Keesokan hari, Wilson mengajak Kasih berenang di tepi pantai sambil menikmati momen-momen kebersamaannya berdua.
Wilson kini bertelanjang dada hanya menggunakan celana boxer saja sehingga banyak para wanita yang melirik ke arahnya karena tubuh Wilson yang begitu six pack.
“Sayang, kenapa kau cemberut?” tanya Wilson.
“Kau sengaja ya ingin menggoda para wanita di sini, kenapa juga tidak memakai baju.” Kasih nampak cemburu melihat suaminya di tatap penuh minat.
“Kau cemburu, sayang?” goda Wilson membuat Kasih tersipuh.
“Iyalah, kalau tidak cinta untuk apa juga aku cemburu.”
Wilson tersenyum mendengar penuturan Kasih. Ia mencium pipinya dengan gemas.
“Istri kecilku sekarang sudah mulai cemburu, jadi makin sayang. Cup cup cup.” Wilson mengecupi wajah Kasih bertubi-tubi. Kasih mendengus kesal, kebiasaan suaminya adalah mencium di tempat umum.
Wilson menarik Kasih membawanya
Setelah kejadian itu, mereka menepikan mobil di tepi jalan. Beruntung, Erland adalah seorang dokter yang handal. Luka Wilson tidak seberapa baginya, itu hanya luka kecil. Namun tetap saja buat Kasih luka yang serius, apalagi darah segar terus mengalir dari tangan suaminya.“Sayang, sudah jangan menangis terus.” Wilson mengusap pipi Kasih dengan tangan kirinya.“Bagaimana aku tidak nangis sayang, itu pasti sangat sakit.” Kasih terus menatap iba sambil bersandar di bahu Wilson.“Jangan lemah Kasih, kejadian seperti ini sudah biasa buat seorang mafia. Dan kau harus pandai bela diri untuk berjaga-jaga suatu saat nanti. Jangan hanya menangis, menangis dan menangis kerjaan mu,” ucap Erland dengan sinis membuat Kasih menunduk sedih.“Aku memang wanita lemah, Erland. Bahkan saat suamiku di keroyok, aku hanya diam saja,” lirih Kasih dengan mata yang berkaca-kaca.Wilson menatap tajam ke adiknya. Ia tak ingin m
Pagi kembali tiba, matahari mulai menampakkan sinarnya dari celah-celah jendela. Wilson keluar dari kamar mandi dengan lilitan handuk di pinggang. Sebenarnya ia masih mengantuk semalaman kurang tidur, tapi hari ini begitu banyak pekerjaan yang harus di selesaikan.Sebagai seorang Bos, Wilson memiliki tanggung jawab di kantor walaupun semua urusan sudah di serahkan kepada sekretaris.Wilson duduk di atas ranjang sembari membelai rambut Kasih. Istrinya sangat pulas akibat perjalanan semalam yang begitu melelahkan.“Sayang, bangun dulu kita sarapan,” ucap Wilson memainkan bibir Kasih sehingga gadis itu merasa terganggu.“Mmmm sayang, ini jam berapa?” ucap Kasih dengan suara yang terdengar serak khas bangun tidur.“Jam delapan, aku juga tadi kesiangan.”Kasih bangkit dari pembaringan dan duduk di sisi ranjang berhadapan dengan Wilson.“Memang hari ini kau ke kantor?”“Iya sayang,
Wilson mengerahkan semua anak buahnya menuju markas Kenzi. Mereka menggunakan lima mobil dengan membawa senjata api. Sepanjang perjalanan, laki-laki itu nampak frustasi. Bagaimana jika dia sampai telat menyelamatkan Kasih. Kenzi memang keterlaluan, tidak pernah kapok mencari masalah dengan Wilson.“Tuan, tenangkan diri anda,” ucap Sam yang melihat Wilson berkali-kali mengusap wajahnya dengan kasar.“Apa kita membutuhkan bantuan Tuan Erland?” ucap Reno yang berada di depan. Kini di dalam mobil itu terdapat empat orang. Tuan Wilson, Sam, Reno juga Hito. Di belakang nya ada Ale yang memimpin beberapa pasukannya.“Tidak perlu, jangan melibatkan Erland dalam masalah seperti ini,” ucap Wilson.Dua jam kemudian...Mobil terhenti di sebuah gedung kosong yang begitu tinggi. Tempatnya sangat jauh dari perumahan dan tidak ada satu orang pun yang melewati kawasan itu.Hito membukakan pintu untuk Wilson, laki-laki itu
