Share

Aku Mati Kata

Penulis: Skavivi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-23 11:54:02

Joe Abrizam Sky agaknya memang pria serampangan yang bisa bersenang-senang dengan banyak perempuan tanpa menggunakan perasaan. Pria yang tidak mempedulikan kesehatan seksual. Pria yang tidak peduli tubuh perempuan itu milik siapa, dan tidak peduli diberi izin atau tidak.

Pria ini mungkin pengelana yang sedang mencari wadah yang tepat untuk melekatkan hasratnya yang tinggi. Mencari rumah yang nyaman untuk digenapi. Dan rumah itu jelas bukan aku sekalipun malam ini aku kurang mahir melawan ciuman yang mendadak.

Joe mengusap bibirku yang basah dengan ibu jarinya seraya mengangkat tubuhnya yang menindihku.

“Keluar!”

“Tuan penjahat!” Aku membetulkan pakaianku seraya bangkit dan menamparnya.

Tak kulihat pembalasan, Joe justru membiarkan aku keluar kamar dan membanting pintu kamarnya kuat-kuat.

Aku mengatur napas, berusaha tidak terhanyut oleh rasa bibirnya yang lembut dan sentuhan tangannya yang pintar di dadaku. Di kamar, aku segera membersihkan diri dan mengurus Ibu sebisa mungkin.

“Sudah bicara dengan Pak Joe, Ran?” tanya Ibu setelah minum obat. Suaranya betul-betul serak seolah benjolan kanker di tenggorokannya menghalangi banyak kalimat yang ingin dia sampaikan kepadaku.

“Tadi siapa yang banting pintu?”

“Pak Joe.” dusta, aku malas dimarahi Ibu, malas sekali harus mendengar ultimatumnya. Tetapi ternyata beliau ini malah bertanya-tanya kenapa sampai Joe banting pintu.

“Mungkin dia marah karena aku kurang setuju dengan persyaratannya.”

“Kamu jangan membangkang, Ran. Ibu pusing.”

Aku mengangguk seraya menyantap nasi uduk, orek tempe, sambel kentang dan telur iris. Oleh-oleh dari kampung yang dibuat adik ipar Ibu, Astuti. Yang tanteku pikir itu dapat mengobati kerinduan Ibu pada masakannya yang terasa pedas manis.

Ibu tidak berani menyantap sambel kentang dan orek tempe yang pedas manis itu, tenggorokannya sakit. Ibu hanya mau nasi uduk yang kurang asin dan telur iris.

“Besok pagi lanjut ngobrol lagi, Bu. Sekarang Ibu mending istirahat.”

Sebutir keberanian yang diturunkan kepadaku membuat Suminah Andari memejamkan mata dengan cepat. Ibu sama sekali tidak gelisah, dan pasti menganggap aku dapat menyelesaikan masalah besar ini dengan sebutir keberanian itu.

Aku memejamkan mata di atas bed cover yang menjadi alas tidurku sekarang. Tuan rumah mungkin lupa menyiapkan kamar untuk pembantu barunya. Atau dia sedang merancang sebaris rencana yang aku sendiri enggan menebak-nebaknya.

Perlahan, rasa kantukku terusik. Surat-surat dari Ibu lebih banyak menjangkiti pikiran. Aku segara menggapainya di meja.

Surat permohonan cerai yang dilayangkan oleh Suminah Andari kepada Hermansyah di usiaku yang ke dua lima tahun tidak berefek apa pun, itu hantu yang sudah lama gentayangan di kehidupanku dan kini betul-betul menapakkan diri.

Ibu meminta beberapa surat pelengkap sekaligus persetujuan dari Hermansyah untuk melepasnya tanpa perlu bertele-tele.

Urusan uang yang sudah di pakai Bapak tak perlu diganti dan tidak perlu repot-repot membagi harta gono-gini.

Joe tampaknya sudah menjamin perekonomian Ibu setelah bercerai dengan suaminya hingga pesannya terasa enteng.

Aku pikir, perselingkuhan Ibu dengan Zainuddin adalah pembalasan atas rasa sakit hatinya selama ini. Suminah Andari tidak memohon ampun atas kelakuannya yang sakit itu, dia hanya minta dimaklumi karena Bapak tidak kunjung berubah menjadi laki-laki perhatian yang sayang anak istri.

