Share

Terjerat Cinta Sipir Penjara
Terjerat Cinta Sipir Penjara
Author: mitchan

Direnggut Kegadisannya

“Hei, buka pintunya!”

Dengan napas yang terengah-engah, Hazel berteriak di depan pintu pagar sebuah rumah yang letaknya ada di ujung gang pemukiman miskin itu. Sebab tak ada sambutan meski sudah lima menit berlalu, Hazel nekat untuk masuk tanpa izin si pemilik rumah itu. Ia berusaha mendobrak pintu pagar setinggi dadanya itu dengan menggoyang-goyangkannya beberapa kali.

Hazel ke rumah itu bukan tanpa alasan. Ia ke sana sebab ingin mencari ibunya. Pesan terakhir yang ia terima dari nomor ibunya terlihat aneh. Jadi wanita itu pergi ke satu-satunya tempat yang ia curigai. Ia yakin jika bos ibunya-lah yang menjadi dalang dari kejanggalan itu.

“Aku pulang larut malam, jadi jangan menungguku.” Begitulah pesan dari Ibu Hazel.

Tidak seperti biasanya, selama 22 tahun Hazel hidup, ibunya –Citra– tidak pernah menyebut dirinya sendiri sebagai ‘aku’ saat berbicara ataupun berkirim pesan. Lalu, satu hal lagi yang membuat Hazel makin yakin jika pesan itu tidak ditulis langsung oleh ibunya adalah... tidak ada kalimat yang menyuruhnya untuk mengunci pintu depan. Padahal ibunya itu selalu menulisnya di akhir pesan. Hazel sendiri paham maksud ibunya itu. Ibunya berpesan demikian sebab tingkat kriminalitas di pemukiman mereka cukup tinggi belakang ini.

“Ibu!” teriak Hazel sambil melihat-lihat ke arah jendela rumah milik Rendra –nama bos ibunya.

Alasan kenapa Hazel mencurigai Rendra karena ia menganggap Rendra adalah pria gila yang licik. Sejak ibunya bekerja di kedai milik Rendra, Hazel tidak pernah sedikit pun menghormati pria itu. Kebenciannya semakin bertambah ketika ia tidak sengaja mendengar percakapan ibunya dengan Rendra. Saat itu Rendra meminta izin kepada Citra untuk menjadikan Hazel istri keduanya. Bisa saja karena ditolak, pria itu menjadi semakin gila dan nekat dengan cara menculik ibunya agar Hazel mau menerima lamaran itu. Begitulah yang dipikirkan oleh Hazel.

Prang!

Tiba-tiba benda pecah terdengar dari dalam rumah itu. Hazel semakin panik. Ia tak mau membuang waktunya lagi, jadi ia memilih untuk memanjat pagar itu meskipun sedikit kesulitan. Hazel tidak peduli jika ia nantinya dikira maling karena berani menerobos masuk ke rumah itu tepat pukul sepuluh malam.

Setelah berhasil masuk ke pekarangan rumah itu, Hazel langsung berlari ke pintu depan utama. Ia menggedor-gedor pintu tersebut sambil berteriak memanggil ibunya.

“Ibu!” Hazel berteriak lebih dari tiga kali.

Hingga tiga menit berlalu, akhirnya si pemilik rumah datang membukakan pintu untuknya.

“Oh, Hazel.... Ada apa?” tanya Rendra dengan tampang sok polosnya.

Pria berumur 32 tahun itu berdiri di ambang pintu sambil menyilangkan kedua tangannya di dada. Ia menatap Hazel yang tingginya jauh lebih pendek darinya, lalu ia menyeringai samar.

“Jangan sok polos! Di mana ibuku?! Kau menculiknya, ‘kan?” tuduh Hazel dengan sengit.

“Oh, ibumu, ya. Memang benar dia ada di sini, tapi aku tidak menculiknya. Aku sengaja memintanya datang. Selama istriku tidak ada di sini, aku meminta dia untuk membuatkan makan malam. Apa dia belum bercerita kepadamu?” terang Rendra dengan tenang.

“Kau bisa memasak sendiri, Bodoh! Ibuku sudah cukup lelah bekerja di kedaimu, jadi tolong jangan memberinya pekerjaan lain!” sembur Hazel sambil mendorong tubuh Rendra ke belakang agar pria itu tidak lagi menghalangi jalannya untuk masuk ke rumah tersebut.

“Lurus saja terus! Ibumu ada di dapur,” kata Rendra dengan tenang.

Pria itu menyeringai sambil menepuk sebentar bahunya yang tadi sempat didorong oleh Hazel. Saat Hazel masuk ke rumahnya, ia mengekori wanita itu dengan santai sambil memasukkan kedua tangannya di saku celana.

“Ibu?” panggil Hazel saat ia tiba di ambang pintu yang menghubungkan antara ruang tengah dengan dapur.

Wanita berusia 22 tahun itu mematung di tempatnya. Pria itu berbohong. Kenyataannya Ibu Hazel tidak ada di dapur, bahkan tidak ada tanda-tanda jika tempat itu baru saja dipakai untuk memasak. Saat Hazel menyadari jika Rendra telah menipunya, ia segera berbalik.

