Home / Romansa / Terjerat Aturan! / 4. Keseruan Adam

Share

4. Keseruan Adam

Author: Rainy
last update Last Updated: 2022-01-07 19:57:27

Adam POV

.

.

.

Malam semakin memanas di lapangan Badminton. Semangatku semakin terpompa dan membara mengalahkan semua lawan-lawanku. Smash demi smash kuberikan hingga tak satupun dari mereka yang berkutik menghadapiku. Bagai para anak itik yang diterkam elang, mereka meronta, memohon. Tetapi aku tidak melepaskan mereka.

“Brengsek kau Dam!” Suara para lelaki mengumpatku. Tidak begitu serius, mereka hanya meluapkan kekesalannya karena kalah bertanding.

Tersenyum aku menjawab mereka sembari mengambil sebotol air mineral dingin yang diulurkan kepadaku. Segar, itu yang kurasakan kala tanganku menyentuh botol dingin itu. 

“Thanks San,” ucapku kepada sahabatku Sandra, seorang wanita diantara geng kami.

“Sama-sama Dam,” sahutnya dengan penuh kelembutan, “Oh, iya. Aku pinjam raketmu ya?” tanpa basa-basi Sandra langsung saja menyambar raket yang kupegang.

Seperti biasa, Sandra selalu lupa membawa raketnya dan dia meminjam milikku seusai aku bermain. Alhasil, aku selalu menunggunya selesai, baru setelahnya aku bisa pulang ke rumah. It’s oke! Tidak masalah buatku. Lagipula besok adalah akhir pekan. Tidak ada pekerjaan dan tidak ada acara kantor. Aku bisa menikmati malam ini dengan sedikit lebih santai.

“Sialan kau Dam!” Suara sahabatku yang lain mengagetkanku. Hendry, dengan wajah memerahnya telah bersiap untuk memukul lenganku.

"Aww... Slow bro," ucapku memohon maaf atas kekhilafanku di pertandingan tadi. Dari awal, dia memang sudah kalah telak. Tentu aku tidak bisa disalahkan atas kekalahannya. Aku kemudian terkikih melihat wajahnya yang penuh keringat itu. “Ckck … santai kawan. Kita masih bisa bermain lagi. Apa kau mau tanding ulang?” tantangku kepadanya. Mungkin, sekali lagi dia mau mencoba? batinku sedikit menggodanya.

“Brensek! Kau mengejekku Dam? Cih!” Henry berdesis meluapkan kekesalannya. Meskipun begitu, ia tetap memberiku sekaleng soda dingin dengan butiran-butiran air es yang mengitarinya.

Pertandingan mempererat persahabatan kami semua. Kami tidak pernah bertengkar dan kami tidak pernah mencampuri urusan pribadi masing-masing. Bahkan, aku sendiri tidak tahu apakah semua sahabatku sudah menikah atau belum. Dan begitupun dengan mereka. Oh, tunggu, kecuali Sandra. Dia belum menikah, aku tahu akan hal itu. Tentu saja, dia adalah rekan kerjaku di kantor. Jadi, aku mengetahuinya.

Mengambil kaleng soda dari tangan Henry, aku langsung membukanya. “Thanks Bro,” ucapku kepadanya yang telah duduk disampingku.

Bersama, kami lalu memperhatikan Sandra. Dia begitu energik dan ya, meskipun dia wanita tetapi kemahirannya menyamai kami para kaum laki-laki yang ada disana. Begitulah Sandra!

“Wuhu! Ayo San!” teriak kami bersama-sama.

Dengan nyaring, kami semua menyorakinya bersamaan dengan suara tepuk tangan disertai dengan keriuhan yang berasal dari botol-botol bekas yang saling bertabrakan. Kami semua memberi semangat hingga Sandra mengedipkan satu matanya ke arah kami.

“Fokus San!” sahutku mengingatkannya.

Sandra kembali menyunggingkan senyumnya dan hal itu membuat Tomy jatuh bangun dibuatnya. “Aduh, San … jantungku berdebar karena senyumanmu.” Rayu Tomy di-ikuti canda tawa kami semua.

Tetapi tidak dengan Sandra! Wanita itu malah memandangku dan membuang wajahnya seakan-akan aku berbuat salah. Hey! Itu Tomy. Bukan aku! Batinku sembari menaikkan bahuku. Sandra memang selalu begitu. Setiap kali anggota kami mengganggunya, ia selalu saja menyalahkanku.

****

Tanpa terasa malam telah semakin larut. Suasana di lapangan telah mencapai puncaknya dan akhirnya Sandra menyelesaikan pertandingannya. Tentu saja, kemenangan ada ditangannya dan itu membuat kami semua tertawa lepas.

