Share

Bab. 57. Isi Hati Amelia.

      Amelia merasa pipinya ada yang menepuk berulang kali, tapi tak di hiraukan. Di alam  mimpinya Ryan datang menciumnya. 

"Mas Ryan, Amelia kangen banget ...." suara Amelia mengigau. 

Ryan tersenyum mendengar isi hati Amelia. Selama ini ternyata dia juga merindukanya. 

Tak sabar melihat Amelia membuka mata. Ryan mencium hangat  kening Amelia. 

Cup.

Amelia mengejap matanya. Ia merasa di alam mimpi. Suaminya kini di hadapanya. Mata Amelia membulat sempurna ternyata bukan mimpi. Ryan tersenyum ke arahnya. 

"Mas Ryan !" 

Amelia mengucek matanya berulang kali. Ini mimpi atau tidak ? Tapi laki- laki tampan ini malah tersenyum. 

"Ini aku sayang ... kamu tidak mimpi," ucap Ryan tersenyum haru. Bahagia mendengar  isi hati Istrinya yang sebenarnya. 

Amelia gengsi ingin memeluk suaminya. Ia menatap lelaki di depanya tampak kurus. Sebagai wanita yang baik ia mencium tangan suaminya takzim. 

'Iya ini beneran Mas Ryan' batin Amelia.

"Mas datang jam berapa aku  ko nggak tau?"

"Suprise sayang," ucap Ryan kemudian mengecup kening lagi istrinya. 

Ryan menatap Amelia lekat. Di pandangi mata teduh itu. Amelia hanya menunduk malu. Dalam hati yang terdalam ia ingin  memeluk suaminya. Rindu yang tertahan dalam dada  Tapi ia malu mengungkapkan isi hatinya. 

Ryan tersenyum melihat bahasa tubuh istrinya. Ia kemudian memeluk istrinya dengan penuh cinta. Mengalirkan rasa Rindu yang mengelora. 

Tiba-tiba dering telepon. Nama Akbar tertera di dalm layar. 

'Aiih si Akbar ganggu aja' batin Ryan. 

Dengan terpaksa ia mengeser tombol merah. 

"Haloo ... Akbar," 

"Haloo Pak Ryan ... saya sudah menemukan orang yang sabosate kain kita kemaren !" 

Ryan terkeseiap antara kaget dan senang. Mendengar kabar dari sekertarisnya. 

"Oke, kamu selidiki dulu. Siapa dalangnya. Karena saya merasa tak punya musuh !" 

"Baik pak, segera laksanakan!" 

Ryan mengakhiri teleponya. 

Amelia yang mendengarnya ikut tegang. 

"Ada apa Mas Ryan?" 

"Hemm ... ada  sedikit masalah di pabrik," 

"Masalah apa?" 

"Ada yang menukar bahan produksi." 

"Udah ketemu orangnya?" 

"Lagi di selidiki sayang, aku tak mau gegabah." 

"Iya, semoga masalah cepet selesai," 

"Amiin ...." 

Ryan menangkup wajah istrinya lembut. 

"Makasih sayang, perhatianya. Aku merindukanmu,"

Ryan mengucapkanya lembut. Hampir Amelia tak mendengarnya.

"Aku juga," ucap Amelia juga lirih. Tapi Ryan sangat jelas mendengarnya. Ia meraih tubuh Amelia dalam pelukanya.

"Makasih sayang, masih menungguku dan percaya padaku. Mas tak ingin berjanji terlalu muluk. Tapi ku mohon tetaplah di sampingku selamanya,"

Air mata Amelia menetes dari kedua sudut matanya. 

"Berjanjilah  Mas Ryan untuk tak pernah  membohongiku lagi, kali ini aku bisa memaafkanmu, tapi kalau terulang lagi, maaf aku tak bisa memaafkanmu," 

"Iya sayang, Mas berjanji," 

Ryan semakin mengeratkan pelukanya. Membangkitkan hasrat nafsunya. Tapi sebisa mungkin ia tahan. 

"Aku mau sholat  subuh dulu mas, tolong minggir ya," 

"Aah ... iya," 

Ryan keluar kamar, perkataan Amelia juga Akbar menganggu pikiranya. 

Selanjutnya ia menelpon Akbar kembali. 

Tak ada jawaban dari panggilanya  'Apa Akbar sibuk, nanti ku telepon lagi' batin Ryan. 

Ryan masuk kamar lagi duduk di tepi ranjang. Menunggui istrinya selesai sholat. Kangen wajah istrinya belum hilang. Masih ingin menatapnya lama. 

