Share

11. Impian Yang Berkeping

Andry mengemudikan mobil dengan ugal-ugalan. Beberapa kali Saskia menahan napas saat mobil yang mereka kendarai hampir menyerempet kendaraan lain. Riuh klakson mobil yang hampir diserempet Andry memekakkan telinga. Beberapa pengendara motor mengacungkan kepalan tangan ke arah mobil yang dikemudikan Andry.

"Kenapa kamu mengemudi secepat ini? Bagaimana kalau kita celaka?" Saskia memberanikan diri bertanya pada lelaki yang sedang marah itu.

"Lebih baik kita mati berdua daripada tidak bisa bersama!" tukas Andry garang.

"Astaghfirullah Andry, hilangkan pikiran gila itu! Kamu tak ingin melihatku lebih lama? Kamu ingin kita segera berpisah lagi?!" seru Saskia dengan rasa takut yang menjalari tubuhnya. Jika Andry nekat dan menabrakkan mobil, Ibunya pasti akan sedih sekali kehilangan putri satu-satunya semuda ini.

Andry menoleh. Wajahnya melunak dan dia mengurangi kecepatan. Diam-diam Saskia menghembuskan napas lega.

"Kita ke Cafe biasanya, ya," pinta Andry, suaranya yang lembut justru membuat dada Saskia terasa sesak. Saskia mengangguk, diulasnya sebuah senyum yang menggetarkan jiwa pria di sebelahnya.

Keduanya duduk berhadapan di Cafe favorit waktu mereka pacaran dulu. Seorang pelayan menghampiri mereka. Saskia belum pernah melihatnya, mungkin dia karyawan baru.

"Frappio untukku dan kopi matcha untuk gadisku." Andry mengucapkan kalimat yang sama persis seperti yang diucapkannya empat tahun yang lalu.

Saskia terharu. Air mata kembali merebak di kedua sudut matanya. Kenangan indah bersama Andry menyeruak di pikirannya, membuat Saskia merasa pusing.

"Makanannya french fries dan cheese burger dobel. Satu cheese cake untuk dessert."

'Ya Tuhan, Andry masih mengingat semuanya!' jerit Saskia dalam hati. Wanita itu menunduk untuk menyembunyikan bulir beningnya. Rasa bersalah menguasainya.

Andaikan ... dia tidak menikah dengan Alvaro, pertemuan ini akan menjadi pertemuan terindah bagi keduanya. Andry akan menjadi yang pertama dan yang terakhir baginya. Tak ada lagi yang diinginkannya selain menjalani hidup bersama cinta pertamanya itu.

Setelah pelayan pergi, Andry menatap Saskia lekat namun tak berkata apa-apa. Yang ditatap menjadi salah tingkah, persis seperti empat tahun yang lalu saat usianya masih 17 tahun.

Pipi putih mulus yang merona merah, bibir ranum yang berwarna pink alami, semua itu adalah candu bagi Andry empat tahun yang lalu. Kini, semua milik lelaki lain. Andry menghembuskan napas kasar.

"Kemana kamu empat tahun ini?" Saskia memecah keheningan.

"Aku yakin kamu sudah dengar berita tentang ledakan yang menyebabkan kebakaran di rig tempat aku bekerja." Andry mulai bercerita.

Saskia mengiyakan.

"Aku dan yang lain melompat ke laut untuk menyelamatkan diri. Aku menemukan sebuah daun pintu besar lalu naik ke atasnya. Aku terombang ambing di laut selama dua hari. Panas matahari sangat menyengat, sedangkan tubuhku menggigil kedinginan. Mataku terbakar karena pantulan cahaya matahari yang sangat silau, membuatku mulai kehilangan kesadaran. Aku dehidrasi dan berhalusinasi. Aku menjadi lupa kenapa aku ada disana dan aku hampir menyerah ketika sebuah kapal lewat dan mereka mengirimkan sekoci untuk menjemputku."

Andry berhenti sejenak ketika pelayan datang mengantarkan pesanan mereka.

"Kapal itu berbendera Malaysia. Aku tak ingat apapun tentangku. Aku tak ingat apa penyebab aku berada di lautan. Mereka membawaku pulang ke Malaysia. Seorang awak kapal bernama Roni menampungku. Roni ini pekerjaannya berpindah-pindah dari satu kapal ke kapal lain. Dia sangat baik, memperlakukanku seperti adiknya karena diapun sudah sebatang kara. Dia hanya punya seorang Paman di Indonesia. Aku mengikuti Roni bekerja kemanapun agar aku bisa mandiri dan tidak merepotkannya lagi. Dengan koneksi Roni, aku bisa menjadi awak kapal di kapal-kapal penangkap ikan dan setahun lebih aku menjadi anak buah di kapal penangkap kepiting Alaska. "

"Selama ini kamu tinggal di Malaysia? Kamu menderita amnesia?" tanya Saskia beruntun.

