Share

Bab. 55. Ryan Kangen.

    Tania  sudah hampir dua minggu berada di Belanda. Ia jalan- jalan menikmati kota Belanda. Tak lupa kulineran  bersama Kakaknya. Sejenak melupakan Arnold yang sudah menuntut tubuhnya. Ia tak mau melakukannya sebelum perusahaan Ryan hancur berkeping. Ia rela mengorbankan tubuhnya. 

Tania menghela nafas sejenak. Panggilan Arnold terus menyeruak ke dalam telingga. 

"Itu siapa sih Dek? Telepon terus? Pacar kamu ya?" Tanya Nando, kakaknya Tania. 

"Bukan kak, Hanya temen." ucap Tania santai kemudian membiarkan telepon itu mati sendiri. 

"Ya udah kita jalan lagi, di rumah kulkasnya kosong," 

"Oke ...." 

Senyum Tania mengembang sempurna. Kini saatnya  meluapkan suntuk. Berusaha mengalihkan pikiranya. Walau udah minggu jauh berada dari Ryan. Tapi pikiranya tentang Ryan tak bisa jauh dari pikiranya. 

******

Di Kediaman Orang Tua Amelia. 

    Adzan maghrib berkumandang. Amelia menghamparkan sajadah, bermunajat kepada Sang Pencipta. Memohon petunjuk untuk menjalani hidup ini, juga harapan hidup untuk bersama Ryan akankah bisa terwujud kembali? Dalam relung hati Amelia. Ia masih mencintai suaminya. Melupakan dan memaafkan suaminya adalah saat ini  yang ingin Amelia  lakukan.  Ada ketenangan yang datang ke dalam jiwa Amelia ketika sudah mengadukan uneg- uneg kepada Sang Maha Agung. 

 Selesai sholat ia membaca Ayat Alquran. Setiap Ayat yang ia baca, sertai artinya. Tak lupa mengecup kitab suci umat islam itu setelah selesai membacanya. Ia melepas mukenanya dan mengantungnya di capstok. Hpnya menyala menandakan ada chat masuk. Ia tak segera  membuka. Jantungnya turun naik ketika ingin membukanya. Tapi dorongan membuka hp begitu besar. 

Ada 20 chat dari suaminya. Isinya dirinya sangat merindukanya. Mata Amelia mengembun melihat chat itu. Rindu mengelitik di sudut hati Amelia. Bergetar jemari Amelia ketika ingim mengetiknya. Tak sadar air matanya mengalir. 

Ia membalas chat dari suaminya. Tak lama kemudian Ryan menelponya. 

"Halo ... Amelia sayang?" 

"H-hallo Mas Ryan," ucap Amelia terbata. Selama hampir dua minggu Amelia mau mengangkat telepon dari Ryan. Ada rasa bersalah kembali hadir saat Ryan telepon dirinya mengacuhkanya. Tapi Ryan sangat sabar. Berharap istrinya memaafkanya. Ryan bersyukur istrinya mau mengangkat teleponya. Harapan memeluk istrinya kembali ada di depan mata. 

"Aku sangat merindukanmu, Ameliaku," ucap Ryan bergetar terharu istrinya mau mengangkat teleponya. 

"Gimana kabar Mas Ryan?" ucap Amelia datar menutupi rasa rindu yang mengebu. 

"Alhamdulilah Mas sehat, sayang," 

"Sayang juga gimana kabarnya? Sehat juga kan?" Tanya Ryan balik. Ia khawatir mendengar suara istrinya yang lemah. 

"Alhamdulilah, Amelia sehat Mas," 

"Besok Mas ke rumah ,  udah boleh jemput ya ? Amelia terdiam sesaat memikirkan ucapan suaminya. Padahal baru dua minggu ia di rumah orang tuanya. Katanya bulan depan baru di jemput. Tapi ini baru dua minggu udah mau jemput. 'Huufft' batin Amelia. 

"Sayang, kau masih mendengarku?" 

Amelia gelagapan. Ia tersadar dari lamunanya. 

"Iya, aku masih di sini," 

"Besok Mas ke rumah ya," ucap Ryan lembut. 

"Iya, aku tunggu," ucap Amelia akhirnya tak bisa mengelak bahwa dirinya juga sangat merindukanya. 

Ryan kemudian menutup teleponya. Ia melompat kegirangan seperti anak kecil di kasih permen. Ia terus menciumi benda pipih di tanganya. Tak terasa sudut kedua mata mengeluarkan air mata. Haru campur bahagia.

'Akhirnya kesabaranku membuahkan hasil' batin Ryan. 

Gegas ia packing dan memesan tiket. Malam ini juga ia menyusul Amelia di Indonesia. 

Bersambung..

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status