“Apa sampai sekarang kalian masih belum bisa menemukan Adaline?” seru Beldiq White pada anak buah nya.
“Maaf tuan White, sampai saat ini kami masih belum bisa menemukan keberadaan nona Adaline.” Lapor nya.
“Bodoh!! Bodoh kalian semua!! Apa saja kerja kalian! Sampai anak ingusan itu bisa lolos dari misi kalian!” Bentak Beldiq, sangat murka sebab Adaline yang menjadi target utama nya malam itu lolos.
“Beldiq sayang, tenang lah dulu. Jangan sampai tekanan darah mu naik karena ini.” Ujar Jenny yang merangkap pacar sekaligus sekertaris Beldiq.
“Aku tidak akan bisa tenang sayang, selama aku belum tahu di mana keberadaan putri tiri ku itu!” Seru Beldiq.
“Aku harus yakin seratus persen dia mengikuti jejak ibu nya ke dunia lain, baru setelah itu aku bisa tenang. Tenang menguasai semua harta peninggalan ibu nya. Terutama perusahaan itu!! Aku membutuhkan perusahaan itu untuk tempat bisnis ku!!” Lanjut Beldiq yang mengira kalau Ainsley telah meninggal.
“Kalau dia masih tidak dapat diketahui rimba nya seperti saat ini, bagaimana cara nya aku mengalihkan semua harta milik Ainsley White serta perusahaannya ke atas nama ku." Tukas Beldiq.
"Dan ya, perusahaan adalah hal yang paling urgent saat ini. Sebab para dewan direktur ingin segera menentukan direktur baru untuk perusahaan semenjak mendengar kabar kematian Ainsley White ada di mana-mana.” Lanjut nya, yang terdengar tidak ada sedih dan penyesalan sedikit pun telah menghabisi nyawa istri nya sendiri.
“Kalau memang Adaline tidak muncul-muncul juga maka umum kan saja kalau dia juga meninggal, mudah kan?” ide Jenny.
“Dengan begitu, Adaline hanya akan ada dua pilihan. Dia muncul atau dia akan terus bersembunyi.” Lanjutnya menjelaskan rencana nya.
“Kalau dia memilih untuk muncul, bagaimana?” tanya Beldiq.
“Kalau dia memilih untuk muncul maka kita akan segera mengirimkannya ke tempat ibu nya berada. Toh dia tidak tahu kan kalau kau adalah dalang dari pembunuhan malam itu? Jadi itu suatu keuntungan untuk kita.” Jawab Jenny.
“Dan kalau dia memutuskan untuk terus bersembunyi, itu juga tidak masalah. Dengan begitu, rencana kita ke depannya tidak akan ada masalah apapun lagi.” Sambung Jenny.
“Bagaimana menurut mu, sayang......?” tanya Jenny pada Beldiq.
Beldiq terdiam sejenak, memikirkan baik dan buruk nya dampak yang akan muncul bila dia mengikuti rencana Jenny.
“Jangan kau terlalu memikirkan ini sayang. Adaline itu hanya seorang anak kecil. Saat ini yang kita perlukan hanya membuat dia keluar dari persembunyian nya.” Jenny terus mencoba meyakinkan Beldiq.
Beldiq menghela nafas dan berkata, “Baiklah. Kalau besok pagi kita umum kan kalau Adaline telah meninggal dan minta di adakan rapat dewan direksi! Aku percayakan semua nya pada mu Jenny. Kau atur saja.” Putus Beldiq.
“Baiklah sayang.” Ujar Jenny.
***
Hari pun berganti hari, kondisi Adaline pun semakin membaik.
“Aku ingin berbicara dengan Mr. Sean.” Ucap Adaline pada Ethan di suatu sore saat Ethan mencabut jarum akupuntur yang beberapa hari ini selalu Ethan tusuk kan ke Adaline.
“Aku akan membawa mu bertemu dengan nya, tapi tidak sekarang. Mr. Sean masih sedang mengerjakan sesuatu.” Jawab Ethan, tenang.
Adaline menyandarkan tubuhnya ke sandaran tempat tidur, pikirannya untuk sesaat menerawang memikirkan apa yang telah terjadi.
