Tania sudah hampir dua minggu berada di Belanda. Ia jalan- jalan menikmati kota Belanda. Tak lupa kulineran bersama Kakaknya. Sejenak melupakan Arnold yang sudah menuntut tubuhnya. Ia tak mau melakukannya sebelum perusahaan Ryan hancur berkeping. Ia rela mengorbankan tubuhnya.
Tania menghela nafas sejenak. Panggilan Arnold terus menyeruak ke dalam telingga.
"Itu siapa sih Dek? Telepon terus? Pacar kamu ya?" Tanya Nando, kakaknya Tania.
"Bukan kak, Hanya temen." ucap Tania santai kemudian membiarkan telepon itu mati sendiri.
"Ya udah kita jalan lagi, di rumah kulkasnya kosong,"
"Oke ...."
Senyum Tania mengembang sempurna. Kini saatnya meluapkan suntuk. Berusaha mengalihkan pikiranya. Walau udah minggu jauh berada dari Ryan. Tapi pikiranya tentang Ryan tak bisa jauh dari pikiranya.
******
Di Kediaman Orang Tua Amelia.
Adzan maghrib berkumandang. Amelia menghamparkan sajadah, bermunajat kepada Sang Pencipta. Memohon petunjuk untuk menjalani hidup ini, juga harapan hidup untuk bersama Ryan akankah bisa terwujud kembali? Dalam relung hati Amelia. Ia masih mencintai suaminya. Melupakan dan memaafkan suaminya adalah saat ini yang ingin Amelia lakukan. Ada ketenangan yang datang ke dalam jiwa Amelia ketika sudah mengadukan uneg- uneg kepada Sang Maha Agung.
Selesai sholat ia membaca Ayat Alquran. Setiap Ayat yang ia baca, sertai artinya. Tak lupa mengecup kitab suci umat islam itu setelah selesai membacanya. Ia melepas mukenanya dan mengantungnya di capstok. Hpnya menyala menandakan ada chat masuk. Ia tak segera membuka. Jantungnya turun naik ketika ingin membukanya. Tapi dorongan membuka hp begitu besar.
Ada 20 chat dari suaminya. Isinya dirinya sangat merindukanya. Mata Amelia mengembun melihat chat itu. Rindu mengelitik di sudut hati Amelia. Bergetar jemari Amelia ketika ingim mengetiknya. Tak sadar air matanya mengalir.
Ia membalas chat dari suaminya. Tak lama kemudian Ryan menelponya.
"Halo ... Amelia sayang?"
"H-hallo Mas Ryan," ucap Amelia terbata. Selama hampir dua minggu Amelia mau mengangkat telepon dari Ryan. Ada rasa bersalah kembali hadir saat Ryan telepon dirinya mengacuhkanya. Tapi Ryan sangat sabar. Berharap istrinya memaafkanya. Ryan bersyukur istrinya mau mengangkat teleponya. Harapan memeluk istrinya kembali ada di depan mata.
"Aku sangat merindukanmu, Ameliaku," ucap Ryan bergetar terharu istrinya mau mengangkat teleponya.
"Gimana kabar Mas Ryan?" ucap Amelia datar menutupi rasa rindu yang mengebu.
"Alhamdulilah Mas sehat, sayang,"
"Sayang juga gimana kabarnya? Sehat juga kan?" Tanya Ryan balik. Ia khawatir mendengar suara istrinya yang lemah.
"Alhamdulilah, Amelia sehat Mas,"
"Besok Mas ke rumah , udah boleh jemput ya ? Amelia terdiam sesaat memikirkan ucapan suaminya. Padahal baru dua minggu ia di rumah orang tuanya. Katanya bulan depan baru di jemput. Tapi ini baru dua minggu udah mau jemput. 'Huufft' batin Amelia.
"Sayang, kau masih mendengarku?"
Amelia gelagapan. Ia tersadar dari lamunanya.
"Iya, aku masih di sini,"
"Besok Mas ke rumah ya," ucap Ryan lembut.
"Iya, aku tunggu," ucap Amelia akhirnya tak bisa mengelak bahwa dirinya juga sangat merindukanya.
Ryan kemudian menutup teleponya. Ia melompat kegirangan seperti anak kecil di kasih permen. Ia terus menciumi benda pipih di tanganya. Tak terasa sudut kedua mata mengeluarkan air mata. Haru campur bahagia.
'Akhirnya kesabaranku membuahkan hasil' batin Ryan.
Gegas ia packing dan memesan tiket. Malam ini juga ia menyusul Amelia di Indonesia.
Bersambung..