Gemuruh dan riuh memenuhi lapangan itu. Suara teriakan-teriakan saling sahut menyahut meluapkan semua rasa stress ditempat kerja yang mereka semua dapatkan. Sama seperti diriku, sebagian besar anggota club ini adalah kalangan menengah atas yang sangat sibuk dengan urusan-urusan bisnis mereka. Dengan ber-olahraga, kami semua terhibur dan bisa menyalurkan semua rasa penat seminggu yang telah berlalu.

Tetapi sepertinya tidak begitu yang dirasakan oleh Henry. Sedari tadi ia tampak gelisah. Aku heran dengannya.

“Hey bro, kau kenapa?” tanyaku kepadanya yang telah menenteng tas dibahunya.

“Guys, you all. Sorry banget. Malam ini sepertinya aku tidak bisa ikut hang-out buat mid-night snack,” sahutnya kemudian kepada kami semua yang telah berkumpul.

“Ah, its’s Ok,” Jawabku kepada Henry.

“What’s up man? Kenapa buru-buru sih?” Tomy menyela diantara percakapan kami.

“Ah biasa. Ini sudah terlalu malam dan aku harus segera pulang,” sahutnya langsung berlalu begitu saja.

Aku tidak begitu menghiraukan ucapannya. Sejak dahulu pada masa kuliah, diantara kami, memang dialah yang selalu pulang terlebih dahulu.

Berlalu dari sana, kami yang masih tersisa lalu pergi ke sebuah café dan menikmati malam dengan obrolan-obrolan ringan seputar masa-masa menyenangkan ketika kami kuliah dulu.

Nostalgia itu begitu seru. Aku bahkan masih ingat bahwa rambut Tomy pernah dijatuhi kotoran burung. Ckck … sontak semua tertawa dengan kopi panas ditangan mereka masing-masing. Kecuali Sandra, dia tidak suka kopi, tetapi lebih suka susu hangat. Dan aku selalu memesankannya segelas susu dengan rasa strawberry di dalamnya.

****

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Aturan!   30. Seperti Kapal Pecah!

    ...Akhirnya aku menyetujui perkataan Mas Adam. Mau bagaimana lagi, Pak Hakim akan mengadakan inspeksi dan besok aku juga harus membayar arisan. Jadi, ya, aku tidak memiliki pilihan selain kembali ke rumah.Dan sekarang, kami telah masuk area perumahan kami. Suasananya cukup ramai karena waktu masih menunjukkan pukul 19.00 malam. Beberapa anak muda terlihat sedang bersama-sama hendak pergi ke suatu tempat. Dan beberapa keluarga juga nampak sedang bercengkerama di depan rumah mereka. Tak heran, ini adalah sabtu malam minggu. Waktu yang tepat bagi orang untuk bersenang-senang, batinku sebelum aku berbicara kepada Mas Adam.“Mas Adam, nanti mau pergi lagi?” tanyaku kepadanya.Ya, Mas Adam dahulu sering merasa terkekang karena aku selalu menuntutnya di rumah setiap malam minggu. Mengingat itu, aku jadi merasa sedih. Jadi aku sekarang sudah menyiapkan hati andaikala dia ingin bersama dengan teman-temannya.“Engga Ran,&r

  • Terjerat Aturan!   29. Intimidasi untuk Pulang

    . . . Perasaanku begitu kacau. Sudah dengan sekuat tenaga aku berusaha melupakan Mas Adam. Tetapi pria itu … dia malah bersikap manis dan membuat jantungku berdetak kembali manakala dia memandangku. Dan seperti sekarang, aku bahkan dibuat tertarik untuk mencuri pandang kepada pria yang sedang membantu memperbaiki lampu yang padam di luar. “Ehem!” sebuah suara tiba-tiba saja menyadarkanku. Aku terkejut karena ibuku mendadak datang ke dapur dan menepukku dari belakang. “Eh, Ibuk kenapa ngagetin Maharani sih?” keluhku seraya meletakkan apel yang baru saja kucuci ke atas piring buah didepanku. “Ran, kamu itu yang kenapa? Dari tadi ibuk manggil kamu tapi kamu itu malah fokus ngelirik suamimu terus dari jendela. Memangnya kamu engga puas apa liat dia siang-malam? Kayak lagi pacaran aja,” sahut ibuku yang dapat didengar oleh Mas Adam dari luar. Aku menutup mulutku karena merasa sangat malu. Astaga, kenapa ibuk mengatakan hal itu sih?!