“Kau kenapa?” tanya Ethan, sedikit khawatir dengan kondisi Adaline saat ini.
Semenjak Adaline di temu kan pingsan di kamar waktu itu, Ethan merasa ada yang berubah dari Adaline. Dia menjadi sedikit pendiam dan banyak termenung sendiri.
“Aku hanya sedang memikirkan, siapa kira-kira pelaku dari insiden di rumah kami waktu itu Ethan.” Jawab Adaline, dengan tatapan kosong.
“Siapa yang tega membunuh sekian banyak orang dan apa tujuan mereka melakukan itu? Memangnya apa kesalahan yang di lakukan oleh ibu ku sehingga mereka tega ingin membunuh ibu ku.” Sambung Adaline.
Ethan hanya diam, tidak memberikan komentar apapun atas perkataan Adaline.
“Apa ibu ku punya musuh? Hanya saja rasa nya tidak masuk akal saja jika ibu punya musuh secara ibu adalah wanita dengan kepedulian sosial yang tinggi.” Adaline terus saja berbicara walau Ethan tidak merespon apapun.
“Atau apa mungkin ini adalah ulah dari ayah tiri ku.” Sebut nya lalu terdiam.
“Mengapa kau sampai bisa menyimpulkan kalau ini mungkin saja adalah perbuatan dari ayah tiri mu?” tanya Ethan yang tiba-tiba terpancing untuk bicara.
“Setahu ku, ibu memang memiliki rencana untuk bercerai dari ayah tiri ku karena suatu hal yang tidak aku pahami. Tapi kalau hanya karena ingin bercerai kemudian ayah ku menghabisi nyawa ibu ku, menurut mu, mungkin kah itu terjadi?” Adaline malah balik berTanya Dengan Ethan.
“Hmmm.. Menurut ku mungkin saja. Adaline, di muka bumi ini, semua hal mungkin saja terjadi.” Jawab Ethan.
“Tapi Ethan.. Mereka sudah menghabiskan seperempat abbad untuk hidup bersama. Bahkan ibu ku lebih lama hidup dengan ayah tiri ku ketimbang dengan ayah kandung ku. Rasa nya tidak masuk akal saja jika ayah tiri ku adalah pelaku nya.” Ucap nya lirih.
“Kau bersabar lah! Kita akan segera tahu siapa pelaku nya sebentar lagi. Sebab aku yakin, pelaku nya pasti akan mencari mu bagaimana pun cara nya. Jadi kita tinggal duduk dan lihat, siapa yang paling gencar mencari mu.” Ucap Ethan.
“Kau benar. Aku harap masalah ini segera berakhir. Aku tidak bisa hidup terus dalam bayang-bayang ketakutan seperti ini.” ujar Adaline, kemudian kembali membaringkan dirinya.
“Apa kau tidak ingin keluar Adaline? Ya.. sekedar untuk menghirup udara segar.’’ Tawar Ethan, yang merasa iba pada Adaline yang seperti nya sangat tertekan dengan hal ini.
“No.. Aku di dalam saja.” Jawab Adaline, tidak bersemangat.
“Kalau begitu aku akan hidupkan TV untuk mu supaya kau punya sedikit hiburan.” Ucap Ethan, lalu tanpa menunggu persetujuan Adaline langusng menyalakan TV.
Dan saat TV itu menyala, tiba-tiba....
“Aku Beldiq White dengan ini resmi mengumumkan kematian istri ku dan putri ku Ainsley White dan Adaline White.” Ucap Beldiq di Televisi.
“Ethan.. bukan kah itu ayah tiri ku?” seru Adaline yang kembali bangun dan beringsut maju ke samping Ethan.
“Hmm.. “ jawab Ethan, singkat dan membesarkan volume televisi.
Adaline dan Ethan pun memfokuskan diri mereka untuk mendengar konferensi pers yang Beldiq White adakan.
“Sebagaimana publik ketahui bahwa istri ku dan putri ku yang bernama Adaline White telah menghilang tepat setelah insiden perampokan yang disertai aksi pembunuhan yang terjadi di rumah kami beberapa hari silam.” Ujar Beldiq di konfrensi pers itu.
