dengan Melia

"Oh, syukurlah kalau kamu bahagia dengan Daffa. Mama juga turut bahagia," balas Ratih sedikit gugup.

"Tapi ini uang dari mana?" tanya Ratih sambil meraih pemberian Kamila di atas meja.

"Itu hanya separuh uang jajan pemberian Mas Daffa, Ma. Sehari, aku di jatah uang jajan 10 juta. Bayangkan saja kalau 30 hari, sudah 300 juta uang jajanku. Aku bebas untuk memakai uang itu. Tapi daripada dia hambur-hamburkan, lebih baik aku kasih pada Mama. Siapa tahu saja bermanfaat." Kamila mulai mengarang cerita.

"Memangnya Daffa masih bisa bekerja? Dia kan lumpuh." Ratih nampak kurang percaya.

"Mas Daffa tidak usah bekerja, Ma. Dia sudah memiliki perusahaan besar. Mamanya saja sampai pergi ke luar negeri untuk urusan bisnis. Rumahnya sangat mewah bagaikan istana presiden. Pembantunya saja ada 10. Terus, mobilnya itu nampak seperti showroom di tempat Mas Galang. Mama dan Melia sudah memberikan berlian kepadaku. Aku sudah menjadi Nyonya Daffa yang kaya raya. Aku tidak usah bekerja, tugasku hanya melayani Mas Daffa saja. Aku sangat bahagia. Terima kasih banyak ya, Ma, Melia."

Kamila segera mencium pipi Ratih. Wajahnya terukir penuh dengan kebahagiaan. Aktingnya sukses membuat Ratih dan Melia terperangah.

"Kamu bohong, Kamila!" Melia nampak tak percaya. Dalam hati ia menjadi iri melihat kondisi Kamila yang 180 derajat berbanding terbalik dari prasangkanya.

"Bagaimana aku bisa berbohong, Melia. Bukankah sebelum menikah dengan Mas Daffa aku sudah tidak memiliki uang sama sekali. Emang tadi uang dari mana? Merampok bank? Itu tidak mungkin." Kamila tertawa mengejek. "Aku sudah jadi wanita kaya raya, Melia. Katakan saja, mau aku belikan berlian seharga berapa? Aku tinggal bilang pada Mas Dafa," tantangnya.

Kamila beranjak dari tempat duduknya. Berlenggang penuh percaya diri. "Oh ya, hari ini aku belum bisa ajak Mama dan Melia ke rumah, karena aku belum bisa mengemudikan mobil mewah pemberian Mas Daffa. Nanti kalau aku sudah lancar menyetir mobil, aku pasti bawa mobil ke sini, dan ajak Mama jalan-jalan ya." Usai membuat cerita yang mengada-ngada, Kamila pergi meninggalkan kediaman Ratih. Ia berharap Melia akan menyesali kesalahannya.

Setelah kamila pergi, Melia nampak menghentakkan kepalan tangannya. "Ah sial! Mengapa Kamila bisa seberuntung itu, Ma!"

"Seandainya saja kalau aku yang menikah dengan Mas Daffa, pasti aku bisa jadi kaya raya. Aku bisa bebas kuliah tanpa memikirkan biaya, Ma," lanjutnya menyesal.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjebak di Pangkuan Pria Lumpuh   5 Menjadi Panas

    Baru kali ini rasanya Kamila membawa uang jajan senilai 10 juta. Selama ini, sebagai pekerja buruh di pabrik, dia harus menunggu selama 3 bulan untuk mengumpulkan uang sebanyak itu. Uang gajinya tak pernah tersisa. Bahkan selalu saja kurang. Kamila selalu mencari pekerjaan tambahan, untuk memenuhi sisa-sisa kebutuhan. Menikah dengan Daffa membuatnya terpaksa harus berhenti menjadi pekerja buruh pabrik. Tapi jika boleh memilih, Kamila lebih baik menjadi pekerja buruh daripada harus terpaksa menikah dengan Daffa—pria dingin yang penuh misteri. Tapi ya sudah. Semua telah terjadi, Kamila harus belajar menghadapi setiap tantangan baru dalam hidupnya. Ketika mentari mulai turun ke ufuk Barat, Kamila sudah berada di depan sebuah kantor showroom mobil. Gadis berkulit putih itu akan menemui Galang di sana. "Galang!" Kamila memanggil kekasihnya. Ia segera mendekati Galang yang mulai menjauh saat menyadari kedatangannya. "Tunggu, Galang!" Akan tetapi, Galang malah mempercepat langkahnya m