  • Terjerat Aturan!   28. Khilaf

    Adam Pov...Malam telah berganti pagi di kediaman mertuaku di Bandung. Samar-samar, aku dapat mendengar suara nafas Maharani yang mengalun begitu lembut. Aku tahu dia begitu lelah, karena dini hari tadi aku sempat membangunkannya untuk sekedar berciuman hingga akhirnya aku khilaf dan hampir saja menidurinya andai saja dia tidak mengatakan bahwa dirinya sedang datang bulan.Dan lihatlah, sekarang leher putihnya itu sudah penuh dengan tanda kebiruan. Hanya saja, aku belum begitu puas karena Maharani terus saja berusaha menutupi bagian dadanya yang sedari sebulan lalu sudah membuatku sangat penasaran itu.Ah! Tidak apa-apa! Mungkin sekarang memang belum waktunya bagiku untuk meminta lebih. Jadi aku tidak ingin memaksanya, batinku merasa yakin bahwa hubungan kami akan kembali seperti semula.Sejenak, aku mengamatinya tidur. Isteriku itu sebenarnya memang sangat cantik. Alisnya begitu tebal dan terbentuk secara alami. Bulu matanya begit

  • Terjerat Aturan!   27. Tidur Sekamar

    ...Dari jendela lantai atas, aku dapat melihat Mas Adam dan para pria bercengkerama dengan begitu asyiknya. Ah, aku tidak ingin mengganggu mereka. Jadi tadi aku dan ibu memilih makan di dapur sambil bercerita singkat.Dan sekarang, aku bingung sendiri. Waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 malam. Sebentar lagi, para bapak-bapak itu akan pulang dan Mas Adam akan naik ke lantai atas. Lalu bagaimana ya kalau Mas Adam tahu kalau aku akan tidur sekamar dengan dia? Batinku.Sambil menggigit jariku, aku berpikir serius. Aku yakin Mas Adam tidak akan suka jika aku tidur sekamar dengan dia. Aku masih ingat, 3 tahun lalu dia mengatakan bahwa dia lebih suka tidur sendiri karena aku hanya akan mengganggunya tidur.Memang benar sih! Dulu aku selalu saja menggelendoti dia. Kalau dia tidur, aku suka memeluk dia dengan erat sampai dia merasa kepanasan dan susah bernafas. Tapi mau bagaimana lagi? Aku dulu kan memang mencari perhatiannya.Mengingat it

  • Terjerat Aturan!   26. Ingin Rujuk?

    ...Setelah Maharani pergi, Bapak terlihat menghela nafasnya dengan berat. Sambil membolak-balikkan ayam bakar itu kembali, Bapak kembali berbicara denganku.“Maharani itu masih kecil, Dam,” ujar Bapak secara tiba-tiba kepadaku. “Teman-teman seumurannya banyak yang masih main-main, jadi kalau Maharani kurang melayani kamu sebagai isteri, Bapak harap kamu bisa mengerti,” tambah Bapak.Mendengar itu, aku menggelengkan kepalaku pelan. Maharani sampai lupa merawatku? Mustahil Pak, batinku seraya mengingat kehebohan isteriku itu dalam melayaniku selama 7 tahun ini.“Tidak Pak, Maharani sangat bisa melayaniku, jangan khawatir,” sahutku sambil mengambil ayam lain untuk kuletakkan ke atas perapian."Baguslah kalau begitu. Itu memang tugas seorang isteri untuk merawat suaminya. Kalau Maharani sampai cuek sama kamu, kamu harus bilang ke Bapak ya, biar Bapak nasihati dia," ucap Bapak."Iya Pak,"

  • Terjerat Aturan!   25. Pulang ke Bandung

    ...Perjalanan Jakarta-Bandung memakan waktu 3 jam. Setelah travel menurunkanku di pinggir jalan, aku langsung menderek koperku untuk menuju ke rumah besar dengan warna kuning gading disana. Itu adalah rumah warisan kakek untuk Bapak. Melihat bahwa lampu di dalam rumah masih menyala terang, aku langsung tersenyum. Sudah tidak sabar aku untuk bertemu dengan kedua orangtuaku sehingga aku mempercepat langkahku untuk lekas sampai kesana.“Bapak, Ibu, Maharani pulang … “ sapaku kepada rumah yang nampak sepi itu.Eh? Ini baru pukul 8 malam, pintu tidak dikunci dan lampu masih menyala terang, tetapi mengapa orang-orang sudah pada tidur? Batinku seraya menarik koperku untuk masuk ke dalam rumah.“Ibu… aku pulang,” kataku kembali.Bergegas, aku lalu meletakkan koperku di dekat kursi meja makan. Setelah itu, aku meletakkan tas plastic besar berisi oleh-oleh dari Jakarta dan mengeluarkan isinya satu-persat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status