“Berhari-hari aku dan seluruh keluarga besar kami beserta polisi setempat mencari keberadaan mereka, tapi hasil nya NIHIL.” Lanjut nya dengan raut wajah sedih yang sangat kental.
“Aku sangat menantikan informasi dari berbagai pihak. Aku sangat berharap dengan hal bantuan dari semua piha saat ini .” Ucap Beldiq yang kali ini di barengi dengan air mata.
“Dan untuk perusahaan istri ku, aku akan serahkan semua nya pada dewan direksi untuk memutuskan bagaimana ke depannya. Dan bagi para investor, aku harap jangan cemas. Bahkan kalau memang di butuhkan aku siap untuk menjalankan dua perusahaan sekaligus.” Lanjut nya, yang terlihat tak kuasa menahan deraian air mata yang jatuh dari tiap ujung mata nya.
“TtttttttttiT....”
Ethan langsung mematikan televisi itu.
“Heei.. kenapa kau mati kan Ethan!!” Seru Adaline yang langsung berusaha merebut remot TV itu dari tangan Ethan.
“Tidak ada lagi yang perlu kau lihat Adaline.” Jawab Ethan datar.
“Tidak perlu? Yang benar saja! Itu konfrensi pers nya belum selesai!! Paling tidak kita harus mendengarkan semua yang dia katakan.” Seru Adaline.
“Mendengar apa? mendengar pria itu mengumumkan kematian mu? Dan mengambil alih perusahan ibu mu?? Apa kau tidak merasa janggal dengan hal ini Adaline?!” Timpal Ethan.
“Tentu saja aku merasa sangat janggal. Tapi.. tapii....” Ujar Adaline kebingungan.
“Kalau begitu, apa yang bisa kau simpulkan?” tanya Ethan.
“Pasti ada sesuatu di balik semua ini.” Ucap Adaline.
“Menurut mu, apa sesuatu itu?” Tanya Ethan lagi yang terus menggiring opini Adaline ke sebuah kesimpulan yang sebenarnya sudah ada di kepala Ethan.
“Ayah tiri ku, Beldiq White pasti ada kaitannya dengan insiden berdarah waktu itu.” Ucap Adaline, kemudian menarik nafas nya dalam -dalam.
Ethan melihat Adaline, menunggu apa reaksi dari Adaline.
“Kenapa dia hanya diam? Bukankah seharus nya di saat-saat seperti ini, dia seharusnya histeris?” Ethan bertanya-Tanya dalam hati.
Adaline menghela nafas nya pelan-pelan sambil menutup mata, mencoba menenangkan diri nya sebisa yang bisa ia lakukan.
“Aku perlu memastikan ini semua Ethan.” Sebut Adaline. “Aku harus kembali ke rumah ku sekarang juga.”
Adaline pun langsung berdiri dan ingin pergi. Tapi dengan cepat Ethan menahannya.
“Kau mau kemana?” tanya Ethan, menahan tangan Adaline.
“Aku akan pergi ke rumah ayah ku dan menanyakan langsung hal ini dengan nya.” Jawab Adaline.
“Begitu saja?” tanya Ethan lagi.
“Maksud mu? aku tidak paham.” Adaline malah balik bertanya pada Ethan.
“Yaaa.. Maksud ku, apa kau akan begitu saja?” Ulang Ethan, menjelaskan.
“Memang nya kenapa?” tanya Adaline.
“Apa kau tidak merasa ada hal yang janggal Adaline?” ujar Ethanl.
“Ethan, berhentilah main teka teki silang dengan ku saat ini. Aku ini tidak sedang bermain teka teki silang!” Seru Adaline jengkel.
Ethan menarik nafas panjang dan menarik tangan Adaline agar Adaline dapat duduk di sampingnya.
“Coba kau pikirkan Adaline,. Ketika rumah mu yang kata nya di rampok lalu terjadi pembunuhan di sana, yang menyebabkan ibu mu hampir saja meninggal dan para pengawal nya juga tidak ada yang selamat, AYAH TIRI MU ITU, Sama Sekali Tidak Mengadakan Konferensi Pers, Right?” Ujar Ethan penuh penekanan di akhir kalimat nya.
