Home / Romansa / Terjerat Cinta Sipir Penjara / Direnggut Kegadisannya

Share

Terjerat Cinta Sipir Penjara
Terjerat Cinta Sipir Penjara
Author: mitchan

Direnggut Kegadisannya

Author: mitchan
last update Last Updated: 2023-02-18 08:16:58

“Hei, buka pintunya!”

Dengan napas yang terengah-engah, Hazel berteriak di depan pintu pagar sebuah rumah yang letaknya ada di ujung gang pemukiman miskin itu. Sebab tak ada sambutan meski sudah lima menit berlalu, Hazel nekat untuk masuk tanpa izin si pemilik rumah itu. Ia berusaha mendobrak pintu pagar setinggi dadanya itu dengan menggoyang-goyangkannya beberapa kali.

Hazel ke rumah itu bukan tanpa alasan. Ia ke sana sebab ingin mencari ibunya. Pesan terakhir yang ia terima dari nomor ibunya terlihat aneh. Jadi wanita itu pergi ke satu-satunya tempat yang ia curigai. Ia yakin jika bos ibunya-lah yang menjadi dalang dari kejanggalan itu.

“Aku pulang larut malam, jadi jangan menungguku.” Begitulah pesan dari Ibu Hazel.

Tidak seperti biasanya, selama 22 tahun Hazel hidup, ibunya –Citra– tidak pernah menyebut dirinya sendiri sebagai ‘aku’ saat berbicara ataupun berkirim pesan. Lalu, satu hal lagi yang membuat Hazel makin yakin jika pesan itu tidak ditulis langsung oleh ibunya adalah... tidak ada kalimat yang menyuruhnya untuk mengunci pintu depan. Padahal ibunya itu selalu menulisnya di akhir pesan. Hazel sendiri paham maksud ibunya itu. Ibunya berpesan demikian sebab tingkat kriminalitas di pemukiman mereka cukup tinggi belakang ini.

“Ibu!” teriak Hazel sambil melihat-lihat ke arah jendela rumah milik Rendra –nama bos ibunya.

Alasan kenapa Hazel mencurigai Rendra karena ia menganggap Rendra adalah pria gila yang licik. Sejak ibunya bekerja di kedai milik Rendra, Hazel tidak pernah sedikit pun menghormati pria itu. Kebenciannya semakin bertambah ketika ia tidak sengaja mendengar percakapan ibunya dengan Rendra. Saat itu Rendra meminta izin kepada Citra untuk menjadikan Hazel istri keduanya. Bisa saja karena ditolak, pria itu menjadi semakin gila dan nekat dengan cara menculik ibunya agar Hazel mau menerima lamaran itu. Begitulah yang dipikirkan oleh Hazel.

Prang!

Tiba-tiba benda pecah terdengar dari dalam rumah itu. Hazel semakin panik. Ia tak mau membuang waktunya lagi, jadi ia memilih untuk memanjat pagar itu meskipun sedikit kesulitan. Hazel tidak peduli jika ia nantinya dikira maling karena berani menerobos masuk ke rumah itu tepat pukul sepuluh malam.

Setelah berhasil masuk ke pekarangan rumah itu, Hazel langsung berlari ke pintu depan utama. Ia menggedor-gedor pintu tersebut sambil berteriak memanggil ibunya.

“Ibu!” Hazel berteriak lebih dari tiga kali.

Hingga tiga menit berlalu, akhirnya si pemilik rumah datang membukakan pintu untuknya.

“Oh, Hazel.... Ada apa?” tanya Rendra dengan tampang sok polosnya.

Pria berumur 32 tahun itu berdiri di ambang pintu sambil menyilangkan kedua tangannya di dada. Ia menatap Hazel yang tingginya jauh lebih pendek darinya, lalu ia menyeringai samar.

“Jangan sok polos! Di mana ibuku?! Kau menculiknya, ‘kan?” tuduh Hazel dengan sengit.

“Oh, ibumu, ya. Memang benar dia ada di sini, tapi aku tidak menculiknya. Aku sengaja memintanya datang. Selama istriku tidak ada di sini, aku meminta dia untuk membuatkan makan malam. Apa dia belum bercerita kepadamu?” terang Rendra dengan tenang.