  • Terjebak di Pangkuan Pria Lumpuh   4 Surat Perjanjian

    "Apa yang kamu lakukan? ini sudah larut malam? Ngapain kamu teriak-teriak?" Deretan pertanyaan yang keluar dari mulut Daffa tak langsung membuat Kamila tersadar. Wanita itu terlihat linglung.Kamila malah terlihat menelaah Daffa dari ujung rambut sampai ujung kaki. Nyatanya, Daffa masih duduk di kursi roda. Kedua kakinya masih tak mampu untuk berjalan. "Kamu bohong ya? Bukannya tadi kamu bisa berjalan?" Kamila malah berbalik tanya kepada Daffa. Melayangkan tatapan nanar penuh selidik."Apa yang kamu pikirkan, Kamila? Kalau aku bisa berjalan, tak mungkin kekasihku pergi meninggalkanku. Teriakanmu telah mengganggu tidurku!" sentak Daffa.Kamila mematung. Dia melihat Daffa memutar kursi rodanya, kembali ke tempat tidur.Kursi roda Daffa memang terlihat otomatis. Bisa diatur melalui remote control. Kamila melihat, dapat kembali tidur di atas kasur empuknya. Sementara dia masih saja mematung sambil menepuk pelan kedua pipinya. "Jadi aku hanya mimpi?" Kamila bertanya pada dirinya sendi

  • Terjebak di Pangkuan Pria Lumpuh   3 Ah Menyebalkan

    Apa!Kamila terkejut. Bersamaan dengan itu, air mata yang sempat dibendung akhirnya merembes, membasahi pipinya yang mulus."Tolong ampuni. Aku benar-benar belum siap. Kita tidak saling mengenal, aku tidak bisa melakukan—" kalimat Kamila tersendat. Bibirnya gemetar, tak sanggup menyelesaikan ucapannya."Memangnya kamu pikir kita akan melakukan apa?" potong Daffa.Kamila mendongak. "Malam pertama adalah HB (hubungan badan) 'kan?" tanyanya sambil terisak.Daffa terlihat memutar bola mata, mendendengus kesal. "Kamu pikir Aku mau melakukan HB denganmu? Menjijikan!" "Memangnya apalagi selain itu?" Kamila menjadi tak paham. "Tugas seorang istri bukan hanya sekedar HB bersama suaminya. Tugas istri adalah, melayani keinginan suaminya. Mengurus suaminya. Tapi aku tidak ingin HB denganmu. Aku tidak akan pernah berhubungan badan dengan wanita yang tak aku cintai, termasuk kamu!" tegas Daffa.Kamila menyeringai. Nafasnya yang sempat tersengal di tenggorokan seketika menjadi lancar. Ia segera me

  • Terjebak di Pangkuan Pria Lumpuh   2 Layani Aku

    "Jangan menangis! Kau pikir ini keinginanku?!" Pria di sebelah Kamila membentak. Dia adalah Daffa Azriel, terlihat melayangkan tatapan dingin kepada Kamila.Kamila segera mengusap pipinya yang sudah basah oleh air mata. Ia segera menelan rasa sakit di dalam dada. Segera mengatur nafas yang tersengal di tenggorokan."Kalau bukan karena gara-gara kamu, kekasihku tidak akan pernah pergi meninggalkanku!" Daffa Azriel kembali membentak.Sontak Kamila mendongak terkejut. Dia menunjuk wajahnya sendiri. "Apa! Gara-gara aku?" Dia bahkan tidak pernah melakukan kesalahan apapun kepada pria di sampingnya. "Jangan pura-pura tidak paham. Aku tidak butuh penjelasan apapun darimu!"Kamila menghela nafas berat. Dia memang tidak paham dengan ucapan pria yang kini telah menjadi suaminya itu.Hingga pada malam tiba. Kamila yang kini duduk di meja rias, segera mencopot semua pernak-pernik yang menempel di kepala. Gaun pengantin yang melilit tubuh indahnya, segera diganti dengan setelan kaos dan celana j

  • Terjebak di Pangkuan Pria Lumpuh   1 Dinikahi Pria Cacat

    Pukul 03.00 sore. Kamila Adelia baru saja tiba di rumah setelah seharian bekerja sebagai buruh di pabrik makanan. Dia buru-buru pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sore ini sebelum maghrib tiba, Kamila ada janji bertemu dengan calon tunangannya di alun-alun kota. Tapi ketika baru saja dia keluar dari kamar mandi, Kamila mendengar suara tangisan dari kamar sang adik tiri. "Huaaa..." Suara tangisan dari kamar adik tiri Kamila semakin keras terdengar di telinga. Kamila penasaran. Wanita berambut pendek itu segera menempelkan telinganya pada pintu kamar. "Aku tidak mau menikah dengan orang itu, Ma. Aku 'kan tidak sengaja menabraknya. Aku tidak bersalah." Suara Melia Agustin terisak dari dalam kamar. "Tenang saja, semua pasti akan baik-baik saja." Ibu Melia terdengar menenangkan. Sementara Kamila, telinganya masih saja menempel pada pintu. Di waktu yang bersamaan, pintu dibuka dari dalam, Kamila hilang keseimbangan sehingga tubuhnya terdorong masuk ke da

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status