Semoga sukaヾ(❀╹◡╹)ノ゙
Regan menatap langit senja dari balik jendela kantornya. Ia melihat ke arah luar kaca, menampilkan bayangannya yang tenang namun penuh perhitungan, juga menampilkan sebagian hamparn kota Jakarta yang sibuk. Sudah lebih dari satu minggu sejak peluncuran aplikasi Sora, dan semua berjalan sesuai rencana bahkan melebihi rencana. Ia telah berhasil—mengambil alih kendali perusahaan sepenuhnya, menyingkirkan pesaing internal, menancapkan kukunya lebih dalam di dunia bisnis digital dan kosmetik. Namun... satu hal belum ia bereskan. Urusan keluarganya dan perjanjian bisnis dengan keluarga Yola. “Untuk sepenuhnya menjadi CEO utama dan permanen,” gumamnya, “aku harus menikah dengan Yola.” Itu syarat dari sang Ayah—tertulis secara legal dalam surat penunjukan pewaris. Bukan karena cinta, melainkan karena politik keluarga.Ia menghela napas untuk ke sekian kali pagi ini. Rasanya berat sekali menghadaoi hari-hari berikutnya tanpa Bella. Namun ia juga memikirkan cara lain untuk tetap bisa be
Regan terbangun saat merasakan napas Bella yang mulai teratur. Ia mendengar semua kata-kata Bella semalam, dan hanya menyeringai menanggapinya. Sebenarnya ia tidak terlalu mabuk, ia masih bisa sadar dan mendengar apa yang orang lain katakan. Tapi setelah kata-kata itu keluar dari Bella, ia jadi sadar secara psikologis... bahwa Bella benar-benar ingin pergi darinya.Namun, kalau mengingat bagaimana tersiksanya Bella saat tidak mengikuti alur cerita—saat ia tahu Bella sampai muntah darah, dirawat di rumah sakit—Regan juga merasa tidak punya pilihan lain. Tapi di saat yang sama... ia juga tidak bisa benar-benar berpisah dari Bella. Ia ingin bersama Bella, sesekali, walau tidak bisa memilikinya sepenuhnya.. Keesokan harinya, pagi begitu cerah. Tapi tidak dengan hati Bella yang kelabu. Cahaya matahari pagi sama sekali tidak mencerminkan pikirannya yang gelap dan berkabut. Ia terbangun ketika Regan masih di sampingnya, menatap dan menyentuh wajahnya perlahan, menyusuri tiap fitur wajah ya
Bella masuk kantor seperti biasa, tapi Yasha menelponnya untuk bertemu di loby sebentar. Awalnya ia menolak, tapi Yasha bilang itu penting dan mungkin ini terakhir kalinya ia menemui Bella. Tanpa menunggu lama, Bella langsung menuku ke lantai dasar untuk menemui Yasha. Di sana, Yasha sedang duduk di sofa loby dengan santai. Tiba-tiba ia langsung memeluknya saat ia sampai. Bella terpaku senejak, melihat situasi. Setelah menyadari banyak mata yang menuju pada mereka, ia langsung melepaskan pelukan itu. "Wait, Yash... what happen?"Yasha kembali duduk dan menepuk sisi kanannya agar Bella duduk di sampingnya. Bella pun menurut dan menatap Yasha yang menunjukkan wajah sedih. "Why?" tanya Bella tak sabaran. "Gue... harus nerusin S2 di luar negeri."Bella tercengang tapi mengucapkan selamat padanya. "Tapi kenapa lo sedih?"Yasha terlihat menghela napas dan menatap ke arah lain. "Gue harus meninggalkan orang-orang yang gue sayang."Bella langsung berpikir bahwa itu pacarnya. Ia hanya b
Pidato Regan dimulai. “Sora hadir karena kami percaya bahwa industri kecantikan di Indonesia tidak hanya membutuhkan produk yang berkualitas, tapi juga ruang. Ruang untuk bercerita, berekspresi, dan berbagi pengalaman.” Yola melanjutkan setelahnya, berbicara soal kemitraan, pengembangan pasar lokal, dan keterlibatan UMKM. Suaranya lantang, percaya diri, sangat kontras dengan getaran gugup yang masih Bella rasakan saat bicara di depan umum. Memang calon 'Ibu CEO' yang cocok. Setelah Yola turun, giliran William yang naik. Pria itu tampak lebih santai. Kaos hitam polos, kemeja baby blue, sepatu sport, dan ekspresi khas pengembang teknologi yang tidak terlalu peduli soal gaya. “Aplikasi ini kami desain untuk mendengarkan kebutuhan pengguna. Terutama beauty vlogger yang kadang sulit menemukan platform yang benar-benar mendukung mereka--fokus pada pembahassn tentang kecantikan. Dengan fitur komunitas ala media sosial, video, mini-blog, auto-tag produk, dan sistem rating pintar, kam
"Mikirin apa sih?" Bella tertawa garing. "Enggak papa, Pak. Saya--" "Gak usah dipikirin omongan orang," potong William. "Mereka cuma kehabisan topik buat gosip aja?" Agak kaget sebenarnya dengan ucapan William yang santai, tapi itu membuat Bella tenang. "Di tempat hiburan malam udah biasa kan kayak gitu. Kamu gak kenal sama orang itu kan?" Bella mengangguk. Kini ia merasa lebih tenang dan lebih diterima. Ia sangat membenci bagaimana Regan seolah menyeretnya ke dalam masalah. Berita tentangnya sudah dibereskan oleh Regan, tapi sayangnya ingatan orang-orang terus melekat. "Udah, fokus aja sama kerjaan. Besok kita harus mempersiapkan fisik dan mental buat Launching Aplikasinya. Semangat!" Bella mengguk antusias. "Thanks, Pak." "My pleasure, Princess." Keduanya tertawa bersama dan diperhatikan oleh tim media yang seolah hanya jadi toping di antara keduanya. Setelah itu William pamit pada Tim karena harus mengerjakan urusan yang lain. Persiapan sudah siap 99%, tingga
Bella memaksakan diri berjoget ria di lantai dansa dengan lampu kelap-kelip dan musik keras mengiringinya. Regan sendiri hanya menatapnya dari meja bar. Beberapa kali pria random mencoba melecehkan Bella, tapi Bella sendiri sudah menepisnya. Regan bukannya membiarkannya menanangani sendiri, tapi sedang mencoba melihat apa yang dilakukan Bella selanjutnya. Sejauh ini, Bella memainkan perannya dengan baik. Minum banyak alkohol dan berjoget dengan luwes, selayaknya orang yang kerjaannya pesta dan dugem. "Cewek lo balik lagi ke setelan awal, Bro?" tanya Ronald. Regan tak menjawab, masih fokus ke arah Bella yang terus menari seolah tak pernah kehabisan energi. Ia on fire terus-terusan. "Boleh juga tariannya," tambah Ronald. Regan tak seperti biasanya langsung marah ketika Bella dipuji. Itu menimbulkan tanda tanya untuk Ronald. Tidak biasanya Regan sesantai itu. Kemudian ia mengingat kalau Regan dan Bella sebentar lagi habis kontrak. Mungkin itu sebabnya Regan mengendurkan obse