Tania dan Arnold pulang dari kantor. Perasaan lega menyelimuti hati. Sejatinya tak ada manusia yang sempurna yang ada hanya saling memaafkan. Minggu depan Tania dan Arnold menikah. Kebetulan Ayah Arnold adalah temen bisnis Ryan di Singapore. Ini sekaligus sebagai silaturahmi bisnis.
Ryan pulang ke rumah, di depan pintu bau masakan menguar menusuk hidung. Ryan Membuka pintu, karena pintu juga tidak di kunci. Terlihat Amelia sedang sibuk di dapur. Bau masakan semakin mengaduk perut yang keroncongan.
"Masak apa sayang," tanya Ryan memeluk pinggang istrinya. Amelia kaget, suaminya sudah memeluk erat pingangnya.
"Masak yang gampang aja, Cumi saos tiram sama capcay bakso kesukaan Mas Ryan,"
"Sayang, ada kabar baik." ucap Ryan mengecup pipi istrinya.
"Apa tuh?" tanya Amelia semangat. "Tania dan Arnold mau menikah." Amelia kaget sekaligus senang. Sikap tegas Ryan mengubah Tania menjadi wanita yang baik.
"Alhamdulilah," ucap Amelia senang.
"Ada lagi kabar baik sayang." Ryan mengecup kepala istrinya.
"Ini hari apa ya, bertubi- tubi datang kabar baik,"
"Hari kebahagiaan kita sayang," ucap Ryan kembali memeluk istrinya hangat. Ia berterima kasih karena orang- orang yang dulu sempat bersih tegang denganya, akhirnya menyadari kesalahanya. Ibu Ryan juga mulai melunak. Saat ini ia ingin menginap di rumah kami. Ingin dekat dengan menantunya. Ia berharap suasana hati Amelia yang adem bisa segera berbuah kehamilan untuk istrinya. Ryan sangat menginginkan kehadiran anak di tengah-tengah keluarga kecilnya.
"Kabar baik apa sih Mas, jangan bikin penasaran Amel deh!" tanya Amelia memonyongkan bibirnya. Ryan membalikkan badan Amelia, Ryan menatap istrinya lekat. Mengalirkan cinta hanya untuk wanita di depannya seorang.
Ryan mencium pipi Amelia yang sedikit Chuby. Ia gemas melihatnya.
"Dah lah, aku di kerjain mas Ryan deh! Amelia merajuk manja.
"Nggak sayang, ini beneran berita baik,"
Amelia kemudian melepas pelukan suaminya. Ia kemudian menata lauk di piring dan menaruhnya di meja makan.
"Ibuku, saat ini dalam perjalanan kesini, ia akan menginap di sini. Sayang," ucap Ryan tersenyum lebar sampai giginya kelihatan. Beda dengan Amelia yang tidak senang dengan berita ini. Tapi ia berusaha biasa saja. Toh bagaimanapun juga Ibu Ryan adalah mertuaku, aku harus menghormatinya." Batin Amelia.
"Ooh, aku rapikan kamar dulu ya. Sayang," ucap Amelia berbalik badan. Ia tak mau Ryan mengetahui perubahan raut mukanya.
"Iya sayang." balas Ryan senang. Ia mengambil ponsel di tasnya. Menghubungi Ibunya, kalau udah di Bandara. Ia akan menjemputnya.
Ting... Ada chat dari Ibu Ryan. Ia mengambil kunci mobil di tas kerjanya.
"Sayang, aku jemput Ibu dulu," ucap Ryan tersenyum manis. Ia sangat bahagia Ibunya datang. Beda dengan Amelia, ia deg-deg an kalau Mertuanya menuntut dirinya agar segera hamil. Belum ocehan lainya yang membuatnya naik darah.
Amelia mengigit bibir bawahnya mengusir galau yang melintas. Ia persiapkan mental untuk menghadapi nyinyiran Ibu mertuanya.
