Share

Bab. 56.Ryan Menyusul Amelia.

     Ryan packing, tak banyak yang ia bawa. Baju di rumah Amelia masih banyak. Hanya beberapa baju yang ia bawa.  Selesai packing ia pesen Tiket ke Jakarta. Merasa semuanya beres. Ia menghubungi Akbar untuk sementara menghandle semuanya. Akbar cukup bisa di andalkan seperti saat ini. 

"Haloo Akbar ...." 

"Iya pak," 

" Besok ada Klien dari Thailand  kamu  handle ya, Aku mau jemput istri dulu," ucap Ryan memerintah. 

"Baik Pak,"

"Terus kamu kesini antar saya ke Bandara,"  

"Iya pak," 

Ryan menutup telepon. Gegas ia mandi. Berganti kaos tak lupa pake  jaket, Akbar sudah menunggu di ruang tamu. 

"Kita berangkat sekarang Akbar," 

"Baik Pak," 

Akbar membawa koper kecil milik Ryan. Kemudian di taruh di bagasi. Dengan gerak cepat Akbar membukakan pintu untuk Bosnya. Ryan masuk ke mobil di ikuti Akbar. Tubuh Ryan serasa ringan. Rasanya ingin segera sampai di pelabuhan cinta Amelia. Kangen mengebu dalam Dada. Ingin segera meluapkan kangen ini.  

"Pak Ryan, udah sampai di Bandara," ucap Akbar sopan. 

"Ooh ... iya," Ryan tersadar dari lamunanya. Segera turun dari mobil. 

"Saya titip perusahaan ya Akbar, mungkin minggu depan aku udah pulang," 

 Saat ini perusahaanya ada yang ingin menjatuhkan. Akbar masih menyelidikinya sampai sekarang belum ketemu siapa dalangnya. 

"Iya Pak," Akbar menganguk. Ia memutar balik menuju apartemenya. Segera istirahat, Besok harus bangun pagi karena Ada Klien dari Thailand yang harus di tangani, Juga ingin menanyakan pada bawahanya. Sudah sampai mana menyelidiki yang sabosate kemaren. 

Ryan sampai di Bandara. Sebelum Chek in. Ia menghubungi Istrinya dulu tapi tidak di angkat. 

'Mungkin sedang tidur' batin Ryan. 

Pesawat mendarat dengan selamat. Ryan bersama penumpang lainya turun. Angin malam yang dingin  menyambut Ryan di Bandara. Tapi ini serasa sejuk bagi Ryan. Kangen membuatnya lupa akan hawa dingin yang menusuk. Dengan langkah lebar ia bersemangat mencari taksi. 

Tak lama kemudian ia mendapatkanya. 

"Pak tolong  antarkan  saya ke  Tegal," ucap Ryan sopan. 

"Iya pak, sesuai kargo ya pak," ucap pak Sopir taksi itu. 

"Iya pak," 

Sopir taksi  melaju membelah jalan. Pak sopir tenang di belakang kemudinya. Untung jalanan lengang tak banyak mobil yang lewat. Hanya truk pengangkut bahan pokok yang melintas. Memudahkan  Pak sopir taksi melewati jalan pantura ini dengan cepat.  Selama di perjalanan Ryan tak merasa ngantuk. Matanya tak bisa ia pejamkan. Hatinya berbunga mekar. Bayangan wajah Amelia menari di benaknya.  

Akhirnya Ryan sampai di depan Orang tua Amelia. Ia membayar kargo taksi. 

"Ini pak, kembalianya ambil ya pak," 

"Makasih Mas," ucap pak sopir itu terharu memegang uang dari Ryan. Ada uang untuk anak istri di rumah. 

 Suara Adzan subuh berkumandang. Ryan gegas ke Masjid dekat rumah Amelia. Di letakan koper kecil itu tak jauh darinya. Menyalakan kran. Membasahi wajahnya dulu agar tidak ngantuk. Kemudian ia berwudhu. Ryan melangkah menuju masjid. Di dalam masjid sudah ada beberapa orang yang melakukan sholat sunah sebelum subuh. 

Ryan kaget  saat seseorang menepuk pundaknya. Tapi berubah senang ketika bapak mertuanya di hadapanya. 

"Bapak ...." Ryan segera meraih tangan Bapak mertuanya dan menciumnya takzim. 

"Kapan datang? Ko nggak ke rumah?" 

"Baru aja sampai pak, takut kalian terganggu,  Makanya sholat subuh dulu," 

"Ya udah, kita sholat subuh dulu, itu udah iqomah,"  

suara iqomah berkumandang menandakan waktu sholat akan di mulai. 

"Iya pak," 

Ryan dan Pak Broto berdiri paling belakang mengikuti Imam. Dua Rokaat mereka jalani dengan khusyuk. Bahagia membuncah dalam dada Ryan sebentar lagi bertemu belahan jiwanya akan terlaksana. 

Akhirnya sholat selesai. Ryan dan Bapak mertuanya berjalan menuju rumah. 

"Amelia sudah bangun pak?" Tanya Ryan tak sabar bertemu istrinya. 

"Belum kayaknya, nanti Bapak bangunin," ucap Pak Broto sambil tersenyum. 

Dari gelagat wajahnya menandakan tak sabar bertemu istrinya. 

Mereka sampai di rumah. Ibunya Amelia baru bangun. Matanya membulat sempurna saat Ryan ada di belakang suaminya. 

"Ryan ...." ucap Bu Narti seolah tak percaya dengan penglihatanya. Ia mengucek berulang kali. Ini takut mimpi. 

"Ini bukan mimpi Bu, ini memang Ryan! Mantu kita," 

"Iya kah, kenapa tak beritahu kita. Nnti kita jemput," 

"Nggak  usah Bu, tadi  naik taksi," ucap Ryan. 

"Udah sholat Ryan?" 

"Udah Bu," 

"Sebentar, Ibu bangunin Amelia dulu," 

"Nggak usah Bu, biar aku sendiri yang bangunin Amelia," ucap Ryan tersenyum. 

"Baiklah, Ibu mau sholat subuh dulu," 

Ryan menganguk kemudian melangkah menuju kamar Amelia. Kalau tidur sendiri biasanya pintu kamar Amelia tidak di kunci  hanya di tutup saja. 

Ceklek

Ryan membuka pelan pintu kamar. 

Wajah polos Amelia masih nyenyak dalam tidurnya. Ryan tak henti memandang wajah cantiknya. Ingin mengecup pipinya tapi takut membangunkanya. Ryan mengelus kepala istrinya. Mata Ryan  sejuk memandang  wajah Istrinya. Juga ketenangan batin yang menyelinap rasa ini selama yang  ia rindukan. 

"Sayang ...." panggil Ryan menepuk pipinya pelan. Mencoba membangunkan istrinya untuk sholat subuh.  

Bersambung..

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status