“Kau bisa memasak sendiri, Bodoh! Ibuku sudah cukup lelah bekerja di kedaimu, jadi tolong jangan memberinya pekerjaan lain!” sembur Hazel sambil mendorong tubuh Rendra ke belakang agar pria itu tidak lagi menghalangi jalannya untuk masuk ke rumah tersebut.

“Lurus saja terus! Ibumu ada di dapur,” kata Rendra dengan tenang.

Pria itu menyeringai sambil menepuk sebentar bahunya yang tadi sempat didorong oleh Hazel. Saat Hazel masuk ke rumahnya, ia mengekori wanita itu dengan santai sambil memasukkan kedua tangannya di saku celana.

“Ibu?” panggil Hazel saat ia tiba di ambang pintu yang menghubungkan antara ruang tengah dengan dapur.

Wanita berusia 22 tahun itu mematung di tempatnya. Pria itu berbohong. Kenyataannya Ibu Hazel tidak ada di dapur, bahkan tidak ada tanda-tanda jika tempat itu baru saja dipakai untuk memasak. Saat Hazel menyadari jika Rendra telah menipunya, ia segera berbalik.

“Pria busuk si— ough!”

Namun, belum sempat Hazel meninggalkan tempat berdirinya itu, tubuhnya lebih dulu menabrak Rendra.

“Brengsek, kau menipuku! H-hei!” Hazel berteriak saat kedua tangannya ditahan oleh Rendra secara tiba-tiba.

“L-Lepaskan, Sialan!” teriak Hazel seraya berusaha untuk membebaskan diri dari jeratan Rendra.

Tenaga Rendra jauh lebih kuat daripada Hazel, jadi wanita itu tidak bisa melepaskan diri.

“Lepaskan aku atau aku akan berteriak, dengan begitu orang lain akan datang lalu memukulimu!” ancam Hazel sambil menatap tajam ke arah Rendra tanpa rasa takut.

Rendra sama sekali tidak merasa terancam, ia malah menyeringai lebar. Lagipula rumahnya terletak paling ujung di gang itu, sedangkan kiri-kanannya hanya ada bangunan tak berpenghuni, apalagi depannya. Hanya ada lahan kosong yang belum laku dijual oleh pemiliknya. Jadi mustahil jika teriakan Hazel terdengar oleh penduduk yang tinggal di pemukiman kumuh itu.

“Coba saja,” ucap Rendra.

Belum sempat Hazel berteriak, Rendra lebih dulu menyentak tangan Hazel hingga tubuh mungil itu menempel padanya. Ketika Hazel mencoba untuk berteriak kembali, Rendra langsung menyumpali mulut Hazel dengan sapu tangan yang sejak tadi tersimpan di saku celananya.

Setelah mulut Hazel terkunci rapat, Rendra menyeret Hazel masuk ke kamar kosong yang ada di dekat dapur. Hanya kamar itu yang letaknya paling dekat dari jangkauannya.

Bruk!

Rendra mendorong tubuh Hazel hingga ia jatuh ke kasur empuk di kamar itu. Hazel menggunakan kesempatan itu untuk melepaskan kain yang menyumpali mulutnya. Sepertinya Rendra sengaja memberi obat di kain itu. Untung saja Hazel masih sempat menahan napas. Ia juga sedikit meludah sembarangan agar tidak mengirup atau mengecap rasa kain itu, jadi tubuhnya tidak terlalu lemas ataupun pusing berlebihan akibat efek samping obat yang menempel di kain itu. Pria beristri itu berdiri di hadapan Hazel yang sedang terbaring di kasurnya. Ia melepaskan satu per satu kancing kemeja dan ikat pinggangnya.

“Sudah lama sekali aku menantikan saat ini. Kurang apa aku, hah? Seharusnya kau bersyukur ada laki-laki yang mau menikahi wanita miskin seperti dirimu,” cecar Rendra.

Kemeja Rendra memang sudah terbuka semua kancingnya, tetapi pria itu sengaja tidak melepaskannya. Celananya juga, ia hanya menurunkan hingga sebatas lutut, termasuk celana dalamnya.

Melihat ancaman di depannya, Hazel berusaha bangun, lalu ia mundur ke belakang hingga punggungnya menyentuh sandaran kasur. Meskipun sudah menghindar, Rendra tidak menyerah. Pria itu menerjang ke atas kasur dan langsung menindih tubuh mungil Hazel.

“L-Lepaskan, Brengsek!” jerit Hazel sambil berusaha membebaskan diri dari kungkungan pria beristri itu.