Tania dan Arnold pulang dari kantor. Perasaan lega menyelimuti hati. Sejatinya tak ada manusia yang sempurna yang ada hanya saling memaafkan. Minggu depan Tania dan Arnold menikah. Kebetulan Ayah Arnold adalah temen bisnis Ryan di Singapore. Ini sekaligus sebagai silaturahmi bisnis. Ryan pulang ke rumah, di depan pintu bau masakan menguar menusuk hidung. Ryan Membuka pintu, karena pintu juga tidak di kunci. Terlihat Amelia sedang sibuk di dapur. Bau masakan semakin mengaduk perut yang keroncongan. "Masak apa sayang," tanya Ryan memeluk pinggang istrinya. Amelia kaget, suaminya sudah memeluk erat pingangnya. "Masak yang gampang aja, Cumi saos tiram sama capcay bakso kesukaan Mas Ryan," "Sayang, ada kabar baik." ucap Ryan mengecup pipi istrinya. "Apa tuh?" tanya Amelia semangat. "Tania dan Arnold mau menikah." Amelia kaget sekaligus senang. Sikap tegas Ryan
Arnold dan Tania, membicarakan rencana pernikahan. Tiba-tiba ia teringat perbuatanya pada Ryan. Ia ingin meminta maaf. "Tania, sebelum kita menikah aku ingin minta maaf sama Ryan," ucap Arnold sembari memegang jemari Tania. Tania terdiam sesaat, ia teringat kejadian itu atas perintah dirinya. Yang harus meminta maaf adalah dirinya. "Aku yang harus minta maaf sama Ryan, itu kan karena atas perintah ku," Kata Tania menatap kosong di depanya. Tania kini menyadari kesalahanya. Membiarkan dendam menguasai hatinya. Arnold seneng mendengar ucapan Tania. Itu artinya Tania ingin berubah menjadi lebih baik. Tak ingin menaruh dendam berlarut pada Ryan. Karena sejati hukum tabur tuai berlaku di dunia ini. Tania memperoleh hukumanya, di campakan oleh Ryan. Ia Lebih Memilih istrinya. Ingin menghancurkan hidup Ryan, tapi dirinya yang hancur. Untung cinta Arnold menyelamatkan dirinya, hi
Arnold menyodorkan cincin di hadapan Tania. Netra Tania menatap lurus cincin berlian di hadapanya. "Menikahlah denganku Tania, aku tak bisa berjanji bahwa aku akan selalu membahagiakan mu tapi aku ingin bersama sampai menutup mata." Tania mengejap matanya berulang kali, ia tak menyangkaa akan di cintai seperti ini. 'Apa ucapan kakak harus aku turuti?' Batin Tania. Arnold masih menatap penuh harap agar menerima dirinya. "Tania ...." panggil Arnold parau. "I-ya," jawab Tania sambil terbata- bata. "Apa kau menolakku?" tanya Arnold sedih. Ia berpikir sejenak. Lalu dengan memejamkan matanya ia menjawab lamaran Arnold. "Iya Arnold, aku mau menikah denganmu" walau hati ragu. Tapi ia ingin menghilangkan bayangan tentang Ryan di kepalanya. Hati Arnold sangat bahagia mendengar ucapan Tania. Arnold membuka kotak berisi cincin berlian. Menyematkan di jemari Tania. Cincin
Selama hampir sebulan Arnold mendekati Tania. Melakukan apa saja demi mendapatkan cinta Tania. Menyuruh Tania melupakan dendam pada Ryan. Mencoba berdamai dengan kehidupan. Bahwa semua terjadi adalah kuasaNya. Tapi Tania masih terdiam semua perkataan Arnold. Ia sangat sabar menghadapi Tania. Juga berdoa semoga Tania segera sadar. Arnold memakai jas Navy. Menyemprotkan aroma maskulin di tubuhnya. Jack sudah menunggu di belakang kemudi. Ia masuk mobil sudah tak sabar menemui Tania. Gugup menguasai hati Arnold. Jack melajukan mobilnya ke Apartemen Tania. Arnold membuka cincin berlian mata satu yang berkilau Indah. 'Ya Tuhan, semoga Tania menerimaku' batin Arnold. Tania baru bangun tidur saat mentari sudah naik. Ia mengeliat. Membuka selimutanya. Ada perasaan bahagia menyelinap ke dalam kalbu. Ia tak tau kenapa. Lebih baik mandi. Air pagi menyegarkan tubuh Tania. Rambut basah Tania telah di bungkus dengan handuk. Tania
Amelia melanjutkan makannya. Ucapan mertuanya yang menohok membuat selera makanya terhenti. 'Kapan Mama akan menerimaku?' Batin Amelia sambil menunduk. Ryan mengerti istrinya sedih. "Mas, ayo kita periksa ke dokter," rajuk Amelia dengan tatapan memohon. "Iya ... sayang, besok kita periksa. Kebetulan tak ada jadwal penting di kantor," Mata Amelia menyiratkan bahagia. Keinginan memiliki zuriat begitu besar baginya. Bukan sekedar menghindari ocehan mertuanya. Tapi ada kebahagiaan tersendiri di saat bayi mungil tumbuh besar di rahimnya. Melahirkan dan membesarkan dengan penuh cinta kasih. Untungnya suaminya sangat pengertian. Tak menuntutnya memiliki keturunan segera. Tapi anak adalah rejeki dan harus berusaha meraihnya. Juga doa yang tak pernah putus. Amelia mengeliat dalam pelukan suaminya. Hangat mengaliri darah Amelia. Ia mengejap dan mengedarkan pandanganya. Masih gelap jam berapa ini?
Kembali ke Amelia. Amelia mengejap matanya berulangkali. Ia melihat jam di beker di nakas. Jam 3 sore. Ia bangkit dan melangkah ke kamar mandi tak jauh dari kamarnya. Ritual mandi dilakukan dengan cepat. Selesai mandi segera ke dapur. Memasak untuk nanti makan nanti malam. Aroma masakan menyeruak menyebar di seluruh ruangan rumah ini. Jam lima sore Ryan pulang. Pintu rumah tak di kunci. Ia langsung masuk saja. "Ceklek" "Assalamualaikum," "Walaikum salam Mas Ryan," Senyum mengembang dari kedua sudut mulut Amelia. Ia menyambut suaminya dan mencium tanganya. "Masak apa sayang?" Tanya Ryan sembari mencium kening istrinya. "Masak kesukaan Mas Ryan," ucap Amelia sembari menaruh Ayam goreng di meja. "Mas mandi dulu, nanti kita malam bareng," "Iya sayang," Ryan melangkah ke kamar. Mandi juga berganti pakaian. Ryan terlihat segar. Waj