Share

4 Surat Perjanjian

Penulis: Miss_Pupu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-19 20:20:56

"Apa yang kamu lakukan? ini sudah larut malam? Ngapain kamu teriak-teriak?"

Deretan pertanyaan yang keluar dari mulut Daffa tak langsung membuat Kamila tersadar. Wanita itu terlihat linglung.

Kamila malah terlihat menelaah Daffa dari ujung rambut sampai ujung kaki. Nyatanya, Daffa masih duduk di kursi roda. Kedua kakinya masih tak mampu untuk berjalan.

"Kamu bohong ya? Bukannya tadi kamu bisa berjalan?" Kamila malah berbalik tanya kepada Daffa. Melayangkan tatapan nanar penuh selidik.

"Apa yang kamu pikirkan, Kamila? Kalau aku bisa berjalan, tak mungkin kekasihku pergi meninggalkanku. Teriakanmu telah mengganggu tidurku!" sentak Daffa.

Kamila mematung. Dia melihat Daffa memutar kursi rodanya, kembali ke tempat tidur.

Kursi roda Daffa memang terlihat otomatis. Bisa diatur melalui remote control.

Kamila melihat, dapat kembali tidur di atas kasur empuknya. Sementara dia masih saja mematung sambil menepuk pelan kedua pipinya.

"Jadi aku hanya mimpi?" Kamila bertanya pada dirinya sendiri.

Ah sial!

Kekhawatiran yang Kamila pikirkan sampai terbawa ke dalam mimpi.

***

Hari ini, hanya ada Daffa dan Kamila di rumah mewah itu. Ibunda Daffa sudah terbang ke luar negeri untuk urusan bisnis selama beberapa bulan.

Sebenarnya mereka tidak hanya berdua saja, ada tiga orang pembantu yang mengurus rumah dan 4 orang satpam yang berjaga di bagian luar.

Ketika kamila sudah selesai mengurus semua keperluan Daffa, ia segera menemui Daffa di ruangan yang lain—ruang televisi. Kamila akan meminta izin untuk pergi keluar. Ia merasa harus tetap menemui Galang untuk menjelaskan semuanya.

Tapi begitu kamila sampai di ruang televisi, langkahnya tertahan tatkala melihat Daffa nampak bersedih.

Daffa tengah menonton sebuah berita selebriti mengenai pernikahan seorang anak konglomerat bersama selebriti papan atas.

Kamila melihat, sepasang manik berwarna coklat itu nampak basah, tapi tidak sampai menetes. Kedua tangan Daffa nampak dikepalkan, seperti tengah membendung emosi. Bibirnya nampak bergetar dan mengerut, dengan rahang yang nampak mengeras.

Mengapa Daffa terlihat sangat bersedih siang itu?

'Ternyata pria dingin dan terlihat kuat itu bisa bersedih?' gumam Kamila dalam hatinya.

Wanita berkulit putih itu menjadi penasaran, apa yang membuat Daffa tiba-tiba bersedih.

"Harusnya kamu tidak menikah dengannya!" Daffa melempar sebuah gelas pada layar televisi, membuat kedua benda itu pecah berantakan.

Ya Tuhan!

Kamila terkejut. Nampaknya pria di depan televisi itu bukan hanya bersedih, tapi sangat marah.

Kamila jadi mengerti penyebab kemarahan dan kesedihan Daffa siang itu. Ternyata, wanita yang diberitakan di layar televisi adalah kekasih yang meninggalkan Daffa menjelang pernikahannya.

Perlahan Kamila mendekatkan dirinya kepada Daffa. "Mengapa harus merusak benda yang tidak bersalah?" tanyanya dengan pelan-pelan.

"Karena yang harusnya saya lempar dengan gelas itu bukanlah televisi, melainkan kamu!" bentak Daffa.

Kamila terkesiap. Ia menggeleng pelan kepalanya.

"Pergi kamu dari hadapanku! Aku sedang muak melihat wajah kamu!" usir Daffa.

Apakah Daffa benar-benar mengusir Kamila? Itu sih bisa menguntungkan Kamila.