Bapak pun sepertinya tancap gas dengan permintaan Ibu, pria itu kan sukanya terima beres dan enak.

Aku berhenti membaca surat permohonan cerai Ibu. Aku beralih ke surat yang berisi angka dan tanggal serta detail penggunaan uang itu untuk apa.

Dari sekian banyak daftar hutang piutang Ibu yang sudah aku pahami untuk apa, daftar terbaru yang digunakan untuk berobat membuat kepalaku tegang. Aku butuh kafein, bir atau alkohol.

Aku akan memasrahkan diri pada sesuatu yang memberi ketenangan sesaat. Tapi keluar dari kamar ini sama halnya memancing Joe keluar dari kandangnya. Menyebalkan.

-

“Selamat pagi, tuan.” Aku menyambut pria tampan berbobot lumayan itu di ruang makan.

Aku sudah membuat sarapan dan bangun lebih pagi dari biasanya demi memenuhi kekhawatiran Ibu pada Joe. Mungkin dia kemari karena mencium aroma nasi liwet rempah-rempah, telur dadar dan secangkir kopi susu.

“Ibuku bilang tuan tidak cerewet soal makan, silakan menikmati hangatnya nasi liwet solo ini.”

Telur dadar saja lauknya? Mungkin begitu arti dari tatapannya yang terus melihat telur dadar di piringnya.

“Tuan belum belanja, dan aku tidak tahu harus ke mana tadi pagi!” Aku mengaku. “Jakarta terlalu luas, saya takut kesasar dan membuat tuan kebingungan.”

Joe tersenyum tengil, menikmati semburan fakta tanpa berminat menyangkalnya. “Untuk semalam...”

Aku sontak mendelik tajam. Ibu bisa mendengarnya tolol.

“Tuan, aku rasa ada persoalan lain yang lebih gawat. Ibu dan hal-hal yang sudah tuan tahu!” ucapku cepat-cepat.

Joe menggeser kursi dan mendudukinya. Setelah di rasa nasi uduk yang kubuat itu tidak menandakan adanya racun atau sebutir batu kerikil, Joe menyantapnya sambil memandangku lekat-lekat.

“Bu Minah sudah makan?” tanyanya.

“Sudah.” Aku menuang air putih dan menyajikannya seperti seorang istri saja. Aku geli, meski tak pernah kudapatkan pandangan jijik atau intervensi kasta yang berbeda di antara kami.

Joe menikmati kehadiranku seperti menikmati sarapan pagi yang aku buat. Tak ada nasi yang tertinggal di piringnya. Syukurlah, pria ini menghargai sebutir beras hasil dari para petani yang rela membungkuk lama-lama saban menancapkan benih padi di sawah.

“Ikut ke lantai atas!” Joe berdiri, menyeruput kopinya seraya berbalik.

Dengan malas aku mengikutinya ke lantai dua. Belakangan aku tahu ruangan yang ada di samping kamarnya adalah ruang kerjanya yang rapi, Joe Abrizam Sky adalah seorang manajer personalia di sebuah perusahaan milik keluarganya sendiri. Perusahaan yang bergerak di bidang entertainment dan hiburan malam.

Joe duduk di kursi ergonomis, aku berdiri malas di depan meja kerjanya.

“Ibumu butuh operasi dan kemoterapi, biayanya tidak sedikit. Ada tawaran bagus agar kamu tidak perlu membiayainya sepeserpun.”

Buaya... Aku paham tawaran apa yang dia tawarkan. Tidur dengannya, dan menganggap semua mirip dengan pesta di kelab malam.

Joe mungkin masih memiliki orang tua lengkap, adik dan kemenakan. Tetapi sebagai pria dewasa yang mempunyai segalanya, hatinya masih menyimpan ruang besar bernama kesepian. Seperti halnya aku.

“Aku bukan perempuan munafik, tuan memang tampan dari segala sisi. Tapi lebih dari itu, ada harkat yang perlu tuan pikirkan. Harkat perempuan dan harkat keluarga tuan yang mentereng itu.”

Joe mengangguk. “Soal semalam, maaf, tapi kalau bisa kita ulangi lagi agar tanggung jawabku tidak sepele!”

Aku sangat menikmati keheningan yang mendadak mengekang kami. Keheningan yang memperdalam tatapan kami dan aku tidak menemukan gurauan yang dia berikan pada kesediaannya bertanggung jawab. Joe serius.