PLAK!

Mendengar Hazel mengumpat ke arahnya, Rendra menampar pipi wanita itu dengan sangat keras.

“Diam dan nikmatilah! Setelah ini kau tidak akan bisa lepas dariku!” bentak Rendra sambil menjambak rambut panjang Hazel.

Sambil menahan sakit, Hazel mencoba untuk menyingkirkan tangan Rendra. Sayangnya tenaga Hazel kalah kuat dari Rendra. Pria itu berhasil menahan kedua tangan Hazel di atas kepalanya lalu mulai melancarkan aksinya.

“Hentikan...,” rintih Hazel disela tangisannya.

Wanita itu menangis keras ketika tangan bebas Rendra menyusuri setiap jengkal kulit mulusnya. Tubuh Hazel kaku dan lemas seketika saat mendapatkan perlakuan ini. Setiap kali Hazel bergerak gelisah di bawah tubuh Rendra, Rendra kembali menamparnya bahkan tega menggigit kulit Hazel.

Malam ini adalah malam paling buruk di hidup Hazel. Ia menjerit keras ketika Rendra berhasil merenggut kegadisannya. Saat Rendra mulai terlena bermain dengan tubuh Hazel, pegangan tangan pria itu terlepas. Akhirnya kedua tangan Hazel kembali bebas. Ia meraih apa saja yang dapat ia jangkau lalu memukulkannya ke arah kepala Rendra.

Prang! –sebuah lampu tidur berhasil dipukulkan ke arah pelipis kiri pria itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Cinta Sipir Penjara   Mengapa Begitu Peduli?

    Tidak seperti kebanyakan sipir yang bertugas di lapas itu, nada bicara Handika saat ia memberi perintah kepada Hazel tidak kasar. Meskipun demikian, jika didengar baik-baik, Handika berbicara dengan nada dinginnya. Sejujurnya itu lebih menyeramkan daripada bentakan, tetapi Hazel mengabaikannya. Apa yang bisa diharapkan dengan kehidupan di lapas? Ia bukan siapa-siapa dan hanyalah seorang tahanan, wajar saja jika sipir bersikap semena-mena dengannya. Perintah singkat itu langsung dituruti oleh Hazel meskipun dengan setengah hati ia melakukannya. Pikirnya daripada Hazel harus berdebat, lebih baik ia melaksanakan perintah itu. Hazel sadar diri dengan posisinya. Jika ia melawan perintah seorang sipir, mungkin ia bisa kena marah lagi seperti yang dilakukan Emma. Ya, meskipun sejauh ini Handika tidak pernah bersikap kasar kepadanya. Satu-satunya sipir yang bersikap baik kepada Hazel di lapas itu adalah Handika. Setelah memastikan Hazel sudah duduk, Handika segera bergegas mengambil jatah m

  • Terjerat Cinta Sipir Penjara   Hidup Serasa di Neraka

    “Berhenti membuatku muak dan mencari perhatian orang-orang di sini! Kau mencoba menarik simpati dengan bersikap lemah seperti ini, hah? Kau cuma perempuan kasar yang gila harta milik suami orang, jadi lebih baik kau pahami batasanmu,” cecar Emma. Emma melepaskan cengkeramannya dari pergelangan tangan Hazel. Hazel merasa lega karena Emma tidak lagi menahannya. Ia tidak lagi merasakan sakit akibat dari cengkeraman tangan Emma. Namun, ternyata Hazel salah. Emma kembali menyakiti Hazel dengan menjambak rambut panjangnya hingga kepala wanita itu sedikit terdongak. Sekarang Hazel bisa melihat langit-langit kantin di atasnya.“Ouch!” pekik Hazel kesakitan.Jambakan itu mengingatkan Hazel dengan kejadian buruk yang menimpanya. Ia teringat saat Rendra menarik rambut panjangnya dan ia didorong hingga wajahnya membentur cermin meja rias hingga pecah. Bahkan bekas lukanya masih belum terlalu kering karena ia tidak mendapatkan pengobatan yang layak. Saat Hazel ditahan, ia hanya mendapatkan perawa

