MASA KINI
“Tolong diperhatikan. Jika setelah sampai di atas, neng berdua bertemu dengan persimpangan jalan, jangan ambil arah kiri!” Peringatan yang disampaikan oleh pengurus desa untuk seluruh pendaki yang mencoba menaiki gunung di desa tersebut.
Tak terkecuali kepada dua orang pendaki wanita bernama rinjani dan sarah. Ya, mereka berdua adalah sepasang sahabat yang ingin menikmati salah satu keindahan alam yang tercipta. Begitulah cara mereka berdua menghabiskan liburan untuk melepas penat akibat tuntutan pekerjaan sehari-hari.
“Memangnya kenapa pak?” Rasa penasaran pun hinggap di benak rinjani. Walau ia tahu, ada beberapa gunung yang dikeramatkan. Namun, peringatan yang didengar tetap saja membuat gadis itu bertanya-tanya.
“Jalan itu sudah lama terputus, lagipula jalannya terjal dan ada jurangnya. Jadi demi keselamatan, kalian harus ingat apa yang saya sampaikan tadi ya. Jangan sampai dilanggar!” Sebagai penduduk asli, tak mungkin ia dengan gamblangnya memberitahukan jika di gunung tersebut terdapat gua yang menjadi tempat bersemayamnya sosok makhluk jahat bernama ghanindra. Apalagi memberitahukan hal tersebut kepada orang yang baru saja ditemui.
“Udah nurut aja. Bapak ini pasti lebih tahu medan disini” Bisik sarah agar sahabatnya tidak lagi penasaran.
“Terima kasih atas informasinya ya pak. Kalau begitu kami akan langsung berangkat.”
Rinjani dan sarah pun memulai pendakiannya menuju puncak gunung. tak terlalu cepat namun tak terlalu pelan juga. Mereka berjalan sambil menikmati pemandangan yang terhampar didepan mata. Tuhan memang tak ada duanya, menciptakan pemandangan dengan tampilan luar biasa yang bisa membuat siapa saja yang melihatnya langsung melupakan semua permasalahan yang ada di kepala.
“Keren.” lirih sarah. Matanya sambil menyapu keseluruh arah dimana sebagian tempat ditutupi dengan hijaunya pepohonan.
Kini, jalan yang mereka lalui berada dekat disamping jurang. Walau menakutkan, namun mereka berdua jadi dapat melihat hutan seberang dengan lebih luas.
“Benar kan. Kamu pasti nggak nyesel ikut pendakian kali ini.” Rinjani senang, ternyata sahabatnya dapat menikmati perjalanan mereka. Awalnya ia sempat khawatir karena sarah tak terbiasa pergi ke alam bebas seperti ini.
“Kalau gitu, lain kali kita rencanakan pendakian lagi yuk!” sarah terlihat sangat antusias. Gadis pendiam yang baik hati, yang menjadi sahabat sekaligus teman berbagi suka dan duka bersama rinjani.
Beberapa jam berjalan kaki tak terasa mereka tiba di puncak gunung. Memang tidak sampai memakan waktu beberapa hari untuk sampai karena ukuran gunung ini yang tidak terlalu tinggi. Namun, sepanjang perjalanan, mereka berdua sama sekali tak pernah berpapasan sekalipun dengan pendaki lain. Kini, hanya ada mereka berdua di puncak. Angin berhembus menembus kulit. Walau memakai jaket yang lumayan tebal, tetap saja dinginnya tetap terasa.
Setelah puas beristirahat dan menikmati pemandangan, rinjani dan sarah memutuskan untuk kembali menuruni gunung. Sambil bersenda gurau mereka terus berjalan menelusuri jalan yang telah terbentuk untuk memudahkan para pendaki agar tidak tersesat.
Tiba tiba, awan mendung dengan cepat menggantikan cerahnya matahari siang hari. suasanya disana sampai terlihat gelap seperti petang. Petir menggelegar memekakkan telinga. Angin pun bertiup makin kencang membuat mereka berdua berpikir pasti sebentar lagi hujan bahkan bisa berujung badai. Benar saja, hujan langsung mengguyur tempat itu membuat rinjani dan sarah yang belum siap segera berlari mencari tempat berteduh.