Kamila melangkah mundur. "Kamu mengusirku?" Ia bertanya pelan.

Namun Daffa malah terdiam. Dadanya nampak kembang kempis. Nafasnya memburu begitu kencang.

"Aku tidak akan pernah melepaskanmu sebelum kamu mampu membuat kakiku sembuh dan mampu berjalan kembali. Dosa besarmu adalah, membuat kakiku menjadi lumpuh!" Daffa berbicara dengan hardiknya.

"Tapi 'kan—"

"Aku tidak butuh pembelaanmu!" potong Daffa membentak.

Kamila mengatur nafasnya. Ia sadar kalau pria depannya itu tengah emosi.

"Baiklah, bagaimana jika aku bisa menyembuhkan kakimu? Apa aku bisa lepas dari ikatanmu?" tanya Kamila menantang dengan nada lembut.

Daffa terlihat berpikir. "Jika seandainya kamu memang bisa menyembuhkan kakiku, kamu bisa pergi sesuka hatimu. Aku tidak butuh kamu di sini. Aku juga tidak butuh istri seperti kamu," cibirnya acuh tak acuh. Ia merasa istrinya tengah berangan-angan tentang sebuah kemustahilan.

"Oke! Tunggu sebentar!" Kamila langsung pergi mencari laptop.

Wanita berkulit putih itu terlihat memainkan jemari tangannya di atas keyboard laptop. Ia langsung mengetik sesuatu. Setelah itu, dicetaknya sebuah surat yang sudah ia buat.

"Apa itu?" Daffa yang masih duduk di kursi roda, bertanya kepada Kamila.

"Silahkan baca. Itu adalah surat perjanjian mutlak. Tanda tangan jika kamu setuju," titah Kamila seraya menyodorkan selembar kertas yang berisi surat perjanjian antara dirinya dan Daffa.

Daffa segera membaca isi surat di tangannya. Isinya adalah, kesepakatan antara Daffa dan Kamila, jikalau Kamila bisa mengurus dan membuat Daffa benar-benar sembuh dari lumpuh pada kakinya, maka Daffa harus menceraikan Kamila detik itu pula.

Daffa terlihat mengulum senyum mengejek. Sepertinya Kamila benar-benar tengah berandai-andai pada sebuah kemustahilan.

Daffa pun tidak perlu berpikir panjang. Dia segera membubuhkan tanda tangannya di atas kertas yang sudah Kamila tempelkan materai.

"Aku akan menyimpan surat ini agar tidak rusak dan hilang." Kamila segera menyimpan suratnya.

"Terserah kamu!" Daffa mengibaskan tangannya. Siang ini dia benar-benar merasa muak melihat wajah Kamila.

Yang Daffa tahu, Kamila adalah wanita penyebab dia menjadi lumpuh. Karena saat tragedi kecelakaan, Daffa hanya mampu melihat plat nomor mobil yang menabraknya. Saat itu dia langsung melapor polisi. Sekilas, Daffa sempat melihat wanita yang menabraknya, seorang wanita muda yang wajahnya ditutup masker. Sehingga saat ini yang dia tahu kalau wanita itu ternyata Kamila.

Kesepakatan diantara korban dan pelaku terjadi, karena Kamila yang dijadikan tameng dan menjadi pengantin pengganti sesuai permintaan korban yang sudah merencanakan pernikahan.

Sementara pelaku aslinya—Melia terbebas dari kesalahan.

Ketika waktu sudah menunjukkan pukul 03.00 sore.

"Oh ya, bolehkah aku meminta izin keluar?" Setelah niatnya sempat tertunda, akhirnya Kamila baru memberanikan diri.

"Mau pergi ke mana kamu?" Daffa mendelik sinis.

"Aku hanya ingin bertemu dengan Mama saja. Lagi pula, aku belum sempat membawa barang-barang milikku. Pakaianku juga masih tersimpan di sana." Kamila membuat alasan.

"Kamu tidak perlu membawa barang apapun ke rumah ini. Keperluan kamu bisa dibeli melalui toko online, jadi kamu tidak perlu pergi kemana-mana," ketus Daffa terlihat tak mengizinkan..

