Home / Romansa / Terjerat Aturan! / 3. Rani Pergi

Share

3. Rani Pergi

Author: Rainy
last update Last Updated: 2022-01-07 12:37:05

.

.

.

“Rani, cepat menyingkirlah dari hidupku," dapat kudengar dengan jelas suara Mas Adam. Kamar kami bersebelahan.

Hembusan AC di kamarku terasa begitu dingin, menusuk ke tulang-tulang. Sama dengan perkataan Mas Adam yang tidak sengaja terdengar barusan. Aku akan disingkirkan. Entah mengapa, rasa sakit bercampur marah kembali menggerogoti jantungku. Tidak terasa air mataku kembali bercucuran. Mas Adam memang sudah tidak menginginkanku lagi. Aku merasa tertolak, tetapi apa yang bisa kulakukan?

Kembali menutup tubuh telanjangku dengan daster, aku lalu keluar hendak menyiapkan makan malam. Tapi tiba-tiba langkah kakiku terhenti di ambang pintu kala suara baritonenya memanggilku.

“Rani, Mas mau pergi,” katanya dengan tegas.

Aku meliriknya sekilas dan kulihat dia sudah berpakaian sangat tampan dengan pakaian badmintonnya. Pasti, dia akan main badminton lagi sampai larut malam bersama kawan-kawannya. Biasanya, melihat hal itu aku akan langsung naik pitam apabila dia memaksa untuk pergi dengan gerombolannya sementara aku hanya sendirian di rumah.

Tetapi masih bisakah aku marah? Sebentar lagi kami juga akan bercerai. 3 Bulan usaha mediasi hanya akan mengulur waktu perceraian itu. Tetap saja, kami akan bercerai. Di hati suamiku sudah tidak ada aku. Bukan barusaja, tetapi aku memang sudah hilang dari benaknya sejak beberapa tahun silam. Bodohnya aku karena baru menyadarinya.

“Aku tidak masalah. Pergilah Mas,” sahutku memandang wajah Mas Adam.

Sejenak dia menatap ke arahku dengan ragu. Tetapi sepertinya dia senang dengan jawaban yang didengarnya. Mungkin, itulah yang selama ini dinantikannya. Kehidupan bebas, tidak ada ocehan, tidak ada larangan, dan tidak ada orang sepertiku yang mengawasinya. Mungkin dengan melepasnya, dia akan bahagia dan begitupun dengan diriku.

“Jangan tunggu aku pulang,” terangnya melewatiku begitu saja. Bagai dikejar hantu, dia lekas-lekas pergi. Mungkin dia berpikir bahwa aku akan mengomel dan berubah pikiran hingga dia sebegitu cepatnya melangkahkan kakinya.

****

Malam telah semakin larut dan Mas Adam belum juga pulang dari olahraga Badmintonnya. Ya, dia hanya bisa melakukan hobinya itu di malam hari karena paginya dia sibuk bekerja. Biasanya aku akan membawa kemoceng di depan pintu dan bersiap untuk memukulnya tepat saat dia pulang jam 12 malam. Tetapi mulai malam ini hal itu tidak lagi kulakukan. Tadi pagi aku mengingat dengan jelas kata-kata mas Adam.

“Setelah hari ini kita tidak saling terikat. Jangan ikut campur lagi urusanku. Uruslah dirimu sendiri, Rani. Aku berharap kau menemukan jodoh lain,” ucapnya sebelum kami memasuki ruang pengadilan.

Aku menangkap jelas arti kata-katanya itu. Meskipun perceraian kami masih dalam proses, tetapi baginya, kami bukanlah sepasang suami-isteri lagi. Perkataan itu menusukku begitu dalam. Sebegitukah dia ingin segera terlepas dariku? Dalam keheningan malam di lantai dua, aku kembali menangis dan mencoba melupakan perkataan itu.

Rasanya aku ingin menghubungi ayahku. Aku ingin memeluknya, dan aku ingin menangis dalam dekapannya. Tetapi aku tidak bisa melakukannya. Beliau memiliki penyakit jantung dan aku harus menjaga hatinya itu. “Hiks … Hiks …,” sekali lagi, air mataku turun membasahi kedua pipiku. Tidak terbendung lagi, bagai aliran anak sungai, air mata itu semakin lama semakin membeludak membanjiri seluruh bantal yang ada di bawah kepalaku.

“Ayah … aku minta maaf. Aku tidak sanggup lagi memegangnya. Aku melepasnya,” gumamku yang hanya bisa kudengar sendiri di sela-sela isakanku.

Pernikahanku telah gagal.

Pernikahanku telah gagal.

Pernikahanku telah gagal.

Isi pikiranku dipenuhi dengan kata-kata itu. Sebentar lagi, aku bukan lagi seorang isteri dari Adam Kanzani. Aku tidak akan lagi dipanggil Bu Adam. Dan aku tidak berhak lagi untuk mengatur semua hal di rumahnya.

