Saat ini, Kamila baru saja tiba di kediaman Daffa. Sedikit telat sekitar setengah jam dari perkiraan, itu karena dia terjebak macet dalam perjalanan pulang tadi.
Kedatangan Kamila disambut dengan tatapan tajam oleh Daffa, setajam samurai. Kamila menjadi gugup. "Maaf saya telat. Saya—" "Saya tidak butuh alasan apa pun darimu!" potong Daffa dengan suara membentak. Pria itu tak membiarkan Kamila menyelesaikan kalimatnya. Kamila menjadi takut. Di waktu yang bersamaan, dua orang pembantu rumah tangga di kediaman Daffa terlihat kompak memegang kedua tangan Kamila. Kamila menjadi kaget. "Apa-apaan ini?" "Saya tidak suka wanita pembohong! Akan ada hukuman di setiap kebohongan yang kamu lakukan!" Daffa dengan tegas. "Bohong tentang apa? Saya tidak berbohong apa pun." Gegas Kamila membela diri. "Perjalanan saya terjebak macet, maka dari itu terlambat." "Kamu pikir saya tidak tahu, beraninya kamu pergi menemui kekasihmu! Kamu berusaha lari dari saya 'kan!" Sepasang manik berwarna coklat milik Daffa terlihat semakin tajam. "Jangan pernah berpikir untuk kabur dan meninggalkan tanggung jawabmu, Kamila! Sampai kapanpun Kamu tidak akan pernah bisa lari dari saya!" Kamila terkejut lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak. Saya hanya pergi ke rumah Mama saja," bantahnya. "Lagi pula saya tidak pernah berpikir untuk lari atau kabur dari kamu. Bukankah kita sudah menyepakati perjanjian. Saya akan tetap di sini, sampai kaki kamu sembuh," imbuhnya menegaskan. "Kamu bohong!" sentak Daffa yang menjadi tak percaya. Pria itu kemudian memerintahkan kepada dua pembantunya. "Bawa Kamila ke kamar belakang!" titahnya. Kamila pun memberontak. "Tidak! Tolong jangan seperti ini. Saya tidak berbohong." Dua pembantu di kediaman Daffa tetap menarik tangan Kamila. "Lepas!" Kamila memekik tak terima. "Pak Daffa, tolong jangan lakukan ini. Saya minta maaf," pinta Kamila kepada Daffa, ketika kedua tangannya ditarik pembantu. Namun sepertinya Daffa sudah terlanjur marah. Laporan sang bodyguard mengenai kabar pertemuan Kamila dengan Galang membuatnya naik vital. Bukan hanya itu, bodyguard Daffa juga berkata kalau Kamila seperti berusaha kabur. Hingga akhirnya Kamila tetap di bawa dan dikurung di kamar kamar belakang. "Buka pintunya!" Kamila menggedor pintu yang sudah terkunci. Di kamar yang tidak terlalu luas itu, Kamila dikurung sendirian. Di ruangan yang gelap itu, dia ketakutan, terlebih Kamila memiliki trauma terhadap kejadian seperti ini. Dulu ketika Kamila berusia umur 12 tahun, dia sempat dimarahi Ratih dan dikurung di gudang semalaman. Semenjak saat itu, dia selalu ketakutan ketika berada di ruangan yang sempit, gelap, dan dalam keadaan terkunci. Kamila memeluk lututnya di balik pintu. Tangannya gemetar. Air matanya kembali merembes setiap kali mengingat masa lalunya. "Tolong buka pintunya!" Suara Kamila yang sudah lemas, mengiba pada siapa saja yang mendengar. Namun, pintu tetap saja terkunci sampai larut malam, Sampai tubuh Kamila menjadi lemas dan lunglai di atas lantai. "Kamila..." Samar-samar telinga Kamila mendengar suara bariton berbisik memanggil namanya. Ia segera membuka mata. Mengejutkan. Kamila terpenjat melihat Daffa tiba-tiba menyalakan lampu ruangan dan sudah berada di depannya. Kamila melihat Daffa turun dari tempat tidur kemudian berjalan mendekatinya. "Kamu bisa berjalan?" Kamila terbelalak. "Memangnya Kamu pikir saya lumpuh beneran? Ayolah, Sayang. Saya sudah tidak sabar. Malam ini kita akan menikmati bulan madu, saya sudah siap." Daffa semakin mendekat kepada Kamila. Kamila yang terkejut, segera bangkit dari atas lantai. "Stop!" Dia meluruskan kedua tangannya, mencegah Daffa mendekatinya. Namun usaha Kamila sepertinya tidak berhasil. "Kenapa, Baby? Ayo kita nikmati malam ini. Ruangan ini akan menjadi nyaman bila kita nikmati bersama-sama," ajak Daffa sambil melayangkan tatapan menjijikan dalam pandangan Kamila. "Tidak! Kita sudah berjanji untuk tidak melakukan apa-apa. Kita tidak akan melakukan HB tanpa rasa cinta. Kamu