Amelia cepat- cepat membersihkan rumah ini. Menyapu dan mengepel, tak ingin ada debu yang tersisa di perabot. Setelah semua selesai, Amelia mandi. Tak lupa pake make up tipis. Suara mobil berhenti di depan teras. Amelia berlari kecil ke depan. Ibu Mertuanya turun dari mobil.
Ia tersenyum lebar melihat Amelia, lalu memeluk Amelia.
"Selamat sore menantuku, gimana kabarnya?" tanya Ibu Mertuaku.
Amelia terkejut dengan sikap Ibu Mertuanya. Datang- datang langsung memeluk erat.
"Aku tidak sedang bermimpi kan?" Batin Amelia. Bingung dengan perubahan sikap Ibunya Ryan.
"Ko malah bengong Amel, ayo masuk. Ibu bawa rendang. Kamu suka rendang kan? kita makan bareng ya,"
"Eeh iya Bu," ucapku masih tak percaya ini. Sikap Ibu berubah 180 derajat, tapi aku menyukainya. Ryan tersenyum melihat kami berdua akur. Wajahnya berbinar menyiratkan kebahagiaan.
******
Kami memasuki gedung Hotel. Hari ini adalah hari bahagia Tania dan Arnold. Mereka mengadakan di dua tempat di Singapore dan Indonesia.
Hotel di desain indah khas pernikahan. Bunga- bunga terpasang di pojokan. Makanan Catering berderet mengugah selera. Pilihan Arnold makanan kelas atas. Di tengah- tengah ruangan ada kue setinggi 3 meter. Arnold dan Tania tampak bahagia bersanding dengan wanita idaman saat kuliah dulu. Kami berdua naik ke pelaminan menyalami pengantin.
"Selamat ya Tania, semoga langgeng. Di kasih momongan secepatnya," ucapku menyalami Tania. Ia memelukku erat.
"Makasih Amelia, maafkan aku pernah punya salah sama kamu," ucap Tania dengan mata berkaca-kaca. Aku bahagia melihat perubahan sikapnya, karena dunia ini akan sangat indah apabila saling memaafkan.
Tamat.
Tania dan Arnold pulang dari kantor. Perasaan lega menyelimuti hati. Sejatinya tak ada manusia yang sempurna yang ada hanya saling memaafkan. Minggu depan Tania dan Arnold menikah. Kebetulan Ayah Arnold adalah temen bisnis Ryan di Singapore. Ini sekaligus sebagai silaturahmi bisnis. Ryan pulang ke rumah, di depan pintu bau masakan menguar menusuk hidung. Ryan Membuka pintu, karena pintu juga tidak di kunci. Terlihat Amelia sedang sibuk di dapur. Bau masakan semakin mengaduk perut yang keroncongan. "Masak apa sayang," tanya Ryan memeluk pinggang istrinya. Amelia kaget, suaminya sudah memeluk erat pingangnya. "Masak yang gampang aja, Cumi saos tiram sama capcay bakso kesukaan Mas Ryan," "Sayang, ada kabar baik." ucap Ryan mengecup pipi istrinya. "Apa tuh?" tanya Amelia semangat. "Tania dan Arnold mau menikah." Amelia kaget sekaligus senang. Sikap tegas Ryan
Arnold dan Tania, membicarakan rencana pernikahan. Tiba-tiba ia teringat perbuatanya pada Ryan. Ia ingin meminta maaf. "Tania, sebelum kita menikah aku ingin minta maaf sama Ryan," ucap Arnold sembari memegang jemari Tania. Tania terdiam sesaat, ia teringat kejadian itu atas perintah dirinya. Yang harus meminta maaf adalah dirinya. "Aku yang harus minta maaf sama Ryan, itu kan karena atas perintah ku," Kata Tania menatap kosong di depanya. Tania kini menyadari kesalahanya. Membiarkan dendam menguasai hatinya. Arnold seneng mendengar ucapan Tania. Itu artinya Tania ingin berubah menjadi lebih baik. Tak ingin menaruh dendam berlarut pada Ryan. Karena sejati hukum tabur tuai berlaku di dunia ini. Tania memperoleh hukumanya, di campakan oleh Ryan. Ia Lebih Memilih istrinya. Ingin menghancurkan hidup Ryan, tapi dirinya yang hancur. Untung cinta Arnold menyelamatkan dirinya, hi
