"Sayang, kau belum tidur?" ucap Wilson saat melihat Istrinya sedang asyik membaca buku.
"Belum, aku menunggumu. Kenapa kau lama sekali?" Kasih menaruh buku itu ke tempatnya semula dan menghampiri suaminya yang sedang berganti pakaian.
"Lepaskan dulu tanganmu, aku ingin memakai baju," ucap Wilson saat Kasih memeluk pinggangnya dari belakang. Wanita itu menduselkan kepalanya di belakang punggung.
"Tidak, tidak usah pakai baju! Aku ingin kau menyentuhku malam ini," ucap Kasih lagi-lagi membuat Wilson terkekeh geli.
Istrinya ini sekarang banyak perubahan. Entah karena pengaruh bayi apa gimana, tapi sekarang, Kasih lebih agresif dari biasanya.
Wilson memutar tubuhnya ke belakang. Ia menangkup wajah Kasih dengan kedua tangan. Di tatapnya dalam-dalam mata indah itu. Ia sedikit tersenyum saat melihat pipi Kasih yang ternyata sedikit cabi.
"Kenapa, apa sekarang wajahku sudah tidak cantik?" Kasih nampak mengernyit melihat ekspresi suaminya yang
1 bulan kemudianWilson membawa Kasih ke rumah sakit untuk memeriksa kandungan. Awalnya Kasih menolak, untuk apa juga suaminya memaksa ia untuk di periksa, tapi setelah di jelasin panjang lebar mengenai kehamilannya, Kasih terkejut setengah mati. Bagaimana tidak, Wilson benar-benar keterlaluan. Ia tidak memikirkan perasaan putrinya yang masih kecil. Kasih masih tak percaya dengan kabar gila ini. Ia terus menatap suaminya dengan tatapan tajam.Bukan karena ia membenci kandungannya, anak ini sama sekali tidak bersalah. Tapi sikap Wilson yang melakukan itu diam-diam membuat hati Kasih terasa sakit. Seakan suaminya ini menganggap dia adalah boneka, meniduri sesuka hati dan pergi begitu saja."Sayang, aku minta maaf," lirih Wilson mengambil tangan Istrinya, namun lagi-lagi Kasih menepis dengan kasar."Sudahlah, aku tidak ingin bicara denganmu!" Kasih langsung menarik selimut dan membelakangi suaminya."Apa kau tidak menginginkan anak itu, dia tidak bers
Beberapa tahun kemudian... Oekkk.. oekkk.. Suara bayi menggema di dalam sebuah kamar. Erland yang tengah berkutat dengan laptop melirik ke arah Shinta yang kini tengah sibuk memoles dirinya di depan cermin. "Sayang, bayi kita nangis," ucap Erland. Shinta menoleh ke suaminya dengan tatapan sebal. "Ya kenapa gak di gendong? Kebiasaan deh, belum punya anak pengen punya anak, giliran sudah dikasih malah begitu." Shinta pun beranjak menggendong baby L dan menenangkannya. "Begitu apanya, sayang. Aku kan lagi sibuk ini. Salah kamu sendiri gak mau pakai baby sitter," ucap Erland dengan enteng. "Aku masih sanggup ngurusin sendiri, Erland." "Hem, terserah," sahut Erland. "Malam ini dandan yang cantik. Karena kita akan ada acara keluarga nanti malam." "Kok mendadak?" "Hemm, permintaan Kak Wilson. Entahlah mau bicara apa." "Ikuti saja daripada ngamuk," jawab Shinta. Erland terkekeh mendengarn
POV Kasih.Namaku adalah Kasih Arini Wijaya. Aku anak bungsu dari 3 bersaudara. Kami tinggal di suatu desa terpencil wilayah Jawa Barat.Karena alasan tertentu kami tinggal di sini. Sebenarnya keluargaku adalah orang berada. Ayah bekerja sebagai kepala rumah sakit di kota Jakarta, sedangkan Bunda bekerja sebagai Direktur utama perusahaan Wijaya Group. Kehidupan keluargaku cukup terbilang harmonis, namun semuanya tiba-tiba berubah sejak Ayah di kabarkan menjadi anak buah mafia yang sangat berpengaruh di kota ini.Ayah menatap kami satu persatu dengan tatapan yang sulit di artikan. Wajahnya terlihat kusut dan sedikit memerah membuat kami merasa pasti ada sesuatu yang tidak beres.Betul saja, Ayah berlutut di hadapan kami meminta salah satu di antara putrinya menikah dengan Tuan Wilson yang terkenal kejam dan tidak memiliki belas kasih terhadap siapapun.Kami sangat takut, tidak mungkin kami menikah dengan orang yang bertangan dingin seperti belia