  • Terjerat Cinta Sipir Penjara   Keputusan Handika

    “Jadi... pelaku pelecehan Hazel adalah kakakmu?" Dokter Lee tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, tetapi sebisa mungkin ia menjaga cara bicaranya agar tidak terlalu keras.Dokter relawan itu sempat mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ia memastikan jika tidak ada orang selain mereka di lorong itu.Handika mengangguk dengan lemah. Ada perasaan lega meskipun hanya sedikit setelah ia membagi rahasianya itu. Setidaknya ia tidak harus menanggung beban itu seorang diri. Namun, tidak bisa dipungkiri jika perasaan bersalah akan selalu singgah di hatinya.“Jadi ini alasannya kenapa kau terlihat begitu peduli dengannya? Handika, ini terlalu berbahaya," kata Dokter Lee.Dokter Lee menanggalkan panggilan ‘Pak’ untuk Handika sebab ia merasa pria itu telah membuka hubungan lebih jauh dari sekedar rekan kerja. Mungkin teman, karena teman selalu berbagi rahasia.“Orang-orang mulai membicarakanmu di kantor. Aku tahu itu karena aku tidak sengaja menguping pembicaraan mereka. Mungkin setelah ini

  • Terjerat Cinta Sipir Penjara   Kabar Kehamilan

    “Bagaimana liburanmu? Masih ingin berbuat onar lagi?" cibir Emma.Emma tersenyum puas saat melihat penampilan Hazel yang berantakan. Di sel tikus, seorang tahanan tidak bisa mandi karena hanya ada satu closet duduk saja. Tak ada cermin ataupun wastafel yang menjadi sumber sanitasi bagi tahanan. Wajar saja jika penampilan Hazel sangat kumal. “Jika kau berbuat onar lagi, maka hukuman bisa ditambah menjadi 14 hari. Paham tidak?" Emma langsung mendorong Hazel dan menyuruh wanita itu untuk keluar dari sel tikus.Berbeda dengan Emma yang terlihat puas dengan kondisi Hazel, Handika justru menatap iba ke arah wanita itu. Berada di dalam ruangan sempit dengan banyak lampu yang amat terang membuat sepasang mata Hazel mengering. Rambut panjangnya kusut dan sedikit basah karena keringat, serta bibir dan kulitnya sangat kering —tampak sedikit pecah-pecah. Tubuh Hazel juga semakin kurus karena setiap Handika memberinya jatah makan, wanita itu tidak pernah menghabiskannya. Hanya beberapa sendok saja

  • Terjerat Cinta Sipir Penjara   “Menemanimu”

    Seperti yang tertulis di peraturan, sel tikus memang diperuntukkan bagi para tahanan yang membuat pelanggaran. Jadi, sel tersebut memang didesain khusus untuk memberi efek jera, salah satunya adalah membiarkan sel tersebut dalam kondisi sangat terang selama 24 jam. Tidak ada celah apapun. Ruangan itu benar-benar tertutup rapat. Untuk sirkulasi udaranya, ruangan itu hanya mengandalkan satu blower kecil di langit-langit atap. Sedangkan lampunya ada banyak dan semua menyala dengan terang dengan tombol yang ada di luar agar para tahanan yang sedang dihukum tidak bisa mematikannya.“Hazel...,” panggil Handika karena tidak ada balasan dari wanita itu.Semua kepedulian Handika itu adalah bentuk belas kasihannya. Ia tidak tega ketika melihat seseorang harus menanggung konsekuensi atas ulah yang tidak pernah dilakukannya.“Jawab aku,” pinta Handika.Hazel bisa mendengar suara Handika dengan jelas meskipun pria itu sedang berbicara dengan pelan dan sedikit lembut. Itu karena posisi Hazel masih

  • Terjerat Cinta Sipir Penjara   Sel Tikus

    “Kau bisa membawanya setelah dia diobati. Kau bisa lihat sendiri, ‘kan? Kondisinya begitu berantakan,” jelas Handika. Handika menatap iba ke arah Hazel. Wanita itu menundukkan kepalanya dalam-dalam. Karena ia menunduk, tetesan darah segar dari hidung lebih mudah jatuh membasahi pakaiannya. Handika bermaksud memutar otak untuk mencari alasan lain agar Emma tidak jadi membawa Hazel ke sel tikus. “Loe makin hari makin enggak masuk akal, Han. Aturannya kita baru bisa mengobati tahanan setelah mereka menjalani masa hukuman di sel tikus. Di lapas pria juga begitu, ‘kan? Jangan pura-pura lupa!” Saat sudah kesal seperti ini Emma tidak lagi berbicara dengan bahasa formal seperti kesehariannya di tempat kerja. “Sudah, mending loe diem aja, Han! Loe cuma pendatang di sini!” Emma sedikit menyentak tangan Hazel sebelum ia melanjutkan langkah kakinya. Ia mengabaikan Handika meskipun pria itu berulang kali memangil namanya. “Emma!” Handika tak menyerah. Sekali lagi ia memanggil Emma dengan sua