Arnold menyodorkan cincin di hadapan Tania. Netra Tania menatap lurus cincin berlian di hadapanya. "Menikahlah denganku Tania, aku tak bisa berjanji bahwa aku akan selalu membahagiakan mu tapi aku ingin bersama sampai menutup mata." Tania mengejap matanya berulang kali, ia tak menyangkaa akan di cintai seperti ini. 'Apa ucapan kakak harus aku turuti?' Batin Tania. Arnold masih menatap penuh harap agar menerima dirinya. "Tania ...." panggil Arnold parau. "I-ya," jawab Tania sambil terbata- bata. "Apa kau menolakku?" tanya Arnold sedih. Ia berpikir sejenak. Lalu dengan memejamkan matanya ia menjawab lamaran Arnold. "Iya Arnold, aku mau menikah denganmu" walau hati ragu. Tapi ia ingin menghilangkan bayangan tentang Ryan di kepalanya. Hati Arnold sangat bahagia mendengar ucapan Tania. Arnold membuka kotak berisi cincin berlian. Menyematkan di jemari Tania. Cincin
Selama hampir sebulan Arnold mendekati Tania. Melakukan apa saja demi mendapatkan cinta Tania. Menyuruh Tania melupakan dendam pada Ryan. Mencoba berdamai dengan kehidupan. Bahwa semua terjadi adalah kuasaNya. Tapi Tania masih terdiam semua perkataan Arnold. Ia sangat sabar menghadapi Tania. Juga berdoa semoga Tania segera sadar. Arnold memakai jas Navy. Menyemprotkan aroma maskulin di tubuhnya. Jack sudah menunggu di belakang kemudi. Ia masuk mobil sudah tak sabar menemui Tania. Gugup menguasai hati Arnold. Jack melajukan mobilnya ke Apartemen Tania. Arnold membuka cincin berlian mata satu yang berkilau Indah. 'Ya Tuhan, semoga Tania menerimaku' batin Arnold. Tania baru bangun tidur saat mentari sudah naik. Ia mengeliat. Membuka selimutanya. Ada perasaan bahagia menyelinap ke dalam kalbu. Ia tak tau kenapa. Lebih baik mandi. Air pagi menyegarkan tubuh Tania. Rambut basah Tania telah di bungkus dengan handuk. Tania
Amelia melanjutkan makannya. Ucapan mertuanya yang menohok membuat selera makanya terhenti. 'Kapan Mama akan menerimaku?' Batin Amelia sambil menunduk. Ryan mengerti istrinya sedih. "Mas, ayo kita periksa ke dokter," rajuk Amelia dengan tatapan memohon. "Iya ... sayang, besok kita periksa. Kebetulan tak ada jadwal penting di kantor," Mata Amelia menyiratkan bahagia. Keinginan memiliki zuriat begitu besar baginya. Bukan sekedar menghindari ocehan mertuanya. Tapi ada kebahagiaan tersendiri di saat bayi mungil tumbuh besar di rahimnya. Melahirkan dan membesarkan dengan penuh cinta kasih. Untungnya suaminya sangat pengertian. Tak menuntutnya memiliki keturunan segera. Tapi anak adalah rejeki dan harus berusaha meraihnya. Juga doa yang tak pernah putus. Amelia mengeliat dalam pelukan suaminya. Hangat mengaliri darah Amelia. Ia mengejap dan mengedarkan pandanganya. Masih gelap jam berapa ini?