Sambil berlari, rinjani melihat ada gua yang terdapat di kiri jalan. Jika dilihat-lihat, hanya gua tersebut yang bisa melindungi mereka agar tidak kehujanan. Khawatir akan terkena hypotermia, mereka harus bergerak cepat mencari tempat berlindung.
Saat rinjani ingin berbelok, tiba tiba sarah menghentikannya. “Jangan kesana!” Sarah ingat dengan peringatan yang dikatakan oleh pengurus desa sebelum menaiki gunung.
“Tapi nggak ada tempat lagi. Lagian hanya itu tempat yang bisa melindungi kita dari hujan.”
“tapi…”
“Jangan kebanyakan mikir. Keburu kita basah semua nanti,” Rinjani menunjukkan pakaiannya yang mulai basah akibat terkena air hujan.
Begitupun dengan sarah, ia langsung melihat kondisi tubuh mereka berdua yang mulai basah akibat terkena air hujan. Tapi, entah kenapa hatinya ragu karena larangan yang dikatakan oleh pengurus desa di bawah kaki gunung. lagipula perasaannya seketika tidak enak ketika melihat ke dalam gua tersebut. seperti ada aura yang menyeramkan yang dipancarkan tempat itu.
“Udah ayo!” Rinjani menarik tangan sahabatnya membuat sarah tak bisa menolaknya.
Dengan posisi rinjani berjalan lebih dahulu diikuti oleh sarah, akhirnya mereka sampai di mulut gua. Tak ada apapun disana, hanya keheningan yang terasa. Padahal biasanya di dalam gua ada saja kehidupan minimal dari para hewan nokturnal. Tapi gua ini berbeda, kesunyiannya jelas tidak sama dengan gua gua pada umumnya.
“KRUYUUUK...”
Sesaat setelah memasuki gua, rinjani mendengar suara seperti perut yang sedang keroncongan.
“Kamu lapar?” Rinjani yang tak merasa dirinya lapar langsung bertanya kepada sarah. Siapa lagi yang mau ditanyakan kalau bukan wanita disebelahnya.
“Apa maksudmu? Kita saja belum lama makan di puncak.”
“Tapi, barusan aku dengar suara seperti orang yang sedang kelaparan.” Kedua alis mereka berkerut. Sarah yang tidak mendengar apapun menjadi semakin takut dengan tempat itu.
“Aku nggak dengar apapun.” Entah kenapa suasanya di dalam gua jadi makin menyeramkan.
“KRUYUUUK...”
“Tuh kan, terdengar lagi.” Kini rinjani yakin, suara pertama yang ia dengar bukanlah halusinasi. Tapi kenapa hanya dirinya yang bisa mendengar sedangkan sarah yang sama-sama berada di dalam gua tidak dapat mendengarnya sama sekali.
“Rin, gimana kalau kita pergi aja dari sini. Tiba-tiba perasaanku kok nggak enak ya.” Sarah semakin gelisah jika berlama lama disana. Ia memegang bagian belakang lehernya. Gadis itu merasa seperti ada yang mengintai mereka dari dalam gua.
“Tapi, hujannya masih lebat loh.”
Walau sebenarnya ia juga merasa tidak enak jika harus berlama-lama di tempat tersebut. namun, melihat hujan masih sangat deras, apalagi disertai angin kencang yang membuat pohon-pohon disana bergoyang dengan kencang. Membuat rinjani ragu untuk menerobosnya.
“Bodo ah. Kita bisa numpang mandi di rumah warga kan. Lihat nanti deh, yang penting aku udah nggak mau disini lagi.” Melihat sarah yang semakin resah, rinjani pun akhirnya mengikuti keinginan sahabatnya untuk menerobos hujan yang masih turun dengan deras.
“Ya udah deh, yuk.”
Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk meninggalkan tempat tersebut. Tanpa mereka ketahui, ada sosok yang terus mengikuti kemanapun rinjani pergi. Siluman bernama ghanindra, makhluk yang mulai merasa kelaparan karena 10 tahun tidak memakan apapun.
Kesalahan terbesar yang pernah rinjani lakukan di dalam hidupnya. Karena ia baru saja membuka jalan kepada makhluk pemakan manusia untuk bisa kembali keluar dan memakan manusia untuk yang kesekian kalinya.
Atreya yang pergerakannya telah terhenti akibat genggaman erat dari Ghanindra, tiba-tiba menghilang. Sosoknya kembali berubah menjadi asap dan hilang bak dihembus angin.Tak lama kemudian, ia kembali terlihat sedang berdiri di hadapan Ghanindra. Tak terlalu jauh, sampai ekspresi santainya dapat terlihat dengan jelas. Ghanindra sempat dibuat kesal lantaran Atreya memperlihatkan senyumnya. Entah karena dapat melepaskan diri atau meremehkan dirinya.‘Ku lenyapkan kau!’ Batin Ghanindra sambil mengepalkan kedua tangannya.Ada istilah kesabaran itu setipis tisu sepertinya memang benar. Baru dipancing begitu saja, rasanya Ghanindra ingin mengamuk. Namun, ia kembali berpikir tentang dimana tempat mereka berada. Yang ada, seluruh tempat itu akan hancur berkeping-keping.Disaat Ghanindra masih sibuk dengan gejolak batinnya, asap yang tadinya menghilang, kini kembali muncul. Bahkan mulai mengelilingi dirinya. Dengan begitu, Ghanindra kembali berkonsentrasi untuk melawan Atreya.“Sekarang, apa ya
Sepeninggal Ghanindra, Maheswari masih mematung sendirian di tempat yang sama. Ia merasa harga dirinya sebagai pemimpin hutan telah tercoreng. “Entah kenapa, ancamanmu justru membuatku semakin ingin mengganggunya.” Wanita itu menyeringai. Iapun melihat sekeliling, “Akhirnya, batu pusaka itu akan jadi milikku. Dengan begitu, kamu akan berada dalam genggamanku.” Maheswari menatap kedua tangannya yang telah pulih seperti sedia kala. “Atreya.” Tak lama setelah Maheswari menyebut sebuah nama, dari belakangnya muncul sesosok pria seperti seorang pengawal kerajaan jaman dahulu. Postur tubuhnya gagah, kulit yang bersih dan tatapan mata yang tajam seolah dapat mengetahui apa yang ada disekitarnya. “Anda memanggil saya, ratu?” Pria itu menundukkan kepalanya. “Ada hal yang harus kamu lakukan.” Jawab sang ratu tanpa menoleh ke belakang. “Apapun itu, akan hamba laksanakan.” Setelah Atreya mendengar perintah dari pimpinannyaa, ia pun segera beranjak untuk menjalankan tugas. Sementara itu, G
Rinjani terus mengikuti langkah besar pria yang berjalan di depannya. Mau tidak mau, gadis itu harus mengikutinya karena tas miliknya masih bertengger di tangan Ghanindra. Walau dirinya sudah mempercepat langkahnya, tetap saja ia tak bisa menyamakannya dengan pria tersebut.“Kembalikan tasku! Mau sampai kapan kamu mau membawanya, heh?” Rinjani berharap, dengan suaranya yang diperkeras, dapat membuat Ghanindra menghentikan langkahnya.Namun, sepertinya Rinjani harus menelan kekecewaan, melihat Ghanindra tak mengindahkan kata-katanya sama sekali.Akhirnya, kesabarannya pun habis. “Aku bilang berhenti!” Rinjani berteriak. Tak peduli sekarang mereka berdua sedang berada di tempat umum sekalipun. Semua orang yang berada di tempat itupun langsung memusatkan pandangan mereka kepada gadis itu.Tentu saja, setelah itu mata Rinjani menyapu ke segala arah. Dan akhirnya, ia pun tersenyum canggung sambil menggaruk tengkuknya sendiri.Tak disangka, Ghanindra yang tadinya bersikap cuek kini sedang m