sudah janji pada saya. Jangan ingkar!" Kamila nampak mendorong dada bidang milik Daffa, sehingga pria di depannya itu sempat mundur dua langkah. "Hey, Sayang. Kamu itu sudah menjadi istri saya. Saya berhak untuk menikmati seluruh tubuhmu malam ini." Daffa nampak menajamkan tatapannya. Pria itu segera mendorong tubuh Kamila hingga terbaring di atas kasurnya yang empuk. Sedingin-dinginnya Daffa, Kamila tidak pernah menyangka kalau pria di depannya itu akan berubah menjadi jahat dan menjijikan. "Jangan lakukan apapun. Saya mohon." Kamila beringsut mundur. Namun tubuhnya sudah mentok pada dinding ruangan. Kamila tidak bisa lari kemana-mana lagi. Lagi pula pintu kamar masih terkunci rapat. Dari mana Daffa bisa masuk? Sementara itu, Kamila melihat Daffa mulai membuka kancing bajunya satu persatu. Pria di depan Kamila itu terlihat bagaikan singa yang siap menerkam mangsa. "Saya mohon! Beri saya waktu sampai siap. Saya belum siap malam ini. Jangan lakukan apapun malam ini. Saya mohon." Kamila menautkan kedua tangannya. Memasang wajah memelas. Menghiba belas kasihan kepada Daffa Namun Daffa Azriel tetap membuka seluruh bajunya. Pria yang sudah bertelanjang dada itu semakin mendekati Kamila. "Saya mohon jangan lakukan!" Kamila masih menautkan kedua tangannya, menggelengkan kepala, memejamkan mata, berharap ada sebuah keajaiban yang bisa membuat Daffa menghindari tubuhnya. Namun sepertinya wajah Daffa semakin dekat dengan wajah Kamila. Hembusan nafas pria itu, bisa Kamila rasakan. Apakah malam ini Kamila akan benar-benar akan kehilangan keperawanannya, oleh pria yang baru saja menikahinya itu? Kamila tak mencintainya. "Tidak! Tolong!" Kamila menjerit meminta bantuan kepada siapapun yang mendengar suaranya. "Hey, diam!" Daffa membentak. "Berisik!" Namun Kamila masih menutup wajah dengan kedua telapak tangan. "Tolong!!!" Dia terus-menerus menjerit, meminta bantuan siapapun melalui suaranya yang keras. "Diam, Kamila!" Suara Daffa kembali membentak. "Jangan lakukan apapun. Saya mohon. Siapapun, tolong aku!" "Diam!!!"Kamila merasa ada yang aneh. Apoteker sahabatnya itu tidak mungkin berbohong. Tapi apakah Jenifer yang telah berbohong?Lalu, untuk apa Jenifer meracuni anaknya sendiri? Kamila tak bergeming. Mengenai obat itu hanya dia sendiri yang mengatur. Dia memilih membuat ramuan dari rempah-rempah, tanpa sepengetahuan Jenifer."Permisi, Pak Daffa." Kamila berdiri di ambang pintu kamar Daffa yang sudah terbuka. "Mohon izin untuk memberikan obat dari nyonya besar." Dia beralasan. Padahal obat dari Jenifer sudah disembunyikannya dengan rapi."Saya tidak mau." Daffa menolak dengan ketus."Tapi, Saya hanya menjalankan tugas dari nyonya besar. Kalau tidak dilaksanakan, saya akan dihukum oleh Nyonya," ucap Kamila bagaikan seorang pembantu saja, padahal dia adalah istri Daffa Azriel. Tanpa meminta izin pun, sebenarnya dia sudah seharusnya mengurus suaminya. "Saya mohon, Pak. Izinkan saya mengurus kamu," ucap Kamila dengan mimik memelas.Bagaimana Daffa tidak luluh, dia melihat Kamila nampak pucat. Mu
Suara langkah kaki memasuki kediaman Daffa Azriel. Jenifer—ibunda Daffa baru saja tiba dari luar negri.Wanita paruh baya itu membuka kacamata hitam yang bertengger di hidungnya."Kenapa rumah terasa sepi sekali?" Jenifer merasa aneh. Dia mencari beberapa orang pembantunya yang tak terlihat dalam pandangan. "Ijah, Susi, Kokom!" panggil Jenifer seraya meletakkan tas mewah branded-nya di atas meja.Tak ada yang menyahut. Kecuali driver yang turut serta masuk ketika mendengar suara panggilan Jenifer."Permisi, Nyonya. Pembantu di rumah ini sedang dipulangkan oleh Tuan Daffa." Pria berseragam serba hitam itu melapor pada majikannya. "Oh my God! Kenapa tidak beritahu saya? Lalu siapa yang akan membereskan rumah ini?" Jenifer nampak keheranan."Sepertinya pekerjaan mereka sedang digantikan oleh Nona Kamila," terang sang driver lagi.Jenifer mendengus. "Ada-ada saja kelakuan Daffa. Tapi ya sudahlah, wanita kampung itu memang pantas menerima hukumannya." Jenifer melanjutkan langkahnya menu
