Leticia menggeleng sambil membuka mata. "Aku malu," jawab Leticia. Dia mengelus bulu-bulu halus di rahang pria itu.
Ray memeluk Leticia lalu mencium pucuk kepalanya. "Istirahatlah, kau sangat lelah."
Leticia mendongak menatap lekat wajah pria itu, tiba-tiba bening kristal menumpuk di kelopak matanya.
"Apa kau memperlakukan semua wanita seperti ini? Kenapa kau begitu perhatian?" tanya wanita itu dengan Lirih. Ray menggeleng tak mengatakan apa pun.
"Maaf ...." Leticia menyentuh pipi kiri Ray yang dia tampar tadi pagi.
"Sakit tidak?" tanya Leticia sambil menatap mata Ray yang menenangkan.
Leticia membuka mata melihat langit-langit putih dengan tatapan kosong. Kepalanya berdenyut kencang, tumpukan bening kristal seolah tertahan di kelopak matanya.Ray yang menyadari mata Leticia terbuka segera berdiri dan menghampirinya. Dia duduk di samping Leticia, membelai lembut pucuk kepala wanita itu, lalu menghapus air mata dengan ibu jarinya."Mana yang sakit?" tanya Ray lirih.Leticia bergeming, matanya seolah enggan berkedip. Raga yang terbaring lemah itu bagai tak bernyawa."Leticia ...." Ray menelungkupkan tangan di pipi Leticia.Air mata Leticia mengalir lebih banyak mendengar suara lembut Ray, tetapi mulutnya seolah terku
Belum sempat Leticia menjawab pertanyaan Max, ponsel Dokter itu berdering. Max berdecak kesal saat Alex menghubunginya agar segera kembali ke kediaman Marco. Akhirnya Max pergi dengan raut wajah tak mengenakan.Ray baru saja kembali dari dapur, membawa secangkir espresso dan secangkir coklat panas untuk Leticia. Mata Leticia masih begitu sembab karena terlalu lama menangis. Ray duduk di samping Leticia sambil menyodorkan minuman."Nona Leticia, sekarang katakan kenapa kamu mencariku?" tanya Ray dengan ekspresi serius."Ayahku memintamu untuk menangani proyek pembangunan hotel, resort, dan … entahlah aku lupa lagi. Apa Tuan Ray bersedia?" Leticia balik bertanya penuh harap.Ray menaikkan alis, terh
"Apa kamu akan minum obat kontrasepsi darurat? Semalam kita tak pakai pengaman. Bagaimana kalau kamu hamil?"Ray berkata sangat hati-hati, tak ingin menyinggung Leticia. Namun, Leticia mengartikan lain, ekspresi wajahnya berubah kaku. Dia sadar bahwa Ray telah memiliki wanita, apa pria itu takut Leticia akan meminta pertanggung jawaban jika dia hamil?Pandangan Leticia tertuju pada kalender yang terpasang di dinding di belakang tubuh Ray. Jadwal menstruasinya selalu teratur dan akan datang dalam dua minggu."Tenanglah, Tuan. Semalam aku yang memaksamu melakukan itu padamu, aku tahu diri. Aku tidak akan meminta pertanggung jawaban darimu jika aku hamil," kata Leticia tegas."Bukan begitu maksu
Ray tertegun, untuk kesekian kalinya dia kembali terguncang dengan penuturan Leticia. Ray menghela napas panjang mengendalikan diri, wanita di sampingnya ini benar-benar menghantam telak mental Ray sebagai laki-laki."Leticia …." Suara Ray lirih saat menyentuh bahu Leticia yang memunggunginya. Leticia bergeming, dia terisak pilu.Ray melepas sabuk pengaman lalu mendekatkan tubuhnya, dia meraih pinggang Leticia memeluknya dari belakang."Leticia, maaf … aku tak tahu kau sangat kesulitan," kata Ray.Leticia mengangguk menyeka air mata sebelum menjawab dengan suara bindeng. "Ya, aku memaafkanmu."Apa yang bisa dia lakukan
Keesokan harinya.Setelah selesai sarapan, Ray bersiap mengantar Leticia ke Bandara. Wajah Leticia tampak berseri-seri setelah mendapat perlakuan lembut dan dimanjakan oleh Ray.Sepanjang pagi, Ray tak henti-hentinya memeluk Leticia. Seolah tak rela membiarkan wanita itu pergi. Ingin sekali rasanya Ray membawa Leticia kemana pun dia pergi. Seperti saat ini, Ray masih saja tak melepaskan Leticia yang duduk di atas pangkuannya di atas sofa."Ray, ayo pergi. Aku akan terlambat tiba di Ragusa jika kamu terus menahanku," kata Leticia merajuk."Tetap menetap bersamaku, bisa tidak?" Ray menghidu leher Leticia. Menghirup dalam-dalam aroma parfume apel yang menyegarkan dari tubuh wanita itu.
Ketika Leticia tiba di kediamannya, dia mengernyit terheran. Kenapa mobil sang ayah terparkir di depan rumah saat siang hari? Apa ayahnya tak berangkat bekerja? Akhirnya dia melangkah cepat memasuki rumah.Tampak sang ayah sedang duduk bersandar di sofa one seater hitam. Wajahnya terlihat begitu tajam menatap Leticia yang menghampirinya."Bagaimana hasilnya?" David langsung bertanya saat Leticia mendaratkan bokong di sofa two seater, sebelah kanannya."Tuan Vanderson bersedia menangani proyek bulan depan," jawab Leticia jujur. Dia menatap lekat sosok pria tua berpakaian perlente hitam itu.David menyeringai sebelum menuduh, "Beraninya kau berbohong padaku? Katakan sebenarnya, kemana kau pergi?"
Tiga minggu berlalu, hari-hari yang Leticia lalui terasa begitu berat. Semakin hari, hubungan dia dan sang Ayah semakin parah. Tak ada sosok David yang penuh kasih sayang, Leticia tak lagi mengenali sisi lain dari sang Ayah semenjak dia kembali. Lelaki tua itu menjadi asing bagi Leticia. Tamparan, hardikan, dan makian tak jarang David lakukan ketika Leticia melakukan kesalahan meski hal kecil sekalipun. Resah. Itulah yang Leticia rasakan. Leticia tengah dilanda kegelisahan saat ini. Meskipun hari yang dilewati begitu berat, tetapi dia merasa waktu berlalu sangat cepat, dan dia telah melewati jadwal datang bulannya. Bukan hanya satu atau dua hari, tetapi sudah satu pekan. Leticia tak pernah terlambat datang bulan. Pikirannya benar-benar kacau saat ini, tak hanya itu. Kantung mata Letici
Ketika Leticia akan mulai membuat desain, tiba-tiba pintu terbuka. Seorang wanita paruh baya berpenampilan modis menghampiri Mereka. Mila bangkit dari duduknya. Baru saja dia akan melangkah, pelanggan itu menarik bangku kosong di samping Leticia, hingga membuat Leticia meletakkan buku dan pensil di atas pangkuan. "Selamat sore, Bibi Mila. Aku ingin mengubah brosku, teman kantorku bilang ini terlalu mewah jika hanya terbuat dari perak." Wanita yang baru saja mendudukkan bokong di atas kursi di samping Leticia itu melepas bros dari blazer krem. Kemudian memberikan bros pada Mila yang duduk di hadapannya. Leticia yang duduk tepat di samping kiri wanita itu tak bisa untuk tak melihat apa yang diberikan dia pada Mila. Mata Leticia seolah memerhatikan bros