Mengusap air mataku, aku yang hanya wanita tidak berpendidikan, masih tahu diri. Kami hanya tinggal menunggu surat cerai, lalu untuk apa aku berlama-lama disana? Bergegas aku mengusap air mataku dan mulai mengemasi barang-barangku. Satu persatu, seluruh ruangan itu aku susuri. Aku mengambil barang milikku dan meninggalkan barang-barang milik pria itu.

Disela-sela kesibukanku aku menghubungi sahabatku, Winda. Hanya dia harapanku saat ini.

“Iya Ran, ada apa? Tumben malam-malam menghubungiku,” tanya Winda penasaran.

Winda adalah sahabat SMA-ku. Sebelum menikah, kami dahulu selalu pergi bersama-sama. Sayangnya, aku menikah duluan dan dia melanjutkan kuliahnya ke jenjang yang sangat tinggi. Setelah itu, kami begitu jarang bertemu. Tetapi sekarang, aku terpaksa menghubunginya. Selain dia aku tidak memiliki tujuan lainnya.

“Win …,” kataku mencoba menahan nada bicaraku yang telah mulai begetar, “Win …,” sekali lagi aku mencoba tetapi aku tidak bisa lagi membendung isakanku yang begitu saja terlepas.

“Rani, ada apa? Cepat katakan Ran? Apa kau sakit atau bagaimana?” Winda bertanya dengan begitu cemasnya.

Tidak ada lagi yang bisa kusembunyikan dari sahabatku itu. Meskipun malu, tetapi itulah fakta yang harus kuhadapi saat ini.

“Aku cerai Win,” sahutku dengan suara tangis yang pecah begitu saja. Aku begitu sedih dan Winda sepertinya juga bisa merasakannya.

“Astaga Ran. Lalu dimana kau sekarang?” tanyanya dengan begitu khawatir.

“Aku masih di rumah Win. Aku sedang mengemasi barang-barangku. Apakah kau bisa menjemputku Win?” dengan nada lirih, aku memohon kepadanya.

“Tentu saja Ran, aku akan kesana sekarang juga,” katanya langsung menutup sambungan telepon kami.

Setelah selesai memasukkan ponsel milikku ke dalam tas kecil kesayanganku, aku lalu mengarahkan pandanganku ke seisi rumah itu. Semuanya terasa sedikit berbeda saat aku pertama kali masuk didalamnya. Sambil menunggu Winda, aku kemudian menata ulang perabot dirumah itu kembali seperti sedia kala. Sebelum aku ada disana. Sebelum aku mengubahnya. Dan sebelum aku masuk untuk menjadi isteri dari tuan rumahnya. Sebisa mungkin kuhapus semua jejakku. Bahkan sehelai rambutku-pun tidak kubiarkan jatuh di tempat itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Aturan!   30. Seperti Kapal Pecah!

    ...Akhirnya aku menyetujui perkataan Mas Adam. Mau bagaimana lagi, Pak Hakim akan mengadakan inspeksi dan besok aku juga harus membayar arisan. Jadi, ya, aku tidak memiliki pilihan selain kembali ke rumah.Dan sekarang, kami telah masuk area perumahan kami. Suasananya cukup ramai karena waktu masih menunjukkan pukul 19.00 malam. Beberapa anak muda terlihat sedang bersama-sama hendak pergi ke suatu tempat. Dan beberapa keluarga juga nampak sedang bercengkerama di depan rumah mereka. Tak heran, ini adalah sabtu malam minggu. Waktu yang tepat bagi orang untuk bersenang-senang, batinku sebelum aku berbicara kepada Mas Adam.“Mas Adam, nanti mau pergi lagi?” tanyaku kepadanya.Ya, Mas Adam dahulu sering merasa terkekang karena aku selalu menuntutnya di rumah setiap malam minggu. Mengingat itu, aku jadi merasa sedih. Jadi aku sekarang sudah menyiapkan hati andaikala dia ingin bersama dengan teman-temannya.“Engga Ran,&r

  • Terjerat Aturan!   29. Intimidasi untuk Pulang

    . . . Perasaanku begitu kacau. Sudah dengan sekuat tenaga aku berusaha melupakan Mas Adam. Tetapi pria itu … dia malah bersikap manis dan membuat jantungku berdetak kembali manakala dia memandangku. Dan seperti sekarang, aku bahkan dibuat tertarik untuk mencuri pandang kepada pria yang sedang membantu memperbaiki lampu yang padam di luar. “Ehem!” sebuah suara tiba-tiba saja menyadarkanku. Aku terkejut karena ibuku mendadak datang ke dapur dan menepukku dari belakang. “Eh, Ibuk kenapa ngagetin Maharani sih?” keluhku seraya meletakkan apel yang baru saja kucuci ke atas piring buah didepanku. “Ran, kamu itu yang kenapa? Dari tadi ibuk manggil kamu tapi kamu itu malah fokus ngelirik suamimu terus dari jendela. Memangnya kamu engga puas apa liat dia siang-malam? Kayak lagi pacaran aja,” sahut ibuku yang dapat didengar oleh Mas Adam dari luar. Aku menutup mulutku karena merasa sangat malu. Astaga, kenapa ibuk mengatakan hal itu sih?!