Amelia selesai sholat. Ia taruh mukena di capstok. Mengikat rambutnya keatas. Melihat leher jenjang istrinya jiwa kelaki-lakian meronta. Menelan salivanya menahan hasrat. 

"Kenapa Mas Ryan? Tatapan suaminya membuatnya tak nyaman. Ia paham arti tatapan suaminya. Tapi tak mungkin lakukan itu saat fajar menyingsing begini. Di rumah orang tuanya pula. 

"Tak apa sayang," ucap Ryan mengalihkan pandangan. Lebih baik mandi agar nafsunya mereda. 

"Aku mandi dulu sayang," ucap Ryan kemudian membuka koper, mengambil handuk juga alat perang mandinya. 

Sementara Ryan mandi. Amelia membantu memasak Ibunya di dapur. 

"Pagi Bu," 

"Pagi anak Ibu," senyum sumrigah dari wajah Ibunya. 

"Ada apa Bu, bahagia banget kayaknya?" 

"Bahagia, karena putri Ibu juga lagi bahagia, tak ada kebahagiaan  Ibu yang paling besar selain  melihat anaknya bahagia," 

Amelia memeluk Ibunya haru. 

****

Ryan duduk di teras belakang bersama pak Broto, Bapaknya Amelia. Mereka ngobol hangat. 

Suara dering telepon dari Akbar. 

Ia langsung mengangkatnya.

"Gimana Akbar? udah tau siapa pelakunya?" 

"Ya pak, dari salah satu Ceo Arya Grup," 

Deg. 

'Bukanya itu punya Tuan Mr.Choi?' Gumam Ryan. 

Mr.Choi adalah Owner dari perusahaan bergerak di bidang Kecantikan, juga pakaian jadi seperti dirinya. Tapi mereka bersaing sehat. Selama ini tak ada masalah dengan Mr.Choi. 

Mr.Choi punya anak dua cowok dan cewek. Yang Cowok bernama Arnold sedangkan yang cewek lilian. 

Tapi Ryan tak pernah bermasalah dengan mereka. 

"Pak Ryan ...." panggil Akbar karena sedari tadi diam. Ryan memikirkan Mr. Choi. Atau Arnold.

"Ya Akbar aku sedang memikirkan Arnold," 

"Makasih Akbar sudah menyelidiki kasus ini, selebihnya percayakan padaku," 

"Baik Pak Ryan," 

Ryan kemudian menutup teleponya. "Ada masalah Ryan?" 

"Iya, ada masalah sedikit di Pabrik Pak," 

"Semoga cepet selesai masalahnya ya," 

"Iya pak ... makasih," 

Ryan akan menemui Arnold di kantornya nanti. Secepatnya harus di luruskan masalah ini. Ada yang menganjal di hati Ryan. Seperti ada sesuatu yang melatar belakangi Arnold melakukan itu. Iri, dendam atau Asmara? Ia ingin menemui Arnold. Tak ingin hubunganya dengan keluarga Mr.Choi terganggu. 

****

   Mereka berdua telah kembali ke Singapore. Untungnya Amelia mau ikut bersamanya. Mereka menaruh koper di pojok kamar. Istirahat sejenak. 

"Sayang, tolong ambilkana minum," 

"Oke ...." 

Amelia beranjak mengambil air putih. Ia menyodorkan pada suaminya. Lega dahaga Ryan. Amelia tau suaminya ada yang di pikirkan. Ryan kemudian mengambil gawainya menghuhungi Akbar. 

"Akbar tolong kamu ke sini ya, antar aku ke Kantor Arnold," 

"Baik pak,"

Ia menutup teleponya. Ryan perasaanya tak enak.  Melihat pergelangan tanganya menunjukan jam satu siang. Gegas ia mandi segera ke kantor Arnold. 

Akbar sudah menunggu di garasi. Perintah bosnya tak ingin di bantah. 

Ryan bersiap, ia mengenakan jas warna Navy serta dasinya, yang telah di sediakan Amelia. Ryan bersyukur Amelia mau kembali kepadanya walau dirinya pernah membohonginya. 

"Sayang, aku mau keluar dulu. Ada urusan yang harus aku selesaikan,"

Ryan mengecup kening Amelia. 

"Iya hati- hati sayang," 

Ryan menganguk. Ia mengantar suami ke depan. Akbar dan Ryan masuk ke mobil. Amelia memandangi mereka hingga hilang dari pandangan. 

'Ya Allah, lindungilah suamiku,' batin Amelia. 

Bersambung..

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status