Dua bulan kemudian ….
Adelia yang baru saja mengantar Alex untuk pergi bekerja, kembali masuk ke dalam toilet yang berada di lantai dasar, dekat dapur. Wanita dengan dres rumahnya bermotif bunga itu, mengeluarkan semua isi perutnya.
Huek … huek …
Tiba-tiba kepala Adelia pusing, terasa berputar dan hampir terjatuh jika dirinya tak berpegangan pada wastafel di dekatnya.
‘Kenapa pusing sekali?’ gerutu Adelia dalam hati.
Wanita itu buru-buru membasuh mulutnya setelah ada kecurigaan yang melintas di benaknya. Ada sesuatu yang harus ia pastikan sebelum suaminya pulang ke rumah.
*
Seorang pria yang sedang duduk mendengarkan presentasi sang sekretaris yang tak lain adalah adik iparnya, menghela nafas gusar, menahan rasa mual yang tiba-tiba menyerang.
“Apa sudah bisa dimengerti?” tanya Tommy seraya mengedarkan pandangan matanya ke arah peserta meeting, pagi ini.
Semua mata yang tadinya focus de
Kehamilan Trimester pertama menjadi hal yang tidak mudah dilewati oleh wanita. Banyak hal-hal baru yang akan membuat perubahan hormon dan emosi. Hal itu dialami oleh Adelia. Wanita itu mengalami morning sickness yang tergolong cukup parah. Bahkan tak bisa mencium aroma yang sedikit menyengat. Entah itu aroma keringat, makanan ataupun bunga segar. Yang paling parah, wanita itu tak mau didekati oleh suaminya. Tak hanya itu, Adelia juga merasakan perubahan di beberapa bagian tubuhnya. Terutama di bagian perut yang tampak sedikit menonjol dari sebelumnya. Wanita itu juga merasakan perubahan di bagian payudara disertai rasa nyeri dan menjadi lebih sensitif. Perubahan sikap Adelia adalah wajar bagi wanita hamil. Apalagi ini adalah kehamilan pertama, yang mana pasti ada banyak drama yang menyertainya. Beruntung, calon ibu mud aitu mempunyai mertua dan suami yang begitu pengertian. Bahkan Alex tidak akan berangkat ke kantor jika istrinya tidak mengizink
“Ini terlihat buruk sekali,” gumam Adelia sendirian di depan cermin yang berada dalam kamarnya. Sejak lima belas menit yang lalu, wanita dengan perut membuncit itu memerhatikan pantulan dirinya di depan cermin. Kehamilan ini membuat perubahan drastis di seluruh tubuhnya. Pipi yang menggembung, tangan bergelambir, perut yang membesar diikuti organ intim lainnya yang terlihat berbeda dari sebelumnya. “Aku tidak bisa seperti ini. Bisa saja Felix akan berpaling jika aku menjadi segemuk ini,” gumamnya lagi. Dengan tekad yang menggebu, wanita itu menyusul suaminya yang berada di ruang kerja, tepat di samping kamar yang mereka tempati, di lantai dasar. Ya, semenjak kehamilan Adelia memasuki usia tujuh bulan, Alex memindahkan kamarnya ke lantai bawah. Berikut dengan ruang kerja yang berada di sebelahnya. Ruang kerja Alexander pun sengaja didesain dengan kaca agar bisa melihat sang istri yang suka duduk bersantai di ruang m
Seorang pria dengan wajah kusut mondar-mandir di depan pintu ruang operasi. Ya, setelah dirinya tiba di rumah sakit, dokter menyarankan untuk segera mengambil tindakan operasi caesar, karena pasien telah banyak kehilangan air ketuban dan mengeluarkan banyak darah. Mendapati itu, dunia Alex seketika runtuh. Ia terus menyalahkan dirinya sendiri karena lalai menjaga sang istri dan bayi mereka. “Oh Tuhan! Tolong selamatkan istri dan anakku,” gumamnya dengan air mata yang mengalir deras. Tak lama kemudian, suara tangisan bayi menggema dari dalam ruang operasi, di mana Adelia berada. Alex yang semula terduduk di lantai, seketika berdiri dengan seutas harapan. Berharap bahwa istri dan bayinya akan baik-baik saja. “Bagaimana dokter?” tanya Alex tak sabaran setelah dokter Priscilla keluar dengan seulas senyum di bibirnya. “Selamat ya, Tuan Alexander. Bayinya laki-laki. Keadaannya normal dan saat ini sedang dibersihkan oleh perawat. Nant
