Share

6. Wanita Yang Ternoda

Alvaro menghentikan gerakannya. Lelaki itu menghela napas beberapa kali dengan mata terpejam.

Saskia menatap wajah tampan suaminya. Saskia tahu, Alvaro kecewa karena dia bukanlah yang pertama menyentuh Saskia. Empat tahun yang lalu, Andry telah melakukannya.

Pikiran Saskia melayang, teringat pada malam dia menyerahkan diri seutuhnya pada Andry atas nama cinta dan sebuah janji pernikahan.

Mata Saskia mengerjap, sudut matanya basah. Tangannya yang semula memegang lengan Alvaro perlahan luruh. Saskia merasa kotor dan tidak pantas menyentuh sosok tampan itu.

Alvaro yang merasakan gerakan Saskia menjadi tersadar dari pikirannya sendiri. Alvaro membuka mata lalu memaksakan satu senyum kecil. Walaupun dia berusaha tak menampakkan emosi, namun Saskia bisa melihat jelas kekecewaan membayang di mata Alvaro.

Alvaro menuntaskan hasratnya di luar. Setelah selesai, dia bangkit dan berkata,

"Mulai besok kamu harus minum pil agar tidak hamil."

Saskia mengangguk pasrah. Mungkin Alvaro tidak ingin memberikan benihnya pada wanita yang sudah ternoda.

Alvaro masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri, meninggalkan Saskia yang menangis dalam diam. Saskia menarik selimut sampai ke leher, menutupi tubuh polosnya.

Siapa yang menyangka kalau Andry akan pergi secepat itu? Jika saja Andry tidak pergi, maka malam ini tidak akan ada yang kecewa, bukan?

Ingatan Saskia melayang pada empat tahun yang lalu ...

Mulai dari pertemuan pertama keduanya di acara pernikahan rekan kantor Andry dan Hendra, hingga malam terakhir sebelum Andry berangkat ke rig lepas pantai yang kemudian terbakar.

Saskia ingat dengan jelas apa yang mereka lakukan malam itu, seolah-olah baru terjadi kemarin. Keduanya pergi ke bukit dan duduk di kap mobil Andry untuk melihat bintang-bintang.

"Kakak harus tepati janji, ini terakhir kali Kakak di perusahaan itu!" Saskia merajuk, menuntut Andry untuk segera meninggalkan pekerjaannya yang berbahaya.

Saskia tidak senang dengan pekerjaan Andry yang mengharuskannya berada di site selama dua bulan sebelum mendapat libur dua minggu. Sinyal di site itu buruk hingga membuat komunikasi di antara mereka menjadi sulit. Saskia ingin Andry bekerja di bagian administrasi saja, seperti Hendra yang jam kerjanya 8-4 dan libur saat weekend.

"Iya Kakak janji. Setelah ini Kakak akan resign lalu kita menikah," sahut Andry tegas. "Kita sudah merencanakan semuanya, 'kan? Kita akan berbisnis, berjuang bersama dan sukses bersama. Kita akan menua bersama. Denganmu, Kakak akan hadapi semuanya."

Sebuah rencana dan gambaran masa depan yang sangat indah. Namun jika takdir Tuhan berkata lain, manusia bisa apa selain menjalaninya?

Saskia tersenyum bahagia. Keduanya berciuman. Ciuman yang tadinya lembut, lama kelamaan semakin liar dan menuntut.

Napas mereka memburu. Andry menggendong Saskia masuk ke dalam mobil dan melanjutkan percumbuan panas mereka, hingga akhirnya Saskia merelakan apa yang dijaganya selama ini.

Ceklek.

Pintu kamar mandi terbuka, tampak bayangan Alvaro keluar dari pintu itu. Saskia segera memejamkan mata, berpura-pura tidur.

Saskia mendengar Alvaro menarik kursi di depan meja yang ada di kamar lalu membuka laptop. Perlahan Saskia membuka matanya sedikit untuk mengintip. Saskia melihat wajah Alvaro yang tenang dan dingin seperti biasanya. Lelaki itu duduk diam, matanya menatap layar laptop tanpa melakukan apapun. Sepertinya dia larut dalam pikirannya sendiri. Beberapa kali dadanya bergerak turun naik

Saskia kembali memejamkan mata. Dadanya sesak.

'Apa yang harus kulakukan?' pikir Saskia gelisah. Kegelisahan itu dibawanya tidur dengan bulir bening menggantung di kedua sudut matanya.

Keesokan harinya saat Saskia terbangun, Alvaro sudah tidak terlihat. Saskia melirik jam, baru jam setengah enam pagi. Kemana Alvaro sepagi ini?

