Share

4. Keseruan Adam

Adam POV

.

.

.

Malam semakin memanas di lapangan Badminton. Semangatku semakin terpompa dan membara mengalahkan semua lawan-lawanku. Smash demi smash kuberikan hingga tak satupun dari mereka yang berkutik menghadapiku. Bagai para anak itik yang diterkam elang, mereka meronta, memohon. Tetapi aku tidak melepaskan mereka.

“Brengsek kau Dam!” Suara para lelaki mengumpatku. Tidak begitu serius, mereka hanya meluapkan kekesalannya karena kalah bertanding.

Tersenyum aku menjawab mereka sembari mengambil sebotol air mineral dingin yang diulurkan kepadaku. Segar, itu yang kurasakan kala tanganku menyentuh botol dingin itu. 

“Thanks San,” ucapku kepada sahabatku Sandra, seorang wanita diantara geng kami.

“Sama-sama Dam,” sahutnya dengan penuh kelembutan, “Oh, iya. Aku pinjam raketmu ya?” tanpa basa-basi Sandra langsung saja menyambar raket yang kupegang.

Seperti biasa, Sandra selalu lupa membawa raketnya dan dia meminjam milikku seusai aku bermain. Alhasil, aku selalu menunggunya selesai, baru setelahnya aku bisa pulang ke rumah. It’s oke! Tidak masalah buatku. Lagipula besok adalah akhir pekan. Tidak ada pekerjaan dan tidak ada acara kantor. Aku bisa menikmati malam ini dengan sedikit lebih santai.

“Sialan kau Dam!” Suara sahabatku yang lain mengagetkanku. Hendry, dengan wajah memerahnya telah bersiap untuk memukul lenganku.

"Aww... Slow bro," ucapku memohon maaf atas kekhilafanku di pertandingan tadi. Dari awal, dia memang sudah kalah telak. Tentu aku tidak bisa disalahkan atas kekalahannya. Aku kemudian terkikih melihat wajahnya yang penuh keringat itu. “Ckck … santai kawan. Kita masih bisa bermain lagi. Apa kau mau tanding ulang?” tantangku kepadanya. Mungkin, sekali lagi dia mau mencoba? batinku sedikit menggodanya.

“Brensek! Kau mengejekku Dam? Cih!” Henry berdesis meluapkan kekesalannya. Meskipun begitu, ia tetap memberiku sekaleng soda dingin dengan butiran-butiran air es yang mengitarinya.

Pertandingan mempererat persahabatan kami semua. Kami tidak pernah bertengkar dan kami tidak pernah mencampuri urusan pribadi masing-masing. Bahkan, aku sendiri tidak tahu apakah semua sahabatku sudah menikah atau belum. Dan begitupun dengan mereka. Oh, tunggu, kecuali Sandra. Dia belum menikah, aku tahu akan hal itu. Tentu saja, dia adalah rekan kerjaku di kantor. Jadi, aku mengetahuinya.

Mengambil kaleng soda dari tangan Henry, aku langsung membukanya. “Thanks Bro,” ucapku kepadanya yang telah duduk disampingku.

Bersama, kami lalu memperhatikan Sandra. Dia begitu energik dan ya, meskipun dia wanita tetapi kemahirannya menyamai kami para kaum laki-laki yang ada disana. Begitulah Sandra!

“Wuhu! Ayo San!” teriak kami bersama-sama.

Dengan nyaring, kami semua menyorakinya bersamaan dengan suara tepuk tangan disertai dengan keriuhan yang berasal dari botol-botol bekas yang saling bertabrakan. Kami semua memberi semangat hingga Sandra mengedipkan satu matanya ke arah kami.

“Fokus San!” sahutku mengingatkannya.

Sandra kembali menyunggingkan senyumnya dan hal itu membuat Tomy jatuh bangun dibuatnya. “Aduh, San … jantungku berdebar karena senyumanmu.” Rayu Tomy di-ikuti canda tawa kami semua.

Tetapi tidak dengan Sandra! Wanita itu malah memandangku dan membuang wajahnya seakan-akan aku berbuat salah. Hey! Itu Tomy. Bukan aku! Batinku sembari menaikkan bahuku. Sandra memang selalu begitu. Setiap kali anggota kami mengganggunya, ia selalu saja menyalahkanku.

****

Tanpa terasa malam telah semakin larut. Suasana di lapangan telah mencapai puncaknya dan akhirnya Sandra menyelesaikan pertandingannya. Tentu saja, kemenangan ada ditangannya dan itu membuat kami semua tertawa lepas.

Gemuruh dan riuh memenuhi lapangan itu. Suara teriakan-teriakan saling sahut menyahut meluapkan semua rasa stress ditempat kerja yang mereka semua dapatkan. Sama seperti diriku, sebagian besar anggota club ini adalah kalangan menengah atas yang sangat sibuk dengan urusan-urusan bisnis mereka. Dengan ber-olahraga, kami semua terhibur dan bisa menyalurkan semua rasa penat seminggu yang telah berlalu.

Tetapi sepertinya tidak begitu yang dirasakan oleh Henry. Sedari tadi ia tampak gelisah. Aku heran dengannya.

“Hey bro, kau kenapa?” tanyaku kepadanya yang telah menenteng tas dibahunya.

“Guys, you all. Sorry banget. Malam ini sepertinya aku tidak bisa ikut hang-out buat mid-night snack,” sahutnya kemudian kepada kami semua yang telah berkumpul.

“Ah, its’s Ok,” Jawabku kepada Henry.

“What’s up man? Kenapa buru-buru sih?” Tomy menyela diantara percakapan kami.

“Ah biasa. Ini sudah terlalu malam dan aku harus segera pulang,” sahutnya langsung berlalu begitu saja.

Aku tidak begitu menghiraukan ucapannya. Sejak dahulu pada masa kuliah, diantara kami, memang dialah yang selalu pulang terlebih dahulu.

Berlalu dari sana, kami yang masih tersisa lalu pergi ke sebuah café dan menikmati malam dengan obrolan-obrolan ringan seputar masa-masa menyenangkan ketika kami kuliah dulu.

Nostalgia itu begitu seru. Aku bahkan masih ingat bahwa rambut Tomy pernah dijatuhi kotoran burung. Ckck … sontak semua tertawa dengan kopi panas ditangan mereka masing-masing. Kecuali Sandra, dia tidak suka kopi, tetapi lebih suka susu hangat. Dan aku selalu memesankannya segelas susu dengan rasa strawberry di dalamnya.

****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status