Di sebuah hutan yang berada sangat jauh dari pusat kota, Ghanindra berdiri sendirian. Hutan dengan suasana yang mencekam, karena sinar matahari yang tak bisa menembus padatnya pepohonan yang tumbuh disana. Membuat hutan itu selalu gelap, sehingga hampir tak bisa dibedakan kapan siang dan malamnya.Sambil mengepalkan kedua tangannya, mata merahnya terus menatap jauh dengan tatapan tajamnya.“Sial, bisa-bisanya aku kalah dari manusia lemah itu!”“AAARGH…” suara Ghanindra menggelegar, sehingga membuat burung-burung yang ada disana berterbangan.“Ck… Aku kira siapa yang berani masuk ke dalam wilayahku,” wanita yang memakai pakaian tradisional berjalan mendekat. “Aku senang, akhirnya kita bisa bertemu lagi.” Maheswari, makhluk penguasa hutan yang terkenal akan sosoknya yang cantik jelita.“Biar ku tebak, sepertinya rencanamu tidak berjalan lancar ya?”Ghanindra menoleh tanpa menjawab apa-apa.“Bukankah sebelumnya aku sudah menawarkan bantuan? Harusnya kamu terima saja. Tapi sayang, kamu ma
“Dimana Sarah sekarang?!” Sontak Rinjani berteriak sambil memandang Ghanindra dengan tatapan emosi.Ghanindra tersenyum. Ia berpikir, rencana untuk membuat Rinjani terpancing akan segera berhasil.“Kamu mau tahu?” Tatapan tajam Ghanindra langsung menusuk ke dalam retina nan indah milih Rinjani.“Jangan bertele-tele. Cepat katakan, dimana kamu sembunyikan Sarah!”“Baiklah. Tapi, ada syaratnya.” Makhluk itu menyeringai.“Kamu harus memohon kepadaku untuk mengembalikan temanmu sekarang juga.”“Kalau begitu, aku mo…” Rinjani segera menghentikan kata-katanya.‘sebentar. Bukannya itu berarti aku membuat permohonan? Setelah itu, makhluk itu akan…’ untung saja diwaktu yang tepat, Rinjani menyadari rencana yang dilakukan oleh Ghanindra.“Lanjutkan!” Ucap Ghanindra.“Ha… Hahaha” Rinjani tertawa terbahak-bahak. “Jadi itu tujuanmu heh? Membuatku memohon agar kamu bisa leluasa memangsaku? Jangan harap hal itu akan terjadi!” Lanjutnya.“Wah, aku akui ternyata kamu pintar juga. Bisa menyadari rencan
Dalam kegelapan, perlahan Sarah membuka matanya. Walau awalnya terasa sangat berat, namun ia tetap berusaha untuk menggerakkan serta tubuhnya. Karena belum sepenuhnya pulih, gadis itu pun tidak bisa memastikan dengan jelas dimana ia sekarang. Tapi yang jelas, suasana tempatnya membuka mata seperti sangat familiar.Dengan pandangan setengah kabur, Sarah memperhatikan sekeliling. Samar-samar ia seperti melihat ada beberapa tumpukan batu yang berjejer rapi dan ditancapkan setengahnya ke dalam tanah.Sarah mencoba bangun. Setelah berhasil duduk, gadis itu yakin jika saat ini ia sedang berada di atas rerumputan. Namun, setelah beberapa saat ia pun dibuat terkejut. Setelah penglihatannya benar-benar jelas, Sarah menyadari jika saat ini ia terbangun di tengah-tengah area pemakaman.“Aku kok bisa ada disini?” Panik setengah mati, Sarah membelalakkan matanya ke segala penjuru.Bayangkan saja, berada di tempat yang dikenal angker oleh sebagian besar masyarakat di tengah malam. Apa tidak disebut