"Tapi aku ingin ketemu dengan Mama. Please... Cuman sebentar saja kok. Sebelum jam 06.00 juga aku pasti udah kembali ke sini." Kamila menautkan kedua tangannya. Ia juga memasang wajah memelas.

Hingga Daffa pun mendengus kesal. Sedingin-dinginnya dia, tetap saja tidak bisa melihat wanita bersedih. "Ya sudah, kamu boleh pergi. Tapi sebelum jam 06.00, harus sudah kembali. kalau telat sedikit saja, kamu akan terkena sanksi."

Kamila menyeringai. "Tentu saja. Aku akan kembali tepat waktu. Tapi—"

Wanita berkulit putih itu menggantungkan kalimatnya. Menekuk wajahnya. Kembali memasang wajah sendu.

"Tapi kenapa?"

"Aku tidak punya ongkos. Tidak punya uang sepeser pun," keluh Kamila berbicara jujur.

"Dasar orang miskin. Memalukan!" cibir Daffa. "Mana rekening kamu?" Pria itu terlihat mengambil ponselnya dari dalam saku.

Kamila segera menyebutkan deretan angka nomor rekeningnya kepada Daffa.

Hingga...

Cling!

Bunyi notifikasi berbunyi pada ponsel Kamila. Seketika wanita itu terkejut melihat transferan yang masuk dari Dafa.

"10 juta!" Matanya membola sempurna seperti hendak loncat dari sarangnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjebak di Pangkuan Pria Lumpuh   5 Menjadi Panas

    Baru kali ini rasanya Kamila membawa uang jajan senilai 10 juta. Selama ini, sebagai pekerja buruh di pabrik, dia harus menunggu selama 3 bulan untuk mengumpulkan uang sebanyak itu. Uang gajinya tak pernah tersisa. Bahkan selalu saja kurang. Kamila selalu mencari pekerjaan tambahan, untuk memenuhi sisa-sisa kebutuhan. Menikah dengan Daffa membuatnya terpaksa harus berhenti menjadi pekerja buruh pabrik. Tapi jika boleh memilih, Kamila lebih baik menjadi pekerja buruh daripada harus terpaksa menikah dengan Daffa—pria dingin yang penuh misteri. Tapi ya sudah. Semua telah terjadi, Kamila harus belajar menghadapi setiap tantangan baru dalam hidupnya. Ketika mentari mulai turun ke ufuk Barat, Kamila sudah berada di depan sebuah kantor showroom mobil. Gadis berkulit putih itu akan menemui Galang di sana. "Galang!" Kamila memanggil kekasihnya. Ia segera mendekati Galang yang mulai menjauh saat menyadari kedatangannya. "Tunggu, Galang!" Akan tetapi, Galang malah mempercepat langkahnya m

  • Terjebak di Pangkuan Pria Lumpuh   4 Surat Perjanjian

    "Apa yang kamu lakukan? ini sudah larut malam? Ngapain kamu teriak-teriak?" Deretan pertanyaan yang keluar dari mulut Daffa tak langsung membuat Kamila tersadar. Wanita itu terlihat linglung.Kamila malah terlihat menelaah Daffa dari ujung rambut sampai ujung kaki. Nyatanya, Daffa masih duduk di kursi roda. Kedua kakinya masih tak mampu untuk berjalan. "Kamu bohong ya? Bukannya tadi kamu bisa berjalan?" Kamila malah berbalik tanya kepada Daffa. Melayangkan tatapan nanar penuh selidik."Apa yang kamu pikirkan, Kamila? Kalau aku bisa berjalan, tak mungkin kekasihku pergi meninggalkanku. Teriakanmu telah mengganggu tidurku!" sentak Daffa.Kamila mematung. Dia melihat Daffa memutar kursi rodanya, kembali ke tempat tidur.Kursi roda Daffa memang terlihat otomatis. Bisa diatur melalui remote control. Kamila melihat, dapat kembali tidur di atas kasur empuknya. Sementara dia masih saja mematung sambil menepuk pelan kedua pipinya. "Jadi aku hanya mimpi?" Kamila bertanya pada dirinya sendi

