"Haa? Kita akan satu ranjang? Kenapa?" Saskia menjengit. Digesernya tubuhnya menempel ke sandaran ranjang karena merasa ada yang aneh dengan tatapan Alvaro.
"Aku suamimu, kenapa tidak boleh tidur denganmu?" Alvaro balik bertanya dengan nada tak bersalah. Lelaki itu berbaring di sebelah Saskia.Saskia tak bisa membantahnya. Secara hukum agama dan negara, Alvaro berhak atas SaskiaSaskia merebahkan diri dan memunggunginya, dengan harapan Alvaro segera tidur. Saskia berusaha memejamkan mata namun tidak bisa. Saskia merasa punggungnya dipandangi oleh Alvaro.Saskia memindahkan guling yang tadinya dipeluknya lalu memposisikan guling itu di antara dia dan Alvaro. Namun itu tak ada gunanya. Guling itu langsung dilempar Alvaro ke lantai."Kita tak butuh guling," bisik Alvaro serak di telinga Saskia. Saskia kembali menjengit. Dia tak tahu sejak kapan Alvaro sedekat itu dengannya. Hembusan napas Alvaro membuat bulu kuduk Saskia meremang.Alvaro menempelkan tubuhnya pada Saskia. Saskia merasa ada sesuatu yang keras mengganjal pant*tnya. Tangan Alvaro diletakkan di perut rata Saskia, namun tak lama kemudian bergerak ke atas dan meremas dada Saskia yang berukuran 38B.Jantung Saskia terasa melompat keluar saking kagetnya atas aksi Alvaro. Saskia berusaha menarik tangan Alvaro namun tak berhasil. Maka Saskia berbalik hendak protes dan ..."Mmh!"Alvaro melumat bibir Saskia. Saskia yang tadinya hendak protes menjadi gelagapan.Tangan Alvaro menelusup ke punggung Saskia untuk membuka ritstleting daster yang dikenakan Saskia."Jangan," erang Saskia lemah saat Alvaro melepaskan bibirnya untuk memberinya kesempatan bernapas."Aku suamimu." Alvaro kembali mengucapkan kalimat itu, lalu kembali mencumbu Saskia. Tangan Saskia mencoba menahan tubuh Alvaro, namun gerakan Saskia di perut sixpack Alvaro terasa seperti belaian bagi sang pemilik tubuh. Alvaro semakin agresif."Aahh..." Desah yang ditahan-tahan akhirnya lolos juga dari mulut Saskia. Saskia sangat malu. Wajah dan tubuhnya terasa panas."Apakah enak?"" tanya Alvaro lembut. Matanya yang berkabut menatap Saskia sendu.Saskia hanya bisa mengangguk. Tatapannya tak lepas dari wajah tampan yang berjarak beberapa sentimeter darinya."Bibirmu bengkak." Alvaro tersenyum, lalu melumat bibir Saskia lagi. Kali ini Saskia membalasnya dengan bergairah.Alvaro mulai masuk ke dalam tubuh Saskia. Tubuh tegapnya berkeringat dan napasnya memburu. Saskia tidak menutup mata. Dia ingin merekam baik-baik malam pertama mereka di ingatannya.Namun mendadak Alvaro melepaskan bibirnya dari Saskia dan menarik wajahnya menjauh. Ditatapnya Saskia dengan kening berkerut. Wajahnya memerah.*****Di suatu tempat yang sangat jauh...Seorang lelaki memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa sangat sakit."Aaarrgghh! Kepalaku sakit!" teriak lelaki itu.Rekan kerjanya mendekat dengan khawatir. Dia menepuk-nepuk bahu sang lelaki untuk menenangkannya."Aku harus segera kembali ke Indonesia. Perasaanku tidak enak, Ron," kata lelaki itu kepada sahabat yang telah menyelamatkan nyawanya dan memberinya pekerjaan di kapal penangkap kepiting Alaska yang besar ini.Mereka sedang menangkap kepiting Alaska di Laut Bering. Pekerjaan itu berisiko sangat tinggi, 50 kali lebih besar dari pekerjaan biasa. Gelombang tinggi berkali-kali menerjang kapal. Suhu sangat dingin, minus sekian derajat Celsius. Mereka harus bekerja mengenakan pakaian berlapis-lapis dan sarung tangan tebal agar tubuh mereka tidak menjadi kaku di suhu sedingin itu.Bukan hal baru jika ada pekerja yang tubuhnya mati rasa lalu terseret jaring yang berisi ratusan kepiting yang baru saja diangkat