Kehadiran Gabriel Emilio Johnson membuat suasana rumah utama menjadi ramai dan lebih berwarna. Bayi yang berusia 1 bulan itu akan menangis di setiap jam 1 malam dan tak akan berhenti sebelum Maria menggendongnya. “Kamu menangis lagi, hm?” Itulah ucapan Maria ketika Baby Gabriel sudah berada dalam dekapannya. Setelah Baby Gabriel menangis, Maria akan membawa bayi itu masuk ke kamarnya sendiri. Beruntung William tak pernah keberatan. “Menangis lagi, Mom?” “Iya, Dad.” William yang baru saja membuka kedua matanya, mengubah posisi tidurnya menjadi miring untuk melihat bayi yang kini mulai berceloteh. “Kamu mirip dengan Daddy-mu, Nak,” ucap William seperti biasanya. Maria tersenyum geli mendengar ucapan itu lagi. Memang tak bisa dielak jika Gabriel dan Alexander memiliki sifat yang sangat mirip. Menangis adalah salah satu contohnya. Akan tetapi, tidak dengan wajah Baby Gabriel. Paras bayi itu seratus persen mi
“Please, Kak. Bantu kami berdua, ya?” rengek dua remaja yang baru akan mendaftar di Universitas yang sama dengan sang kakak.“Kalian berdua benar-benar merepotkan, huh,” gumam Gabriel kesal. “baiklah, kakak akan membantu pada masa orientasi mahasiswa nanti.”“Yes!” ucap dua remaja dengan wajah yang sama itu bersamaan. “terima kasih, Kak,” ucap mereka selanjutnya dan berhambur memeluk Gabriel.“Kalian mengacaukan penampilanku lagi!” geram Gabriel sambil memukul kedua bahu adiknya gemas.Selalu seperti ini jika mereka bersama.“Ada apa kalian ribut terus setiap hari?” tanya pria paruh baya yang merangkul pinggang istrinya.“Biasa, Dad,” jawab Gabriel santai.Alex yang kini duduk di kursi meja makan menatap satu per satu wajah ketiga putranya.“Kalian harus belajar dengan baik. Daddy harap mulai tahun depan Kak Gabriel harus masuk
Suasana pesta putra putri Keluarga Johnson baru saja berakhir setengah jam yang lalu. Dibantu seorang pegawaiWeddingOrganizer, Jenny lebih dulu masuk ke dalam kamar pengantin, yang telah disiapkan pihak hotel. “Apakah Anda akan berendam dulu, Nyonya?” tanya seorang pelayan yang diperintahkan membantu Jenny. “Tidak perlu. Kamu boleh keluar,” ucapnya.
“Mau ke mana?” tanya pria yang tak masih memejamkan mata dengan memeluk tubuh polos istrinya. “Kamar mandi.” Pria dengan tubuh polos itu membuka mata. Menyusuri wajah istrinya yang berantakan dengan bibir membengkak. “Jangan lama-lama,” pesannya. Wanita itu mengangguk. Namun, saat kedua kakinya menginjak lantai, ia merasakan ada yang aneh pada area miliknya. “Sshh ...” “Kenapa, Honey?” tanya Tommy yang segera terbangun mendengar rintihan istrinya. Tampak wajah Jenny yang meringis menahan sakit, membuat Tommy kebingungan. “Hanya sedikit tak nyaman di bawah sana,” keluh Jenny. Tommy yang paham meraih tubuh Jenny dalam gendongannya. “Apa yang kamu lakukan?” tanya Jenny seraya melingkarkan kedua tangannya, di leher Tommy. “Mengantarmu,” jawabnya singkat. Mendengar itu, pipi Jenny merona. Ingatannya kembali pada olah raga mereka semalam. Tommy menurunkan tubuh Jenny
Sebuah mobil Lamborghini Aventandor milik Tommy, membelah jalanan kota New York di pagi hari, menuju landasan pribadi milik Keluarga Johnson. Tommy dan Jenny sepakat akan berangkat lebih pagi, mengingat waktu yang dibutuhkan tidak sebentar. Jenny terlihat elegan dengan setelan kemeja yang terbalut blazer, dipadukan celana bahan senada warna peach dan sepatu hak warna hitam, setinggi 7 senti. Sedangkan Tommy, sangat tampan dengan setelan jas formal dengan warna hitam, dipadukan dengan dasi bergaris miring dan sepatu pantofel hitam. Pasangan pengantin baru itu, saling melemparkan senyuman ketika tatapan mereka bertemu. Sesampainya di landasan pribadi milik Keluarga Johnson, Tommy keluar lebih dulu, dan berlari dengan cepat, memutari mobil. Bergerak membukakan pintu untuk istrinya. Jenny mengulurkan tangan dengan seulas senyum yang tersungging di bibirnya. “Thank you,” ucap Jenny setelah menerima kecupan bibir dari suaminya.