Aku memejamkan mata ketika tangan kekar itu berhasil menjamah bagian atas. Air mataku lolos begitu saja, rasanya aku ingin berteriak sekencang mungkin. Harga diri yang selama ini ku jaga runtuh di tangan laki-laki bejat seperti Tuan Wilson.“Buka matamu! Tuan Wilson menatap jengah padaku. Aku hanya menunduk ketakutan.“Cih, hanya sebesar buah tomat ternyata,” ucap Wilson menatap remeh kedua gunung kembar milik ku.“Ma-maaf, Tuan.” hanya itu yang bisa terucap dari mulut kecilku ini.“Tidak masalah, ikut aku sekarang!”Tuan Wilson merapihkan jasnya dengan gagah, kemudian keluar dari ruangan. Aku bernafas lega akhirnya laki-laki itu tidak menyentuhku. Tapi tiba-tiba...”“Hei, kenapa masih di situ? kau punya telinga?”“Pu-punya Tuan,” ucapku terlonjak. Tuan Wilson menatapku dengan dingin. Sungguh hatiku sudah berdebar-debar saat ini.“Cepat ikut den
“Bibi, kenapa Mommy tidak pulang-pulang?” suara anak kecil yang sedang bermain robot memecah keheningan Shinta. Wanita muda itu langsung mendekat, ia mengulurkan tangannya mengusap pucuk kepala anak itu dengan lembut. “Den Rama sabar ya, pasti nanti Mommy segera pulang kok. Mommy kan lagi banyak pekerjaan sayang,” ucap Shinta tersenyum. “Iya Bibi, Rama sangat merindukan Mommy,” ucapnya dengan sendu, tentu membuat Shinta merasa iba dengannya. Anak kecil berumur 4 tahun seperti Ramaharusnya mendapatkan kasih sayang yang lebih dari kedua orang tua, namun kini malah sebaliknya. Nyonya Alin tak pernah sedikitpun peduli pada sang anak begitupun dengan Tuan Wilson yang selalu sibuk dengan pekerjaan, sehingga jarang menyempatkan waktu bermain dengan putra semata wayangnya itu. Ceklek Pintu terbuka membuat Shinta yang duduk langsung berdiri. Ia membungkuk dengan menangkupkan kedua tangan. “Selamat Pagi, Tuan,” ucap Shinta menunduk. Wilson hanya membala
Setelah kepergian Wilson, Kasih berjalan menuju taman belakang untuk melihat sekeliling. Gadis manis itu sangat senang karena Wilson telah berangkat kerja sehingga jantungnya kini kembali normal dan ia merasa lega. Lagi pula Wilson belum memberinya pekerjaan, jadi ia bisa menyusuri setiap inci dari rumah tersebut agar suatu saat tidak tersesat. Baru saja melangkahkan kaki, tiba-tiba sebuah tangan sudah menariknya dengan kasar lalu membawa Kasih ke pojok tembok. “Auw lepasin.” ringis Kasih sembari mengibaskan tangannya yang sedikit perih. “Beraninya kau menggoda Wilson, dasar bocah ingusan!” Plakk Satu tamparan keras mendarat di pipi mulus Kasih, sontak membuat gadis itu merasa terkejut. Ia memegangi pipinya sembari menangis. Selama 18 tahun hidup tidak ada seorang pun yang berani menamparnya termasuk sang Ayah sekalipun. Tapi kini seorang wanita sexi yang belum ia kenal sudah berani berbuat kasar padanya. “Ta-tante siapa? kenapa Tante
Kicauan burung di pagi hari terdengar begitu merdu. Matahari mulai menampakkan sinarnya melalui celah-celah jendela. Seorang gadis manis terbangun dengan merentangkan kedua tangan serta mulut yang menguap lebar.“Hoamm nyenyak banget,” gumam Kasih. Ia pun hendak melanjutkan tidurnya kembali. Namun baru saja memejamkan mata suara pletakan terdengar dari kening nya.“Auws.” ringis Kasih memegangi jidatnya yang terasa sakit.“Tu-Tuan, kenapa anda tidur di sini?” ucapnya sedikit kaget, Kasih pun langsung bangkit dan duduk di sisi ranjang.“Bagus sekali, harusnya aku yang bertanya seperti itu,” ucap Wilson menatap tajam ke arahnya sontak membuat Kasih menunduk takut.“Ma-maaf, Tuan saya ketidu...”“Ketiduran? Dasar alasan. Cepat kau mandi! bersihkan badanmu yang bau asam itu!” ucap Wilson, ia pun berlalu keluar.Kasih langsung mengendus ketiaknya kiri dan kanan. &ldquo
“Buka matamu! kau membayangkan apa?” ucap Wilson dengan heran.Kasih sangat terkejut, wajahnya memerah seperti udang rebus. Bisa-bisanya mengkhayal Tuan Wilson menciumnya dengan lembut.“Ah tidak-tidak kenapa aku mengharapkan dia menciumku lagi seperti kemarin, ciuman nya masih berasa di bibirku,” batin Kasih.“Kenapa bengong? kau terpana dengan ketampanan ku?” ucap Wilson membuat Kasih salah tingkah sendiri.“Eh ti-tidak Tuan aku...”“Jadi maksud mu aku tidak tampan?”“Sangat tampan,Tuan.Tuan juga menggoda,” ucap Kasih yang langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan.“Astaga apa yang aku katakan. Tuan Wilson pasti berpikir yang tidak-tidak,” batin Kasih.“Benarkah aku menggoda?” tanya Wilson tersenyum tipis, laki-laki itu kini semakin mendekat dan menarik pinggang Kasih.“I-iya,Tuan,” ucapnya menunduk malu.