"Kenapa, Pak?" Tangan Kamila bergetar. Rasa takut tiba-tiba menyeruak dalam benaknya.Tanpa terlebih dahulu menjawab. Daffa mengambil sebuah asbak beling berwarna transparan di atas meja. Di lemparkannya asbak itu ke sembarang arah hingga,Prang!!!Asbak itu pecah, berserakan di atas lantai.Kamila sampai tersentak. Napasnya seketika memburu kencang."Sudah pernah saya katakan, saya benci pembohong!" Daffa berbicara dengan hardiknya."Bo-bohong tentang apa lagi?" Kamila gugup."Kamu baca hasil tes pemeriksaan itu!" Daffa melemparkan selembar hasil tes pemeriksaan yang baru saja ia baca, kepada Kamila.Hasilnya sangat jelas, negatip. Kamila dinyatakan bersih dari penyakit HIV AIDS berbeda dengan yang dikatakan Melia kemarin lusa.Sebenarnya Kamila tidak heran, sebab dirinya sadar akan kondisi kesehatannya. Tapi, setelah membaca surat hasil tes pemeriksaan itu dia jadi tahu, kalau tempo lalu dia telah melakukan pemeriksaan tes HIV AIDS.Bibirnya gemetar. Kamila bingung harus beralasan a
Melia terlihat percaya diri. Gadis berusia 18 tahun itu masih tak mau beranjak dari sofa ruang tamu kediaman Daffa Azriel. Ia masih bertekad ingin mengacaukan kebahagiaan Kamila. Adik tiri Kamila itu memang tak rela melihat Kamila lebih beruntung darinya.HIV AIDS? Kamila sampai menaikan kedua alisnya tatkala mendengar itu. Kamila yang mengetahui dari balik dinding penyekat, berdoa dalam hatinya, semoga adiknya itu berhasil membuat Kamila lepas dari Daffa. Kamila mengira, sang adik tiri tengah berusaha menyelamatkannya."Apa buktinya?" tantang Daffa setelah itu."Ada kok." Melia langsung merogoh tas kecil yang menggantung di bahunya. Ia mengambil selembar kertas dari dalam tasnya. Kertas itu, Melia sodorkan pada Daffa."Ini buktinya."Daffa mengambil kertas yang diberikan Melia. Itu adalah kertas sebagai bukti hasil pemeriksaan dari laboratorium.Dari mana Melia mendapatkan itu?Entahlah, karena kertas itu sampai membuat Daffa terlihat menahan emosi."Kamu bisa pergi dari rumah saya
Kamila merasa pipinya ditepuk seseorang. Siapa lagi kalau bukan Daffa. Kamila menjadi semakin takut. "Jangan sentuh aku! Jangan lakukan apapun! Pergi!"Lagi-lagi Kamila merasa pipinya ditepuk-tepuk. Hingga perlahan ia segera membuka matanya lalu terkejut ketika sadar akan sesuatu."Ngapain kamu teriak-teriak? Ini sudah larut malam? Mengganggu saja!" Berkat laporan dari pembantunya, Daffa baru saja tiba di kamar itu untuk memeriksa keadaan Kamila.Suara teriakan Kamila yang kencang memang terdengar sampai ke kamar Daffa.Deretan pertanyaan yang keluar dari mulut Daffa tak langsung membuat Kamila tersadar. Wanita itu terlihat linglung.Kamila malah terlihat menelaah Daffa dari ujung rambut sampai ujung kaki. Nyatanya, Daffa masih duduk di kursi roda. Kedua kakinya masih tak mampu untuk berjalan. "Kamu bohong ya? Bukannya tadi kamu bisa berjalan?" Kamila malah berbalik tanya kepada Daffa. Melayangkan tatapan nanar penuh selidik."Apa yang kamu pikirkan, Kamila? Kalau saya bisa berjalan
Saat ini, Kamila baru saja tiba di kediaman Daffa. Sedikit telat sekitar setengah jam dari perkiraan, itu karena dia terjebak macet dalam perjalanan pulang tadi. Kedatangan Kamila disambut dengan tatapan tajam oleh Daffa, setajam samurai. Kamila menjadi gugup. "Maaf saya telat. Saya—" "Saya tidak butuh alasan apa pun darimu!" potong Daffa dengan suara membentak. Pria itu tak membiarkan Kamila menyelesaikan kalimatnya. Kamila menjadi takut. Di waktu yang bersamaan, dua orang pembantu rumah tangga di kediaman Daffa terlihat kompak memegang kedua tangan Kamila. Kamila menjadi kaget. "Apa-apaan ini?" "Saya tidak suka wanita pembohong! Akan ada hukuman di setiap kebohongan yang kamu lakukan!" Daffa dengan tegas. "Bohong tentang apa? Saya tidak berbohong apa pun." Gegas Kamila membela diri. "Perjalanan saya terjebak macet, maka dari itu terlambat." "Kamu pikir saya tidak tahu, beraninya kamu pergi menemui kekasihmu! Kamu berusaha lari dari saya 'kan!" Sepasang manik berwar