Aku menghela napas, setelah kejadian semalam aku sekarang tertarik dengan bibirnya. Joe pun sepertinya paham aku menatap bibirnya lama-lama.

“Permintaan tuan apa sebanding dengan pengobatan Ibu dan hutang-hutangnya?”

Joe menyunggingkan senyum dan memberikan satu kecupan manis di bibirku. Oh, dia... “Semua sudah aku pertimbangkan, Rania. Menikahlah denganku.”

-

next

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
App Putri Chinar
loohh..loohh loohh gercep tuan
goodnovel comment avatar
Claresta Ayu
langsung di ajak nikah kan???
goodnovel comment avatar
nisa
OMG, tiba2 dilamar
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Terjerat Cinta Atasan Nakal    Suamiku Geregetan

    Aku memandangi pintu yang perlahan terbuka. Senyum layu pun terpaksa aku berikan kepada Joe. “Kau benar-benar serius akan menyelesaikan ini dalam satu hari?” Joe menaruh jus alpukat dingin dan sepiring kue lapis di meja. “Ini sudah lima jam Rania, aku malas menunggumu lebih lama.” Aku tahu ini lama sekali, bahkan bokongku sudah panas dan Rebbecca sudah pergi entah ke mana setelah aku memastikan detail-detail tubuhnya dan kritikannya selesai dilontarkan. “Aku tidak meminta tuan menungguku sampai selesai.” Aku menaruh kuas sambil mendengus. Aku lapar, ingin rebahan. “Tuan tidak perlu repot-repot, lebih baik istirahat atau kerja.” Alih-alih cerewet dan berusaha tidak peduli. Joe menengok hasil lukisanku lalu mengamati wajahku. Dia melakukannya dua kali sebelum tersenyum lebar. “Kamu tahu caranya mengambil hati Mama.” Joe tiba-tiba menyerbu keningku dengan ciuman basah. “Aku suka kombinasi warna dan detailnya, meski aku tidak paham soal ini. Papa pasti menyukainya.” Tan

  • Terjerat Cinta Atasan Nakal    Menyala Mertuaku

    Mungkin lukisan, mungkin puisi, mungkin... Mengapa kami harus menjadi masa lalu kalau kami bisa menjadi masa depan? “Aku tidak suka dengan pertanyaan tuan.” “Aku juga tidak terima kamu mengabadikan masa lalumu dalam bentuk apa pun!” Iuh... Aku sungguh-sungguh menatapnya, “Kenapa tidak terima?” “Karena aku tidak ingin berada di nomer dua. Dan... Rania, hapus semua masa lalumu dalam bentuk apa pun!” “Kalau aku tidak mau bagaimana?” sahutku, terus terang aku tidak tahu cara berpikirnya. Kadang-kadang Romeo, kadang-kadang Kurawa. Dan kalau Joe diam saja begitu, aku hanya perlu menunggu kejutan-kejutan lain darinya. Sungguh-sungguh menyebalkan. - “Kau sudah siap, Rania?” Di depan dua videografer dan Rebbecca yang cantik dengan gaun musim panas hijau muda tanpa lengan. Aku mengangguk pasrah. “Aku sudah tidak sabar, Mama. Seluruh dunia ini harus tahu akulah kekasih sejati Abang Joe.” Rebbecca memutar bola matanya setelah membuang wajah, barulah kemudian dia tersenyu

  • Terjerat Cinta Atasan Nakal    Alangkah Buruknya

    “Kamu harus mengguyurnya berkali-kali, Rania. Aku tidak peduli keluhanmu. Foto-foto itu harus lenyap dari saluran air toilet kita!” “Siap tuan rumah!” Setelah mendengus jengkel, aku mengangkat ember hitam dan menuangkannya ke toilet. Ini sudah lima kali dan permintaannya itu sampai ember ke sepuluh. “Bagaimana kalau kita pindah apartemen saja?” Aku menyarankan. “Daripada ribet begini, kurang kerjaan banget.” keluhku sambil menghidupkan kran air. “Lagipula tuan, aku ini capek sekali lho. Badanku sudah pegal-pegal, tidak enak.” Joe melepas kaosnya, uh, aku dapat melihat bekas kecupanku semalam di dadanya. “Hari ini kita pergi ke rumah Mama, Rania. Selesaikan tugasmu dan biarkan aku mandi!” Aku mengiyakan dan mempunyai keinginan untuk menjotosnya. Satu manusia ini adalah contoh keberagaman sikap yang tidak perlu dicontoh. Kelakuannya sungguh-sungguh memalukan. “Tidak bisa nanti saja mandinya?” Aku memandangi Joe yang asyik mencuci rambutnya. “Apa tuan benar-benar nak