dari lautan. Ada juga pekerja naas yang tercebur ke laut dan tubuhnya langsung membeku.Namun sesuai dengan tingkat risikonya, pekerjaan itu juga bergaji besar. Tiga bulan bekerja menghasilkan ratusan juta jika dirupiahkan."Seminggu lagi kita akan berlabuh. Kita bisa segera pulang ke Indonesia membawa uang yang sangat banyak. Bertahanlah dan fokus pada pekerjaan. Semua akan baik-baik saja." Roni menyemangati pria yang sedang gundah itu."Beberapa minggu ini aku mengalami mimpi buruk. Sakit kepalaku juga semakin sering dan menjadi-jadi, Ron,," kata sang lelaki."Kita pasti bisa menyelesaikan ini dan kembali dengan selamat. Berjuanglah untuk pulang dan kamu akan segera bertemu dengan gadismu." Roni kembali menguatkan lelaki itu.Sang lelaki tersenyum mendengar sahabatnya menyebut 'gadismu.'"Kau benar! Gadisku sedang menungguku kembali. Aku harus menyelesaikan ini dan pulang dengan membawa uang yang banyak untuk menikahinya! Aku akan membeli sebuah rumah dan memulai bisnis. Kami akan hidup bahagia selamanya!"Sang lelaki mengabaikan rasa sakit di kepalanya, lalu fokus melanjutkan pekerjaannya. Wajah seorang gadis cantik dengan tubuh langsing dan tinggi menari-nari di benaknya, membuatnya seperti mendapat asupan energi.Alvaro berdehem sambil menarik kursi di seberang Andry, lalu duduk."Apa yang kamu lakukan?" tanya Alvaro."Aku menu*uk perut ba*ingan yang mencelakai Saskia. Aku akan bertanggungjawab.""Apa kamu sudah mempertimbangkannya dengan baik? Aku akan mengirim pengacara terhebat di negara ini untuk membebaskanmu.""Aku tak memerlukannya. Pengacaraku akan membereskan semuanya. Kamu tak perlu ikut campur," tolak Andry tanpa ekspresi."Kamu keras kepala," kata Alvaro."Pergi. Jaga Saskia dan keponakanku baik-baik." Kali ini Andry berkata sambil memandang lurus pada manik biru Alvaro.Di bawah lampu ruangan yang tidak terlalu Terang, Alvaro melihat kalau mata Andry memerah dan kedua sudutnya basah. Andry membuang muka, menghindari tatapan Alvaro.Terdengar ketukan di pintu, menadakan waktunya telah habis. Alvaro berdiri, memindai sekali lagi adiknya yang akan mendekam lama di penjara. Andry masih membuang muka ke arah lain."Jaga dirimu baik-baik. Kami akan mengunjungimu," ucap Alvaro.Andry Tak
Alvaro berpikir keras setelah menerima laporan dari Sega. Pria yang mengaku bernama Bramantyo luka parah, apakah karena tertembak olehnya atau anak buahnya? Namun Alvaro tak melihat ceceran darah saat mengejar dua sosok yang melarikan diri ke belakang pondok. Jika Bramantyo tertembak, maka pasti ada jejak darahnya. Hmm ... aneh."Pil, apa kamu melihat orang lain selain kita di sekitar pondok? Drone Sega fokus pada kedatangan polisi dan mencari jalan keluar bagi kita. Dia tidak melihat ada yang lain." Alvaro menegur Pil yang sedang mengemudi."Hanya Tuan dan kedua orang itu yang saya lihat keluar dari pintu belakang. Saya dan anak buah lainnya keluar dari pintu depan. Saya tidak melihat orang lain, Tuan," sahut Pil yakin.Alvaro dan para pengawalnya sampai di rumah menjelang Subuh. Anak buah Pil sudah dilatih untuk tidak membuka mulut jika tertangkap. Mereka akan bilang kalau mereka diajak oleh Ketua geng yang berhasil melarikan diri. Mereka juga tidak membawa identitas diri. Kecuali a