“Pria busuk si— ough!”

Namun, belum sempat Hazel meninggalkan tempat berdirinya itu, tubuhnya lebih dulu menabrak Rendra.

“Brengsek, kau menipuku! H-hei!” Hazel berteriak saat kedua tangannya ditahan oleh Rendra secara tiba-tiba.

“L-Lepaskan, Sialan!” teriak Hazel seraya berusaha untuk membebaskan diri dari jeratan Rendra.

Tenaga Rendra jauh lebih kuat daripada Hazel, jadi wanita itu tidak bisa melepaskan diri.

“Lepaskan aku atau aku akan berteriak, dengan begitu orang lain akan datang lalu memukulimu!” ancam Hazel sambil menatap tajam ke arah Rendra tanpa rasa takut.

Rendra sama sekali tidak merasa terancam, ia malah menyeringai lebar. Lagipula rumahnya terletak paling ujung di gang itu, sedangkan kiri-kanannya hanya ada bangunan tak berpenghuni, apalagi depannya. Hanya ada lahan kosong yang belum laku dijual oleh pemiliknya. Jadi mustahil jika teriakan Hazel terdengar oleh penduduk yang tinggal di pemukiman kumuh itu.

“Coba saja,” ucap Rendra.

Belum sempat Hazel berteriak, Rendra lebih dulu menyentak tangan Hazel hingga tubuh mungil itu menempel padanya. Ketika Hazel mencoba untuk berteriak kembali, Rendra langsung menyumpali mulut Hazel dengan sapu tangan yang sejak tadi tersimpan di saku celananya.

Setelah mulut Hazel terkunci rapat, Rendra menyeret Hazel masuk ke kamar kosong yang ada di dekat dapur. Hanya kamar itu yang letaknya paling dekat dari jangkauannya.

Bruk!

Rendra mendorong tubuh Hazel hingga ia jatuh ke kasur empuk di kamar itu. Hazel menggunakan kesempatan itu untuk melepaskan kain yang menyumpali mulutnya. Sepertinya Rendra sengaja memberi obat di kain itu. Untung saja Hazel masih sempat menahan napas. Ia juga sedikit meludah sembarangan agar tidak mengirup atau mengecap rasa kain itu, jadi tubuhnya tidak terlalu lemas ataupun pusing berlebihan akibat efek samping obat yang menempel di kain itu. Pria beristri itu berdiri di hadapan Hazel yang sedang terbaring di kasurnya. Ia melepaskan satu per satu kancing kemeja dan ikat pinggangnya.

“Sudah lama sekali aku menantikan saat ini. Kurang apa aku, hah? Seharusnya kau bersyukur ada laki-laki yang mau menikahi wanita miskin seperti dirimu,” cecar Rendra.

Kemeja Rendra memang sudah terbuka semua kancingnya, tetapi pria itu sengaja tidak melepaskannya. Celananya juga, ia hanya menurunkan hingga sebatas lutut, termasuk celana dalamnya.

Melihat ancaman di depannya, Hazel berusaha bangun, lalu ia mundur ke belakang hingga punggungnya menyentuh sandaran kasur. Meskipun sudah menghindar, Rendra tidak menyerah. Pria itu menerjang ke atas kasur dan langsung menindih tubuh mungil Hazel.

“L-Lepaskan, Brengsek!” jerit Hazel sambil berusaha membebaskan diri dari kungkungan pria beristri itu.

PLAK!

Mendengar Hazel mengumpat ke arahnya, Rendra menampar pipi wanita itu dengan sangat keras.

“Diam dan nikmatilah! Setelah ini kau tidak akan bisa lepas dariku!” bentak Rendra sambil menjambak rambut panjang Hazel.

Sambil menahan sakit, Hazel mencoba untuk menyingkirkan tangan Rendra. Sayangnya tenaga Hazel kalah kuat dari Rendra. Pria itu berhasil menahan kedua tangan Hazel di atas kepalanya lalu mulai melancarkan aksinya.

“Hentikan...,” rintih Hazel disela tangisannya.

Wanita itu menangis keras ketika tangan bebas Rendra menyusuri setiap jengkal kulit mulusnya. Tubuh Hazel kaku dan lemas seketika saat mendapatkan perlakuan ini. Setiap kali Hazel bergerak gelisah di bawah tubuh Rendra, Rendra kembali menamparnya bahkan tega menggigit kulit Hazel.

Malam ini adalah malam paling buruk di hidup Hazel. Ia menjerit keras ketika Rendra berhasil merenggut kegadisannya. Saat Rendra mulai terlena bermain dengan tubuh Hazel, pegangan tangan pria itu terlepas. Akhirnya kedua tangan Hazel kembali bebas. Ia meraih apa saja yang dapat ia jangkau lalu memukulkannya ke arah kepala Rendra.

Prang! –sebuah lampu tidur berhasil dipukulkan ke arah pelipis kiri pria itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status