  • Terjerat Cinta Atasan Nakal    Kembara

    “Ke mana saja kamu dengan Realino?” Berdasarkan hasil pengamatanku selama kurang lebih dari satu jam, Joe agaknya benar-benar menyesal telah menamparku. Dia memeriksa pipiku lalu mengecupnya sebelum memeriksa tanganku yang membersihkan pecahan gelas tadi. Joe bersyukur aku tidak kenapa-kenapa, tapi yang paling mengejutkan, dia membuatkan makan malam walau hanya pop mie dan es susu kocok stroberi. “Kamu menyukai ini kan? Makanlah setelah menjawab pertanyaanku!”Pertama-tama aku menjawab pertanyaannya dengan jujur. “Tuan bisa memastikannya langsung kepada yang bersangkutan.”“Kamu bersenang-senang dengannya?”“Lumayan.” Aku menguncupkan bibir. “Ada ilmu yang aku dapat, tapi juga pusing, ada revisi besar-besaran. Tuan, maafkan keinginanku itu.” Joe tidak mempermasalahkan keinginanku, baginya itu kecil dan gampang. “Terimalah permintaan maafku dulu, Rania. Makanlah dan bersenang-senang denganku lagi.” Bagaimana caranya tersenyum? Coba katakan? Aku sungguh-sungguh tidak paham

  • Terjerat Cinta Atasan Nakal    Apa-apaan ini.

    Dari sepersekian detik yang bergulir bagai anak siput yang baru lahir, kami bertatapan tanpa mengeluarkan sepatah kata. Satu dua larik kata muncul dan tenggelam begitu saja hingga pada akhirnya aku malas untuk mulai berkata. Toh seperti sejak pertama berjumpa memang aku tidak boleh mendominasinya. Aku mengerti, meminta maaf sekarang tidak akan memperbaiki keadaan. Apalagi membahas Sabrinna lagi, astaga pria itu pasti akan semakin tenggelam pada kenangan! Aku berbalik dengan detak jantung yang tambah berdebar-debar. Entah mengapa aku takut, canggung dan grogi. Joe dan keadaan apartemennya yang berantakan bertolak belakang dengan isi pikiranku. Aku pikir dia enggan melihatku atau menungguku pulang. Dua gelas anggur merah yang pecah di lantai dan wadah bekas makanan seolah-olah dijadikan bukti bahwa dia tetap di sini selama aku pergi bersenang-senang. Aku meletakkan tas ranselku di meja, ada baiknya membersihkan tempat ini lalu mengurus diri sendiri. “Apa kamu tidak berp

  • Terjerat Cinta Atasan Nakal    Belagu

    “Saya rasa kerja sama ini akan sepedas rujak es krim yang kalian bawa.” Pak Anto terkekeh-kekeh sambil mengulurkan tangan. “Senang bisa bergabung dengan kalian.” Meski tampak ramah, Pak Anto tampak tidak bisa menyembunyikan wajah seriusnya. Aku buru-buru menyambut tangannya dan mengangguk. “Saya sendiri berharap ide-ide menarik dari imajinasi saya tidak membingungkan Pak Anto dan Realino.” “Santai, Rania. Ini justru menarik dan seru!” sahut Realino yang berdiri di sampingku. “Tapi ini udah kelewat batas, gue takut ada yang khawatir sama elo!” Aku paham ada bencana yang akan menimpaku nanti. Tetapi aku tidak bisa tidak tersenyum setelah berdiskusi panjang dengan mereka. Rasanya memang seru bertemu orang-orang hebat yang tidak menghakimi kepolosan dan kegilaan yang aku miliki. “Sampai jumpa lagi, Pak. Jadwal kedua nanti semoga tidak bentrok dengan jadwal Bapak.” Pak Anto mengangguk dan mengantar kami berdua ke pelataran rumahnya yang asri. Banyak pohon anggrek yang sed

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status