"Iya, aku tinggal bersama Roni di Malaysia. Aku tak ingat apapun tentang kehidupanku sebelum aku ditemukan oleh mereka. Mereka bahkan memberiku nama baru, Rue yang artinya tidak beruntung. Ternyata aku memang tidak seberuntung itu. Kekasihku menikah dengan orang lain." Andry tertawa getir lalu meminum frappionya.

"Lalu sejak kapan kamu bisa mengingat?" Saskia berpura-pura mengabaikan kalimat terakhir Andry, walaupun kalimat itu serasa menusuk jantungnya.

" Sekitar tiga bulan yang lalu. Aku sedang bekerja seperti biasanya dan beberapa temanku menarik jaring yang berisi ratusan kepiting raja Alaska. Kamu tahu ukuran kepiting raja Alaska? Mereka besar, cangkangnya sekitar 30 cm dan ada ratusan ekor di dalam jaring itu. Jaring tak sengaja terlepas dari tangan temanku lalu berayun dan membentur kepalaku yang sedang menunduk memperbaiki sesuatu. Aku sempoyongan, kepalaku sakit. Syukurlah, aku tidak terlempar ke laut yang super dingin karena benturan itu. Jika sampai aku terlempar, kemungkinan besar aku akan langsung hipotermia dan mati. Roni segera mendatangiku lalu membawaku masuk ke kabin. Kami mempunyai perawat di kapal. Dia memberiku obat pereda nyeri dan obat tidur, lalu aku tertidur lama. Saat itulah, untuk pertama kalinya aku memimpikanmu."

Andry bercerita dengan perlahan. Saskia bisa mendengar jelas kegetiran dalam setiap ucapannya. Wajah Andry terlihat mengernyit menahan pahitnya kenyataan yang harus ditelannya.

"Aku bermimpi berada di sebuah taman bunga beraneka warna. Semuanya bermekaran dengan indah, lalu aku melihat bunga terindah. Aku melihatmu, Sasi. Aku melihatmu dalam pakaian serba putih dengan mahkota kecil yang berkilauan di rambutmu. Kamu sangat cantik, tanganmu menggenggam seikat bunga Lily seperti yang kuberikan kepadamu tadi."

Andry berhenti untuk mendegut ludah. Dia akan sampai pada bagian paling pahit dari kisahnya.

"Kamu tersenyum kepadaku, membuatku merasa terhipnotis lalu aku menghampirimu. Kamu berbalik dan menghilang di balik pepohonan. Aku mengejarmu dan berteriak memanggilmu. Aku terbangun dengan keringat dingin di dahiku. Saat itulah aku mengingatmu, disusul dengan ingatanku pada hal lain. Wajahmu dan wajah ibuku paling sering muncul, membuatku yakin kalau kalianlah dua wanita terpenting dalam hidupku. Akupun menjadi sering sakit kepala. Perawat bilang sebaiknya aku melakukan MRI untuk mengetahui jika ada yang luka di kepalaku. Namun, aku belum sempat melakukannya. Setelah tiba di bandara, aku membersihkan diri di hotel lalu ke rumahmu. Aku sangat merindukanmu. Aku hampir mati menahan diri selama tiga bulan untuk tidak melompat dari kapal dan kabur dari pekerjaanku. Ah, andaikan aku melakukannya, semua ini tak akan terjadi, 'kan? Aku bodoh karena tidak menuruti instingku."

Andry mengurai rambutnya ke belakang dengan tangannya. Tangannya berhenti dan mengacak rambutnya sendiri dengan frustasi.

Saskia kembali menunduk, tak kuasa menatap wajah tampan yang sendu di hadapannya. Dia sudah bisa menebak cerita selanjutnya.

"Aku bertemu Ibu. Ibu sangat kaget saat melihatku. Yah, akupun akan kaget jika seseorang yang dikabarkan meninggal, muncul di hadapanku empat tahun kemudian. Seperti melihat hantu, bukan?"

Andry tertawa pedih, matanya memerah. Dia mengerjapkan mata beberapa kali, lalu berkata dengan serak dan terbata,

"Maaf ... aku terlambat, Sayang. Semua ini ... kesalahanku."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Heru Wijaya
sakit bacanya, semua tersakiti
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status