  • Terjebak di Pangkuan Pria Lumpuh   3 Ah Menyebalkan

    Apa!Kamila terkejut. Bersamaan dengan itu, air mata yang sempat dibendung akhirnya merembes, membasahi pipinya yang mulus."Tolong ampuni. Aku benar-benar belum siap. Kita tidak saling mengenal, aku tidak bisa melakukan—" kalimat Kamila tersendat. Bibirnya gemetar, tak sanggup menyelesaikan ucapannya."Memangnya kamu pikir kita akan melakukan apa?" potong Daffa.Kamila mendongak. "Malam pertama adalah HB (hubungan badan) 'kan?" tanyanya sambil terisak.Daffa terlihat memutar bola mata, mendendengus kesal. "Kamu pikir Aku mau melakukan HB denganmu? Menjijikan!" "Memangnya apalagi selain itu?" Kamila menjadi tak paham. "Tugas seorang istri bukan hanya sekedar HB bersama suaminya. Tugas istri adalah, melayani keinginan suaminya. Mengurus suaminya. Tapi aku tidak ingin HB denganmu. Aku tidak akan pernah berhubungan badan dengan wanita yang tak aku cintai, termasuk kamu!" tegas Daffa.Kamila menyeringai. Nafasnya yang sempat tersengal di tenggorokan seketika menjadi lancar. Ia segera me

  • Terjebak di Pangkuan Pria Lumpuh   2 Layani Aku

    "Jangan menangis! Kau pikir ini keinginanku?!" Pria di sebelah Kamila membentak. Dia adalah Daffa Azriel, terlihat melayangkan tatapan dingin kepada Kamila.Kamila segera mengusap pipinya yang sudah basah oleh air mata. Ia segera menelan rasa sakit di dalam dada. Segera mengatur nafas yang tersengal di tenggorokan."Kalau bukan karena gara-gara kamu, kekasihku tidak akan pernah pergi meninggalkanku!" Daffa Azriel kembali membentak.Sontak Kamila mendongak terkejut. Dia menunjuk wajahnya sendiri. "Apa! Gara-gara aku?" Dia bahkan tidak pernah melakukan kesalahan apapun kepada pria di sampingnya. "Jangan pura-pura tidak paham. Aku tidak butuh penjelasan apapun darimu!"Kamila menghela nafas berat. Dia memang tidak paham dengan ucapan pria yang kini telah menjadi suaminya itu.Hingga pada malam tiba. Kamila yang kini duduk di meja rias, segera mencopot semua pernak-pernik yang menempel di kepala. Gaun pengantin yang melilit tubuh indahnya, segera diganti dengan setelan kaos dan celana j

  • Terjebak di Pangkuan Pria Lumpuh   1 Dinikahi Pria Cacat

    Pukul 03.00 sore. Kamila Adelia baru saja tiba di rumah setelah seharian bekerja sebagai buruh di pabrik makanan. Dia buru-buru pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sore ini sebelum maghrib tiba, Kamila ada janji bertemu dengan calon tunangannya di alun-alun kota. Tapi ketika baru saja dia keluar dari kamar mandi, Kamila mendengar suara tangisan dari kamar sang adik tiri. "Huaaa..." Suara tangisan dari kamar adik tiri Kamila semakin keras terdengar di telinga. Kamila penasaran. Wanita berambut pendek itu segera menempelkan telinganya pada pintu kamar. "Aku tidak mau menikah dengan orang itu, Ma. Aku 'kan tidak sengaja menabraknya. Aku tidak bersalah." Suara Melia Agustin terisak dari dalam kamar. "Tenang saja, semua pasti akan baik-baik saja." Ibu Melia terdengar menenangkan. Sementara Kamila, telinganya masih saja menempel pada pintu. Di waktu yang bersamaan, pintu dibuka dari dalam, Kamila hilang keseimbangan sehingga tubuhnya terdorong masuk ke da

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status