“Lantas sekarang dia mengumumkan kematian mu? For what Adaline! For what!! Kau juga bukan lah putri kandungnya.” Lanjut Ethan dengan tatapan serius.
Adaline memikirkan dalam-dalam apa yang barusan Ethan katakan. “Kau benar Ethan. Ini sangat aneh!” ucap Adaline.
“Aku memang ada melihat dia menyebar selembaran orang hilang beberapa waktu lalu. Tapi selembaran itu sama sekali tidak terlihat mereka benar-benar seperti ingin menemukan mu dan ibu mu. Just like, hmmm pelepas tanggung jawab saja.” Tukas Ethan.
“Coba kau lihat ini.” Ethan mengeluarkan handphone nya dan memperlihatkan selembaran yang ia maksud kan tadi.
“Lalu bandingkan dengan berita barusan. Kau lihat ada banyak sekali wartawan kan di sana?!” tekan Ethan.
“Seolah-olah dia sengaja mengundang seluruh wartawan di dalam negeri dan beberapa dari luar negeri hanya untuk mengumumkan kematian mu secara tidak langsung! Menurut mu, apa tujuannya melakukan itu semua?” Tanya Ethan di akhir kalimat nya yang super duper panjang.
“Apa dia bermaksud untuk-” Ucapan Adaline terhenti dan mata nya membulat sempurna melihat Ethan.
“Benar! Ini adalah jebakan Adaline! Ayah tiri mu pasti sengaja mengumumkan kematian mu di seluruh negeri agar diri mu yang asli keluar. Dengan begitu dia akan mudah untuk menghabisi nyawa mu.” Terang Ethan sangat detail.
Tubuh Adaline langsung lemas. Kepala nya terasa pusing dan mendadak semua nya pun menjadi gelap di pandangan Adaline.
Hal terakhir yang Adaline dengar hanya suara Ethan yang memanggil-manggil nama Adaline beberapa kali. Lalu perlahan semua nya menjadi senyap.
***
Hingga dua jam kemudian.
“Adaline? Kau sudah bangun?” Seru Ethan, saat Ethan melihat bola mata Adaline bergerak-gerak di bawah kelopak mata nya yang terpejam.
“Ethan.. “Panggil Adaline dengan suara lemah.
“Aku di sini Adaline.” Jawab Ethan langsung menggenggam tangan Adaline.
“hm.. kepala ku sakit sekali Ethan.” Ujar Adaline pada Ethan.
“Kau tadi terlalu Shock maka nya kau pingsan. Sebaiknya kau beristirahat saja dulu Adaline.” Ujar Ethan, menghidupkan kembali lili aroma terapi yang tadi sempat ia matikan.
“No...! bantu aku duduk Ethan.” Tolak Adaline, menggeleng.
“Kau masih lemah. Istirahat lah dulu.” Paksa Ethan.
“I say no, Ethan..! Help me please!!” Seru nya, sambil berpegangan pada lengan kokoh Ethan untuk bangun.
“Kau sungguh gadis yang keras kepala!” gumam Ethan pelan.
Adaline memegang kepalanya yang tentu saja masih terasa sakit.
“Ethan, please! Sambungkan aku dengan Mr. Sean... Aku wajib bicara dengan nya sekarang.” Pinta Adaline dengan memaksa.
“No!” tolak Ethan dan berniat untuk berdiri, meninggalkan Adaline.
Adaline sekuat tenaga menahan Ethan dengan cara menarik tangan Ethan yang hendak berdiri.
Tapi tubuh Ethan malah terjatuh ke atas tubuh Adaline sebab Ethan sama sekali tidak menyangka tangan nya akan di tarik oleh Adaline.
Sehingga keseimbangan Ethan pun hilang dan ia terjatuh.
“Aaaaaaahk!!” Teriak Adaline saat tubuh Ethan hampiir menghimpit tubuhnya.
Untung nya Ethan masih sempat bertopang pada sandaran tempat tidur sehingga tubuhnya tidak benar-benar menghimpit Adaline.