Saskia mandi lalu melaksanakan sholat Subuh. Tubuhnya terasa lemas dan sakit. Setelah itu dia turun ke dapur di lantai satu, hendak menyiapkan sarapan dibantu oleh pelayan.

"Apa Bude melihat Tuan?" tanya Saskia.

"Tuan sudah berangkat bekerja, Nyonya. Kata Bang Mulya, Tuan bawa mobil sendiri dan menyuruh Bang Mulya libur hari ini. Tuan bilang ada proyek yang harus ditinjau," jawab Bude Darsi yang membantu Saskia menyiapkan sarapan.

Bang Mulya adalah supir pribadi Alvaro.

"Oohh." Saskia bergumam.

"Nyonya, nanti Bude ijin pergi ke kajian jam sepuluh pagi, ya?" Bude Darsi meminta ijin untuk pergi ke kajian yang diadakan rutin di masjid yang tak jauh dari rumah Alvaro.

"Boleh, Bude," sahut Saskia.

"Tuan Orlando sudah bangun, Nyonya," bisik Bude Darsi sambil melihat ke jendela kecil yang menghubungkan dapur dengan ruang makan sehingga bisa terlihat siapa yang ada di kedua ruangan itu.

Terlihat Orlando memasuki ruang makan. Saskia segera keluar dari dapur lalu mencium punggung tangan Orlando. Orlando menatap mata bengkak dan rambut panjang Saskia yang basah.

Saskia hanya mengenakan pengering rambut jika hendak bepergian, karena tidak baik jika terlalu sering digunakan. Pengering rambut menyebabkan rambut kering dan mudah patah.

"Mana Al?" Orlando menanyakan cucunya.

"Sudah berangkat, Kek. Katanya ada proyek yang harus ditinjau," jawab Saskia sambil mendorong kursi roda Orlando ke ujung meja.

Pelayan mengantarkan bubur untuk Orlando ke meja makan. Orlando setiap hari hanya makan bubur karena lambungnya sudah tidak mampu mencerna makanan yang keras. Untuk menambah nutrisi, Orlando minum jus buah dan susu lansia.

Satu hal yang paling disyukuri Orlando adalah dia tidak menderita demensia di usianya yang 77 tahun. Ada beberapa hal yang mudah dilupakannya namun tidak berlebihan. Secara keseluruhan, daya ingat Orlando baik.

"Hmm." Orlando mengerutkan kening. "Bude Darsi, tolong panggilkan Pakde Gito."

"Baik, Tuan," sahut Bude Darsi lalu keluar ruangan.

Tak berapa lama Pakde Gito memasuki ruang makan dengan tergopoh-gopoh.

"Selamat pagi, Tuan." Pakde Gito membungkuk hormat.

"Gito, telepon Al. Aku ingin tahu dia sedang meninjau proyek apa."

Pakde Gito mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi nomor Alvaro. Dinyalakannya pengeras suara sehingga semua bisa mendengar percakapan telepon itu.

*****

Alvaro mengemudikan mobil sportnya dengan mengebut. Sebenarnya Alvaro berbohong. Tidak ada proyek yang perlu ditinjaunya sepagi itu. Alvaro hanya ingin menyendiri. Dadanya dipenuhi kekecewaan.

Ingatan malam pertamanya menari-nari di benaknya. Alvaro merasa dibohongi, namun dia juga tidak bisa menyalahkan Saskia. Bukankah di dalam kontrak pernikahan tidak ada syarat Saskia harus perawan?

Namun Alvaro tidak menyangka kalau gadis sekalem Saskia seperti itu. Alvaro tahu, Saskia pernah berpacaran dengan seseorang. Hendra yang menceritakannya. Akan tetapi itu terjadi saat Saskia masih berusia 17 tahun dan setelah itu Saskia tidak pernah dekat dengan lelaki manapun.

Kini Alvaro mengerti kenapa Saskia tidak pernah dekat dengan lelaki lain. Rupanya Saskia tidak ingin rahasianya ketahuan.

Kringggg!

Ponselnya berdering. Alvaro melirik, dilihatnya nama Pakde Gito di layar.

"Aaarrgghh! Pasti Kakek yang menyuruhnya!" geram Alvaro.

Diabaikannya panggilan itu, namun ponselnya terus berdering. Alvaro tahu, Orlando tak akan berhenti sebelum panggilannya dijawab.

Dengan tangan yang terasa berat, Alvaro menekan tombol untuk menerima panggilan pada earbudsnya.

["Halo?" ]

[ "Al, apa yang kau lakukan? Pulang sekarang! Kakek tidak membesarkanmu untuk menjadi pecundang!" ]

Terdengar teriakan Orlando di telepon.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status