  • Terjerat Aturan!   28. Khilaf

    Adam Pov...Malam telah berganti pagi di kediaman mertuaku di Bandung. Samar-samar, aku dapat mendengar suara nafas Maharani yang mengalun begitu lembut. Aku tahu dia begitu lelah, karena dini hari tadi aku sempat membangunkannya untuk sekedar berciuman hingga akhirnya aku khilaf dan hampir saja menidurinya andai saja dia tidak mengatakan bahwa dirinya sedang datang bulan.Dan lihatlah, sekarang leher putihnya itu sudah penuh dengan tanda kebiruan. Hanya saja, aku belum begitu puas karena Maharani terus saja berusaha menutupi bagian dadanya yang sedari sebulan lalu sudah membuatku sangat penasaran itu.Ah! Tidak apa-apa! Mungkin sekarang memang belum waktunya bagiku untuk meminta lebih. Jadi aku tidak ingin memaksanya, batinku merasa yakin bahwa hubungan kami akan kembali seperti semula.Sejenak, aku mengamatinya tidur. Isteriku itu sebenarnya memang sangat cantik. Alisnya begitu tebal dan terbentuk secara alami. Bulu matanya begit

  • Terjerat Aturan!   27. Tidur Sekamar

    ...Dari jendela lantai atas, aku dapat melihat Mas Adam dan para pria bercengkerama dengan begitu asyiknya. Ah, aku tidak ingin mengganggu mereka. Jadi tadi aku dan ibu memilih makan di dapur sambil bercerita singkat.Dan sekarang, aku bingung sendiri. Waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 malam. Sebentar lagi, para bapak-bapak itu akan pulang dan Mas Adam akan naik ke lantai atas. Lalu bagaimana ya kalau Mas Adam tahu kalau aku akan tidur sekamar dengan dia? Batinku.Sambil menggigit jariku, aku berpikir serius. Aku yakin Mas Adam tidak akan suka jika aku tidur sekamar dengan dia. Aku masih ingat, 3 tahun lalu dia mengatakan bahwa dia lebih suka tidur sendiri karena aku hanya akan mengganggunya tidur.Memang benar sih! Dulu aku selalu saja menggelendoti dia. Kalau dia tidur, aku suka memeluk dia dengan erat sampai dia merasa kepanasan dan susah bernafas. Tapi mau bagaimana lagi? Aku dulu kan memang mencari perhatiannya.Mengingat it

  • Terjerat Aturan!   26. Ingin Rujuk?

    ...Setelah Maharani pergi, Bapak terlihat menghela nafasnya dengan berat. Sambil membolak-balikkan ayam bakar itu kembali, Bapak kembali berbicara denganku.“Maharani itu masih kecil, Dam,” ujar Bapak secara tiba-tiba kepadaku. “Teman-teman seumurannya banyak yang masih main-main, jadi kalau Maharani kurang melayani kamu sebagai isteri, Bapak harap kamu bisa mengerti,” tambah Bapak.Mendengar itu, aku menggelengkan kepalaku pelan. Maharani sampai lupa merawatku? Mustahil Pak, batinku seraya mengingat kehebohan isteriku itu dalam melayaniku selama 7 tahun ini.“Tidak Pak, Maharani sangat bisa melayaniku, jangan khawatir,” sahutku sambil mengambil ayam lain untuk kuletakkan ke atas perapian."Baguslah kalau begitu. Itu memang tugas seorang isteri untuk merawat suaminya. Kalau Maharani sampai cuek sama kamu, kamu harus bilang ke Bapak ya, biar Bapak nasihati dia," ucap Bapak."Iya Pak,"

  • Terjerat Aturan!   25. Pulang ke Bandung

    ...Perjalanan Jakarta-Bandung memakan waktu 3 jam. Setelah travel menurunkanku di pinggir jalan, aku langsung menderek koperku untuk menuju ke rumah besar dengan warna kuning gading disana. Itu adalah rumah warisan kakek untuk Bapak. Melihat bahwa lampu di dalam rumah masih menyala terang, aku langsung tersenyum. Sudah tidak sabar aku untuk bertemu dengan kedua orangtuaku sehingga aku mempercepat langkahku untuk lekas sampai kesana.“Bapak, Ibu, Maharani pulang … “ sapaku kepada rumah yang nampak sepi itu.Eh? Ini baru pukul 8 malam, pintu tidak dikunci dan lampu masih menyala terang, tetapi mengapa orang-orang sudah pada tidur? Batinku seraya menarik koperku untuk masuk ke dalam rumah.“Ibu… aku pulang,” kataku kembali.Bergegas, aku lalu meletakkan koperku di dekat kursi meja makan. Setelah itu, aku meletakkan tas plastic besar berisi oleh-oleh dari Jakarta dan mengeluarkan isinya satu-persat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status