Sega menerbangkan dronenya di ketinggian, di atas mobil yang hampir sampai di pondok.Seorang pria keluar dari dalam mobil. Sega memperbesar dan mengambil foto wajah pria itu. Seperti yang telah diduga Alvaro, wajah pria bernama Bramantyo lah yang muncul. Jadi benar, Bernard dan Bramantyo adalah orang yang sama. Sega segera mengirimkan hasil fotonya kepada Alvaro.Dua orang lelaki menyambut Bernard. Sega mengenalinya salah satunya. Dia Monte, karyawan yang pergi saat terjadi kebakaran di rumah Alvaro yang lama. Rupanya Monte lah pengkhianat yang membiarkan Bernard masuk ke dalam rumah!Sega kembali mengambil foto dan mengirimkannya pada Alvaro. Sega melihat lelaki yang bersama Bernard dan Monte menatap ke arah dronenya yang terbang di kegelapan malam. Sega segera meninggikan dronenya dan menyembunyikannnya di balik pepohonan sambil berharap agar lelaki yang tampak waspada itu tidak curiga. Jika musuh tahu kedatangan mereka, akan semakin sulit bagi Alvaro untuk meraih kemenangan karena
Atas permintaan Saskia, Alvaro mengantar Saskia melihat bayi-bayi mereka yang masih berada di inkubator. Alvaro mendorong kursi roda Saskia sampai di depan jendela besar ruang PICU, lalu berdiri di samping sang istri sambil berulang kali meliriknya. Alvaro sangat penasaran dengan reaksi Saskia.Saskia menatap kedua bayinya dengan mimik yang berubah-ubah. Kadang dia mengerutkan kening, kadang wajahnya kosong, kadang pula menggelengkan kepala, di waktu lain dia menggigit bibirnya sendiri.Melihat itu, diam-diam Alvaro menghembuskan napas panjang. Sepertinya Saskia belum mengingat Mimi dan Mimo."Ma, kita kembali ke kamar, yuk. Sebentar lagi jadwal visit dokter." Alvaro mengingatkan."Pa ... aku ... aku ... tak bisa mengingat anak-anak. Kurasa aku gila." Saskia mendongak kepada Alvaro. Air mata menganak sungai di pipinya yang pucat.Alvaro berjongkok di hadapan Saskia, lalu menggenggam kedua tangan istrinya."Mama hanya perlu istirahat. Jangan memaksakan diri, oke?" kata Alvaro lembut. S
"Sasi ... Sayang, kembalilah. Aku ingin membesarkan anak-anak kita bersama," ucap Alvaro sambil membelai rambut tebal Saskia. Suaranya serak dan air matanya tak bisa ditahannya lagi. Alvaro membiarkan air mata itu mengalir. Dia sudah tak peduli lagi pada rasa malu karena menangis. Dia tak pernah membiarkan orang lain melihatnya menangis, tetapi saat ini dia tak peduli. Bahkan kehadiran keluarga Saskia di belakangnya pun tak membuatnya berhenti menangisi sang istri.Ibunya Saskia dan Hendra berdiri diam, keduanya juga sibuk dengan air mata masing-masing. Sega dan Miranda sudah pulang karena Sega harus melakukan banyak pekerjaan.Alvaro mengangkat jemari Saskia yang ada dalam genggamannya lalu mengecupnya lama. Mata Alvaro terpejam rapat dan bulir bening terus mengalir di wajah tampannya."Jangan pergi, Sasi. Masih banyak yang ingin aku lakukan bersamamu. Hanya bersamamu aku bisa melakukan banyak hal yang tadinya tidak terpikir olehku. Kamulah Bintang paling terang yang pernah hadir di
Langkah tiga orang pria berderap ramai, menuju ke sebuah kamar yang pintunya tertutup rapat. Dua dari mereka berhenti di depan pintu yang menghalangi, sedangkan satu orang yang paling tampan bergegas masuk ke ruang rawat inap."Sasi!" Teriakan pria itu membangunkan Alvaro yang tertidur kelelahan sambil menggenggam tangan istrinya. Belum sempat Alvaro bangkit, Andry sudah berdiri di sebelahnya. Kedua tangan Andry bertumpu pada sisi ranjang Saskia. Dia memperhatikan Saskia dengan seksama, lalu menoleh pada Alvaro. Wajahnya berang."Apa ini? Kenapa kamu tidak bisa melindunginya?!" maki Andry pada sang kakak yang sudah berdiri dari kursinya.Biasanya Alvaro tidak akan menanggapi nada tinggi seperti itu, namun kali ini kelelahan hatinya sudah sampai pada puncaknya."Kamu yang menyebabkan semua ini terjadi! Berkacalah sebelum menyalahkan orang lain!" bentak Alvaro dingin."Aku?! Aku ada di luar negeri, ribuan kilometer jauhnya! Bagaimana bisa semua ini kesalahanku?" sangkal Andry."Jangan b