“Kau tidak kenapa-napa Adaline?” tanya Ethan panik, takut kalau dia menyakiti Adaline.
Adaline menggeleng dengan mata yang membola sebab melihat wajah tampan Ethan dari dekat.
Kepala nya yang sakit tadi pun dengan ajaibnya sembuh. Entah karena terpesona dengan wajah tampan Ethan, entah karena terlalu kaget. Tak ada yang tahu pasti penyebab sakit kepala Adaline hilang begitu saja.
“Lain kali jangan menarik ku seperti itu! Kau bisa terluka.” Ujar Ethan, lalu bangkit dan meletakan kotak akupuntur nya pada tempat nya.
“Aku kira kau akan meninggalkan ku. Padahal aku kan tadi belum selesai bicara dengan mu.” Ucap Adaline merasa tidak enak pada Ethan.
Ethan menarik nafas panjang lalu mengeluarkan handphone nya. Dari jauh Adaline dapat melihat kalau Ethan sedang menelpon seseorang.
“Hallo Mr. Sean....” Ujar Ethan sambil melihat pada Adaline saat panggilan itu tersambung.
“Ya.. Ethan, ada apa?” Tanya Sean dari ujung telpon itu.
“Nona Adaline ingin berbicara dengan mu, tuan. Apa kau bisa berbicara dengannya sekarang?” tanya Ethan masih dengan tatapan nya yang tidak lepas dari Adaline.
“Berikan telpon mu ini pada nya.” Perintah Sean.
Ethan pun berjalan mendekat ke tempat Adaline. “ini...” Ethan menyodorkan ponsel nya pada Adaline.
“Terima kasih Ethan.” Ucap Adaline menerima ponsel itu dari Ethan.
“Hmmm... tapi bisa kah kau keluar sebentar? Aku ingin membicarakan sesuatu yang penting dengan Mr. Sean. Tapi hanya berdua saja.” Pinta Adaline, halus.
“Baiklah...” Jawab Ethan, lalu berjalan keluar meninggalkan Adaline sendirian di kamar itu.
“Hallo Mr. Sean........” Sapa Adaline.“Hai.. Adaline, bagaimana kabar mu? Ethan mengatakan pada ku kalau kau tadi pingsan.” Ucap Mr. Sean, meresepon sapaan Adaline.“Benar, tapi saat ini aku sudah baik-baik saja.” Jawab Adaline.“Bagus lah kalau begitu...” jawab Mr. Sean, terdengar sangat ramah.“Sean.. I mean, Mr. Sean.. bisa kah aku meminta bantuan mu untuk sesuatu?” tanya Adaline.“Katakan saja Adaline. Kalau aku bisa membantu mu maka akan aku bantu.” Jawab Mr. Sean.“Apa aku boleh meminjam Ethan untuk satu bulan ini?” Ucap Adaline, terdengar ragu.“Kau ingin apa?” Tanya Mr. Sean sedikit tidak yakin dengan pendengarannya.“Hmmm... Apa boleh aku meminjam Ethan untuk menjadi pengawal ku?” Ulang Adaline sekali lagi.“Kau bermaksud meminjam Ethan untuk menjadi pengawal mu? tapi untuk apa?” tanya Mr. Sean lagi.Adaline menarik nafas nya sejenak lalu mulai menceritakan rencana nya pada Mr. Sean. Adaline memang belum pernah bertemu langsung dengan Mr. Sean. Tapi satu hal yang pasti, Adal
“Misi mu adalah menjadi suami Adaline White selama sebulan. Bagaimana menurut mu? Sebuah misi yang seru Dan luar biasa kan???” Ujar Mr. Sean terdengar seperti mengucapkan hal yang biasa-biasa saja.Padahal barusan dia baru saja memerintahkan Ethan secara tidak langsung untuk menikah dengan Adaline. Walaupun pernikahan itu hanya untuk sebulan saja. Tapi tetap saja itu adalah sebuah pernikahan.“Whats?!” Seru Ethan shock setengah mati mendengar misi yang baru saja Mr. Sean berikan untuk nya.Dari sekian banyak misi di luar nalar yang Mr. Sean berikan pada nya selama ini, Ethan merasa ini yang paling tidak masuk akal. Dan sebanyak apapun Ethan berpikir, otak nya tetap tidak bisa menerima apa yang dikatakan oleh Mr. Sean barusan sebagai sebuah misi.“Apa bos ku mulai gila?” batin Ethan.“Bagaimana Ethan?” Ulang Mr. Sean bertanya. Benar-benar tidak merasa kalau dia telah mendzolimi pengawal pribadi nya.“Mr. Sean, kau saat ini ada di mana?” tanya Ethan, tidak menjawab sama sekali pertanyaa