  • Terjerat Cinta Sipir Penjara   Awal Konflik di Lapas

    “Sekarang kelihatan, 'kan, loe itu emang brutal kayak setan!" amuk Farah saat melihat temannya ditonjok oleh Hazel. Saat Farah sedang memisahkan Hazel dan Dita, Lela berlari ke arah pintu dan langsung mengulurkan tangan kanannya di sela-sela pintu besi sel tersebut. Wanita itu mulai berteriak meminta bantuan. “Ibu Polisi! Tolong! Tahanan nomor 1308 menggila!” teriak Lela. “Cepat, teman saya bisa mati kayak pengusaha tajir itu!" teriaknya lagi. Saat Lela sedang sibuk mencari bantuan dengan cara berteriak di sela pintu sel, Farah berniat membalas perbuatan Hazel. Dengan sekuat tenaga, Farah menjambak rambut Hazel dan membenturkan kepalanya ke tembok sel dengan keras. “Ugh!" Seketika telinga Hazel berdengung sesaat setelah kepalanya membentur tembok. Pusing! Itulah yang ia rasakan saat ini. Farah tidak main-main saat membenturkan kepala Hazel. Ia seolah tidak takut dengan segala kemungkinan yang akan terjadi kepada Hazel. Kalau mati? Ia tidak peduli dan mengabaikan itu. “Loe gila!

  • Terjerat Cinta Sipir Penjara   Ledakan Amarah

    Mendengar pernyataan itu, tubuh Hazel seketika menegang. Sejenak ia melirik ke kiri dan ke kanan untuk memastikan siapa saja yang mendengar pernyataan itu. Konyol! Setelah pengacara itu, sekarang hadirlah sosok Handika yang berusaha meyakinkannya untuk tetap berjuang. Pikiran Hazel berkecamuk. Jika boleh jujur, ia merasa senang sekaligus sedih. Senang rasanya ketika ada orang lain yang masih berusaha untuk mengembalikan kepercayaannya. Akan tetapi, perasaan sedih masih betah singgah di hatinya. Ia sedih karena semakin ia mencoba untuk percaya, maka memori kelam itu kembali terlintas di otaknya. “Lupakan soal obrolan tadi. Sekarang anda harus membawa saya kembali ke sel segera.”Bukannya menanggapi pernyataan Handika beberapa menit yang lalu, Hazel malah mengalihkan pembicaraan. Ia bahkan mengubah gaya bicaranya kembali formal seperti sebelumnya.Tangan Handika masih mengepal. Saat ini ia benar-benar membutuhkan pelampiasan. Namun, ia berusaha menahan diri untuk tidak memukul apapun

  • Terjerat Cinta Sipir Penjara   Teman?

    “Aku memang bodoh.”Kalimat sederhana itu mampu membuat Handika tersadar dari lamunannya. Ia sedikit terperanjat, tetapi detik berikutnya ia bisa menguasai diri.“Eh... apa...?” tanya Handika.Satu kata yang terucap dari mulut Handika tadi mampu memicu traumanya. Sebelumnya Hazel tidak sadar jika ia telah meluapkan emosinya di hadapan Handika. Kata 'tertipu' membuat Hazel teringat dengan alasannya mendekam di lapas itu. Karena tertipu ide busuk Rendra, ia berakhir di sel tahanan yang dingin itu.“Seharusnya, anda tidak melakukan ini,” kata Hazel.Meskipun tidak mengatakannya secara gamblang, Handika tahu jika yang dimaksud wanita itu adalah sikapnya saat ini. Sepasang mata indah Hazel menatap lekat ke arah tangannya yang masih digenggam oleh Handika. Sikap wanita itu menyiratkan satu pesan yang seolah mengatakan jika ia tidak suka saat Handika menyentuhnya.“A... ya. Ini salah. Maaf,” balas Handika.Dengan berat hati Handika melepaskan genggamannya itu.”Segera obati lukamu, setelah i

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status