Reno dan Ale membantu Wilson berdiri, laki-laki itu berusaha tegar di hadapan anak buahnya. Wilson menyeka setitik air mata menggunakan satu jari. Rasanya sangat berat melangkah ke bawah sana melihat tubuh Kasih yang mungkin saja sudah hancur.“Sam.”“Iya, Tuan.”“Bawa dia menuju markas, aku ingin menyiksanya sebelum dia benar-benar mati,” ucap Wilson menunjuk tubuh Kenzi yang terkulai dengan banyaknya darah.“Baik, Tuan,” sahut Sam.Wilson berjalan gontai menuruni anak tangga, rasanya tak ada lagi tenaga dan kekuatan. Ia merutuki kebodohannya yang telah terlambat menyelamatkan Kasih.“Aku telah gagal menjadi seorang suami,” lirih Wilson dengan nafas yang terdengar lemah. Ingin menangis namun apalah daya sebagai seorang pemimpin Wilson tak ingin terlihat rapuh di hadapan Reno dan Ale.“Kasih,” batin Wilson menjerit menyebut nama sang Istri. Wanita yang telah berha
Hari semakin senja, Wilson terbangun dengan mengerjapkan matanya pelan-pelan.Pandangannya tertuju pada setiap sudut ruangan yang baginya sangat tidak asing.“Siapa yang membawa ku kesini, apa yang terjadi,” lirih Wilson sembari memijat pelipisnya yang terasa pening.Ia bangkit dari pembaringan dan duduk di sisi ranjang.“Kasih,” gumam Wilson yang tiba-tiba mengingat sang Istri.“Di mana kamu, sayang? Aku harus kembali ke gedung itu memeluk istriku untuk yang terakhir kali.” Wilson keluar kamar dengan tergesa-gesa, tidak mempedulikan tubuhnya yang memang masih terlihat lemah.Sementara itu, Kasih yang baru saja keluar dari kamar mandi langsung terkejut melihat sang suami tidak ada di tempatnya.“Sayang kemana,” gumam Kasih celingak-celinguk.Kasih langsung bergegas ganti baju dan memoles wajahnya dengan make up tipis.Rama yang tengah berada di ruang tamu bersama Erland meras
“Mommy, kita mau bikin kue apa?” ucap Rama antusias.“Kita mau bikin bolu pandan sayang, tapi sebelum itu Rama pakai ini dulu ya.” Kasih memberikan sebuah celemek kecil pada Rama.“Ok Mommy.”Dengan sangat telaten, Kasih menyiapkan bahan-bahan yang di butuhkan seperti mentega, gula pasir, baking powder, telur, tepung terigu, TBM, pasta pandan serta daun suji.“Rama bantu apa, Mommy?” ucapnya tersenyum senang.“Sekarang Rama masukkan tepung terigu nya ke dalam sini pelan-pelan. Mommy mau cuci dulu daun pandannya.”“Ok Mommy.”Mereka pun asyik berkutat sambil sesekali bercanda riang. Rama terlihat bahagia dan sangat antusias. Kehadiran Kasih bisa membuat Rama merasakan apa itu kasih sayang seorang Ibu. Walaupun usia Kasih terbilang masih muda, tapi ia memiliki sifat ke Ibuan dan t
Kasih mengikuti langkah kaki Wilson sampai ke dalam kamar. Laki-laki itu memasang wajah dingin membuat Kasih benar-benar ketakutan.“Sa-sayang maaf itu hanya...”“Hanya apa, salah paham? sudah ku bilang biarkan orang lain yang mengantar kue itu, kenapa kau tidak mendengar omongan ku!"“Tapi maksud aku kan...”“Sudah, aku tidak ingin mendengar penjelasan mu! berkali-kali kau selalu membantah perintah ku,” ucap Wilson sembari menghisap sebatang rokok di sofa dekat ujung jendela.“Sayang, jangan marah, aku minta maaf.” Kasih memegang lengan Wilson dengan mata yang berkaca-kaca.“Lepaskan tanganmu!” Wilson menepis tangan Kasih sangat Kasar.“Sayang, ku mohon.” Kasih mulai menangis sesegukan menatap sang suami dengan sendu.“Susah juga punya istri masih bocah, susah di bilangin,” ucap Wilson tanpa menoleh, pandangannya fokus ke sudut ruangan.
Arah jarum jam menunjukkan pukul enam pagi. Dua orang yang tengah berbagi kehangatan masih betah bergulung di dalam satu selimut yang sama. Semalam, Wilson benar-benar membuat tubuh Kasih menjadi remuk. Ia menggagahi tanpa belas ampun. Kasih pun terpaksa menjadi kucing manis yang melayani suaminya dengan baik sebagai permintaan maaf atas kejadian itu.“Hoamm...” Kasih merentangkan kedua tangannnya ke atas dengan mulut yang terbuka lebar.“Kenapa badan ku pada sakit,” gumamnya sembari memijat kaki.Kasih menoleh ke samping di mana sang suami masih tertidur sangat pulas tanpa sehelai benang. Kasih mengusap lembut pipinya menatap wajah tampan itu dalam-dalam.“Sungguh indah ciptaan Tuhan, suami ku begitu menggoda,” gumam Kasih sembari memainkan bibir Wilson yang begitu merah.“Sayang, kamu tidak kerja? Ini sudah jam enam.” Kasih membangunkan Wilson dengan suara lembutnya.Wilson mengerjapkan