Kembali ke Amelia. Amelia mengejap matanya berulangkali. Ia melihat jam di beker di nakas. Jam 3 sore. Ia bangkit dan melangkah ke kamar mandi tak jauh dari kamarnya. Ritual mandi dilakukan dengan cepat. Selesai mandi segera ke dapur. Memasak untuk nanti makan nanti malam. Aroma masakan menyeruak menyebar di seluruh ruangan rumah ini. Jam lima sore Ryan pulang. Pintu rumah tak di kunci. Ia langsung masuk saja. "Ceklek" "Assalamualaikum," "Walaikum salam Mas Ryan," Senyum mengembang dari kedua sudut mulut Amelia. Ia menyambut suaminya dan mencium tanganya. "Masak apa sayang?" Tanya Ryan sembari mencium kening istrinya. "Masak kesukaan Mas Ryan," ucap Amelia sembari menaruh Ayam goreng di meja. "Mas mandi dulu, nanti kita malam bareng," "Iya sayang," Ryan melangkah ke kamar. Mandi juga berganti pakaian. Ryan terlihat segar. Waj
"Kenapa diam Tania?" "Kamu masih memikirkan Ryan? Laki- laki pengecut seperti itu masih kau pikirin! Kurang kerjaan aja !" Arga selalu marah apabila Tania memikirkan Ryan. "Aku nggak mikirin Ryan kak, tapi memikirkan bagaimana membalas sakit hatiku!" ucap Tania sambil mengepalkan tangan menahan marah di dada. "Hemm ... sampai kapan kau memelihara dendam di hati? Bikin sakit aja!" "Udahlah ... tak ingin dengar alasanmu, kak Arga pingin kamu melupakan Ryan dan menerima Arnold. Itu demi kebaikanmu!" Arga berlalu dari hadapan Tania. Memberi ultimatum telak. Menbuat Tania tak berkutik. Apakah aku harus menerima Arnold? Tania melangkah gontai ke kamar. Ia menjatuhkan dirinya di Bed. Menarik selimut sampai ke leher. Memejamkan mata berharap pelangi datang lewat mimpinya. Tania mengejap matanya tatkala sinar mentari menerobos lewat celah kecil dari jendelanya. Dan m
Arnold masih berada di Hotel mewah. terpekur sendiri. Memikirkan Tania. Mencoba menghubungi gawainya tapi tak aktif. Kangen di dada serasa akan meledak. Akhirnya ia menemui kembali Tania. Bukankah cinta harus di perjuangkan? Pikir Arnold. Di depan Apartemen kakaknya. Ia memencet bel. Ting tong. Arnold berniat ingin melamar Tania secara baik- baik. Tania bangkit dan membuka pintu. Alangkah terkejutnya ia saat tau Arnold ada di depanya. "Arnold ...." gumam Tania lirih. "Iya ini aku, sambil memegangi daun pintu. Tania menatap manik mata milik Arnold. Ada cinta yang dalam di matanya. "Ada apa, kenapa menatapku seperti itu?" Arnold tersenyum semanis mungkin di hadapan belahan jiwanya. "Tania ... aku ingin melamarmu," Jantung Tania serasa ingin melompat keluar juga deg- deg an. Senang mendapat perhatian dari lak
Ryan menyuruh Mamanya duduk di sofa, ia kembali berkutat dengan pekerjaanya. Agar tak mengganggu konsentrasinya. Akhirnya Mama Lina mau menuruti anaknya duduk di sofa. Tapi mulutnya tak bisa berhenti ngomel. "Kamu tuh keterlaluan banget ya, udah lupa sama Mamamu ini hah?! Beberapa Bulan tak ada kabar!" "Tapi Ryan selalu komunikasi sama kakak Ma?" "Kalau kakakmu aja di hubungi masa sama Mama nggak?" Lina semakin emosi. Anak bungsunya ini bikin gemes. Ryan kembali menekuri pekerjaanya. Tanpa melirik Mamanya. Tapi Mamanya masih aja nyerocos. "Kamu tuh belum tau rasanya jadi orang Tua sih!" Deg Hati Ryan tercubit. Ada Nyeri menyapa. Mencoba sabar omelan Mamanya. 'Ya Tuhan, sabarkanlah hamba menghadapi Mama' "Oh ya Si Amel udah hamil belum?" "Belum, kenapa Ma?&n