Ke esokan hari nya, matahari pun bersinar cerah hari ini, secerah senyum yang menghiasi wajah Adaline pagi ini.“Kau sudah siap?” tanya Ethan dari ujung pintu kamar nya.Ya.. Ethan dan Adaline memang tidur sekamar hanya saja tidak seranjang. Ethan tidur di sofa sedangkan Adaline tidur dengan nyaman di atas ranjang Ethan.“Ya, tentu saja.” Jawab Adaline yang terlihat sangat berbeda pagi.Jika di hari-hari biasanya Adaline terkesan tampil biasa – biasa saja tanpa polesan make up di wajah nya, hari ini Adaline tampil dengan tampilan sangat paripurna.Ethan yang melihat nya bahkan sempat pangling untuk sesaat.Pagi ini Adaline tidak terlihat seperti bocah yang belum matang yang ia temui selama ini. Adaline tampil bak wanita dewasa yang siap menghadapi kejam nya dunia.“Hem.. Kalau begitu ayo.” Ajak Ethan.Ethan terus menatap Adaline saat Adaline akan keluar dari kamar. Dalam hati nya Ethan berkata, “Untung saja aku memilih memakai jas tapi. Sempat aku memilih berpakaian unformal.. penampi
"Calon suami? Jadi kau sudah punya calon suami Adaline? Apa calon suami ini- Bukan kah pacar mu??" saat Beldiq hendak melontarkan pertanyaan berikut nya, tapi keburu terpotong ucapan Jenny yang tiba- tiba masuk ke dalam ruangan itu."Bikin sensasi saja." Tukas Jenny yang langsung mendapatkan kode mata dari Beldiq, yang kira- kira isi nya memerintahkan Jenny untuk diam nya.Setelah Jenny diam, Beldiq berkata, " Tolong tinggalkan kami Jenny."Jenny pun mematuhi perkataan Beldiq. Dia langsung berbalik badan pergi dari ruangan itu."Apa kau benar adalah calon suami Adaline?" Lanjut Beldiq bertanya untuk memastikan apa yang barusan Adaline akui.Beldiq menatapan Ethan dengan tatapan curiga. Seingat Beldiq, nama kekasih Adaline bukan lah Ethan. Meski dia sendiri tidak ingat siapa nama bocah yang selalu datang menjemput Adaline dahulu. Lantas bagaimana bisa ujug-ujug Adaline punya calon suami jika pacar saja tidak pernah terendus keberadaan nya.Ethan notice saat ini Beldiq sedang menilik di
Sesampainya mereka di luar gedung...Perlahan Ethan melepaskan tangan Adaline yang memegang erat tangan nya."Adaline... sebentar, aku mau menelpon." Ethan beralasan Ethan supaya dia bisa menjauh dari Adaline."Oh.. Ya, silahkan." Adaline pun melepaskan tangan nya.Ethan merogoh saku nya dan mengambil ponselnya. Namun setelah dia mendapatkan ponsel nya dia malah bingung mau menelpon siapa. Karena memang sebenarnya tidak ada yang ingin dia telpon. Itu cuma alasan untuk lepas dari Adaline."Telpon Dom saja." gumam nya dalam hati. Ethan pun memencet nomor Dom. Saudara angkat nya yang saat ini sama-sama bekerja di bawah Mr. Sean karena hutang budi seperti Ethan."Ya, Ethan..." Terdengar suara Dom cempreng seperti biasa nya."Kau dimana Dom?" Tanya Ethan pada Dom, yang sebenarnya sekedar untuk membuat nya terlihat dia sedang menelpon di depan Adaline."Memang nya dimana lagi diri ku? Aku sudah pasti sedang di rumah saat ini dengan Mr. Sean..." Jawab Dom, terdengar santai."Apa??? Mr. Sean
