Share

bab 6

Dalam satu hari perjalanan berganti tiga kali naik bus, Julia dan temannya Tina, akhirnya sampai di kota kecil yang mereka tuju.

Kota itu tidak sebesar kota kelahiran mereka, walau kota itu kecil, setidaknya suasana kota terasa damai.

Julia sudah mencairkan semua cek yang di berikan pria yang tidak berbelas kasihan itu, menyimpannya dalam sebuah tas dengan rapi.

Dia akan menggunakan uang itu untuk kehidupan mereka di kota kecil itu, dan membeli rumah di dekat pinggiran kota saja.

Julia akan memulai kehidupan barunya di kota itu bersama Tina, dan membuka usaha kecil-kecilan agar keuangan mereka tidak cepat habis.

Karena hari sudah malam, mereka akan memginap untuk sementara di penginapan malam ini.

Udara kota itu terasa sejuk, lalu lintasnya tidak semacet di kota asal mereka.

Setelah mereka mendapat penginapan, mereka pun beristirahat dengan nyaman.

Sementara itu di kota besar tempat kelahiran mereka, di sebuah Mansion mewah seorang pria turun dari mobilnya sambil menenteng sebuah tas plastik.

"Sudah malam begini, kamu baru pulang ke rumah Lucas!" sahut seorang wanita paruh baya yang terlihat masih cantik duduk di sofa ruang tengah, sepertinya sedang menunggu pria bernama Lucas itu.

"Banyak pekerjaan di kantor harus ku selesaikan Ma!" jawab Lucas seraya terus masuk ke dalam, lalu naik ke lantai atas sambil menenteng tas plastik.

Lucas membuka pintu kamarnya, dan menutupnya kembali.

Lucas meletakkan tas plastik yang di bawanya ke atas meja sofa dalam kamarnya.

Memandang sebentar tas plastik berisi sprei yang terkena noda pembukaan selaput darah Julia tersebut.

Matanya memandang tas plastik itu dengan tatapan yang sulit di artikan, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, yang membuat perasaannya tidak tenang.

Lucas meraih tas plastik itu, lalu membawanya ke dalam walk in closet.

Membuka lemari besi di sudut ruangan walk in closet.

Lucas menekan kode sandi lemari tersebut, lalu memasukkan tas plastik berisi kain sprei yang terkena noda perawan Julia.

Lucas tidak tahu, entah kenapa tidak ingin membuang atau mencuci sprei itu.

Dia ingin menyimpan sprei itu, karena dia merasa keterlaluan, telah melakukan suatu kesalahan menyakiti gadis yang belum dikenalnya.

Lucas menyimpannya untuk kenang-kenangan, mengingat kalau dia baru pertama kali melakukan hubungan dengan gadis yang masih perawan.

Saat menutup lemari besi, Lucas merenung sebentar memandang angka-angka pada kunci lemari tersebut.

Tangannya bergerak mengganti nomor password lemari itu.

Setelah selesai mengganti kunci password lemari brankas, pria itu pun bergegas keluar dari dalam walk in closet, lalu masuk ke dalam kamar mandi.

Menanggalkan pakaiannya satu persatu, lalu melemparkan sembarangan ke dalam keranjang pakaian kotor.

Setelah itu Lucas membersihkan dirinya.

Tidak lama kemudian pria itu keluar dari kamar mandi, dan setelah memakai pakaian dengan rapi, Lucas kemudian keluar dari kamar.

Dengan langkah tenang kaki panjangnya menuruni tangga menuju lantai bawah, dan berjalan menuju ruang makan.

Di ruang makan sudah menunggu ke dua orang tuanya, dan adik perempuannya.

"Bi, sudah bisa makan malamnya di mulai!" sahut Ibu Lucas pada seorang wanita sekitar usia lima puluhan, berdiri tidak jauh di dekat pintu menuju ke dapur.

"Baik Nyonya!" jawab wanita itu mengangguk.

Tidak berapa lama dua orang pelayan wanita memasuki ruang makan membawa makan malam, lalu meletakkannya ke atas meja makan dengan hati-hati.

"Bagaimana, apakah kamu sudah pertimbangkan untuk mengenal wanita itu? besok siang Mama akan atur pertemuan kalian!" sahut Ibu Lucas memandang putranya tersebut.

"Ma, aku belum mau menikah!" jawab Lucas dengan tegas.

"Lucas, kamu tidak bisa begini, umur kamu sudah tidak muda lagi, Papamu sudah sakit-sakitan...dan Mama juga sudah semakin tua, kami ingin menggendong cucu, jangan sampai kami meninggal, kamu belum menikah juga!" sahut Ibu Lucas dengan kesal.

"Adelia saja suruh Mama yang menikah terlebih dahulu!" sahut Lucas dengan santainya.

Adik Lucas, Adelia, menoleh memandang kakaknya tersebut dengan mata melotot, sementara Lucas angkat bahu cuek.

"Lucas!" jerit Lisbeth, Ibu Lucas dengan kesal.

Putranya itu memang begitu sulit kalau di anjurkan untuk segera mengenal seorang wanita, dan melakukan pendekatan untuk di jadikan sebagai kekasih.

Lucas cuek saja mendengar jeritan Ibunya itu, tidak perduli kalau Ibunya itu mengoceh terus, agar dia segera mencari seorang kekasih.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Helmy Rafisqy Pambudi
ampun deh buat kenang2n katany
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status