Sesaat kemudian telpon itu pun tersambung. "Ya Ethan ada apa?" Tanya MR. SEAN dari laboratorium nya."Hallo, ini aku Adaline White, Mr. Sean." Sapa Adaline."Heemm... Ya Adaline, apa ada masalah lagi?" Tanya Mr. Sean dengan nada suara penuh karisma."Ya, begitu lah Mr. Sean. Aku ada masalah baru lagi." Ujar Adaline terdengar santai berbicara dengan sambil melirik pada Ethan."Ya, katakan lah." Jawab Mr. Sean yang sebenarnya sedang terburu-buru saat itu."Mr. Sean kau ingat bukan, aku ingin meminjam pengawal mu Emmanuel Ethan untuk menjadi pengawal pribadi ku selama satu bulan ini? Adaline menanyakan itu sambil melirik Ethan dengan senyum tipis di bibir nya seolah berkata, JANGAN SAMPAI PINGSAN ETHAN!! DENGAR DAN TUNGGU DI SANA BAIK-BAIK."Ya.. aku masih ingat. Dan aku sendiri kan yang menyarankan pada mu supaya kau dan Ethan pura-pura menikah saja. Karena dengan pura- pura menjadi suami mu maka Ethan akan lebih mudah untuk menjaga mu." Mr. Sean mengulang kembali jawab nya.Mendengar
"Come on Ethan, jangan berekspresi seperti itu! Ini hanya untuk dua bulan! memang nya apa sih tugas dan kewajiban dan yang satu lagi yang malas kau sebutkan itu akan muncul? tenang lah! Tidak akan benar- benar mengubah hidup kita." Jawab Adaline santai."Aku tidak boleh mundur! aku harus bisa meyakinkan Ethan!! Karena ayah kandung ku tidak akan memberikan pertolongan nya pada ku untuk merebut perusahaan ibu ku dari ayah tiri ku jika aku tidak menikah. Ethan.. ayoo jangan menolak lagi!! hanya dua bulan! setelah itu kita cerai!" ujar Adaline dalam hati."Ini gak serumit yang kau pikirkan Ethan. Kita hanya menikah di catatan sipil lalu hidup dalam rumah yang sama dan... dan...? Di kamar yang sama lalu ranjang yang sama..." Sebut Adaline yang tadi nya begitu bergelora menjelaskan nya pada Ethan namun makin ke ujung suara nya makin menghilang.Ethan menatap Adaline dengan tatapan jengah nya.Adaline menelan saliva nya, dan segera memutar otaknya. "Tapi kalau yang kau takutkan adalah seranj
Muka Ethan tampak masam setelah ia dan Adaline selesai mendaftarkan pernikahan mereka secara resmi."Hump!! Akhirnya aku memiliki buku ini!!” Seru Adaline girang sambil menepuk- nepuk kan buku nikah milik nya ke tangan nya, seolah buku nikah itu tidak ada arti nya sama sekali untuk nya."Eeit! apa yang kau lakukan!" Berang Ethan dan langsung mengambil buku nikah di tangan Adaline kemudian menyimpan buku itu di dalam saku jas nya."Memang nya kenapa?" tanya Adaline dengan wajah innocent nya."Sudah! Lupakan saja." jawab Ethan yang sedang tidak mood untuk bicara dengan Adaline saat ini.Adaline mendelik melihat ke arah Ethan lalu berkata, "Kalau tidak ada apa-apa, mengapa kau menyimpan buku nikah milik ku?!" tanya Adaline plus dengan ekpresi ala detektif- detektifan nya.Ethan pun mengerlingkan mata nya malas dan melengos pergi begitu saja. Dia malas untuk adu mulut dengan Adaline, secara sudah pasti Adaline yang menang! Mulut wanita kan ada dua."Ethan.. tunggu aku!!" Teriak Adaline be