"Kenapa tampang lo kusut begitu? Mana semangat pemagang muda yang membara?"
Sagara baru saja menginjakkan kaki di ruangan barunya dan sapaan menyebalkan Mario sudah hampir membuatnya naik darah. Masih segar dalam bayangannya bahwa salah satu penyebab aksi memalukannya kemarin adalah Mario Hutomo—manusia yang memaksanya untuk tetap hadir dalam pesta dadakan menyebalkan semalam.Andai saja Sagara tidak menuruti paksaannya kemarin, dia mungkin tidak akan berakhir menunjukkan sisi memalukan pada Natalia.Setelah kejadian memalukan itu, sekarang dengan wajah bahagia seolah tanpa dosa Mario justru merangkulnya akrab. Sekaligus membuat Sagara sadar bahwa enam bulan kedepan dia akan banyak bekerja sama dan berbagi ruang dengan manusia super ajaib disebelahnya itu. Sagara bisa apa?"Ck! Pokoknya besok- besok gue gak mau lagi ikutan kalau ada minum- minum mendadak!" ketusnya.Mario hanya bisa nyengir tanpa beban. Lelaki kurus itu menyenggol pelan lengan Sagara, "emang kenapa, sih? kena damprat sama tante lo?" tanyanya.Sagara tidak merasa berkewajiban untuk menceritakan secara terang- terangan apa efek dari kejadian semalam. Namun untuk mencegah kejadian yang sama terulang, terpaksa dia harus sedikit berbohong. Termasuk sedikit memberi bumbu gurih agar ceritanya semakin meyakinkan."Pokoknya kalo sampe jatah makan gue ikut kena potong, lo juga harus tanggung jawab!" Ancam Sagara. Dalam hati menertawakan kepanikan Mario yang tak menyangka efeknya bisa separah itu. Padahal terang itu hanya karangan Sagara. Mana ada Natalia memotong jatah makanan atau semacamnya? Natalia bukan tipikal ibu tiri jahat ataupun tante- tante galak yang perhitungan.Kalau sugar mommy? ya masih ada kemungkinan, hehe."Anak magang! Yuk buruan ikut ke studio satu buat bantu- bantu persiapan take video sore ini," ajakan salah satu senior mereka memecah semi gosip yang dilakukan dua mahasiswa usia dua puluhan itu. Videografer utama divisi 1—David Emanuella merupakan salah satu senior langsung yang akan banyak terlibat di lapangan dengan mereka.Mario dan Sagara yang memang ditugaskan di bidang ini pun mengekor dengan patuh. Membawa beberapa perlengkapan lalu ikut menata ruangan serta peralatan sesuai intruksi. Keduanya juga berkenalan dengan para senior yang akan terlibat produksi video hari ini.Sebagai sebuah perusahaan penyedia jasa layanan konten, salah satu jobdesc divisi David adalah eksekusi konten sesuai script yang telah disediakan. Nantinya, selain produksi video, mereka juga akan terjun ke lapangan dalam beragam pemotretan. membayangkannya saja sudah sangat menyenangkan bagi Sagara.Kali ini mereka bertugas sebagai asisten dari videografer. Jadi selain menata dan merapikan ruangan serta peralatan, mereka juga berpartisipasi aktif dalam menghandle reflektor dan memindahkan peralatan bila diperlukan perbaikan posisi. Pokoknya memastikan bahwa proses perekaman video sudah sesuai dan serapi mungkin.Proses produksi berjalan lancar dan menyenangkan. Orang- orang yang terlibat produksi adalah para profesional yang juga memiliki kemampuan bergaul yang baik sehingga suasana di lokasi sangat menyenangkan. Mario sebagai seorang ekstrovert juga dengan mudah mendapatkan kontak serta akun i*******m para model. Benar- benar aji mumpung. Sekalian kerja, sekalian cuci mata dan mengamankan stok.Sesekali juga Sagara ikut nimbrug dengan percakapan para staf seputar gear dan brainstorming penyesuaian angle- angle video. Berbekal pengalaman produksi konten- konten video transisi untuk sosmed yang iseng- iseng sempat dia garap semasa kuliah di kotanya dulu, Sagara berhasil memberikan beberapa ide baru yang memancing diskusi santai mereka menjadi semakin menyala.David bahkan mensubscribe akun youtube pribadi Sagara yang berisi beberapa video produksinya. Yah hitung- hitung juga memberikan support kepada si anak magang, kan?Tim itu mengambil video hingga kurang lebih pukul delapan malam. Seluruh footage sudah diambil dan sesuai dengan list yang diminta. Sekarang tinggal digarap oleh editor sebelum besok ditinjau kembali oleh tim. Sagara mengikuti hari dengan antusias. Ada banyak ilmu baru dan alur kerja yang bisa nantinya dia implementasikan untuk terjun ke dunia profesional.Setelah pengambilan video selesai, mereka langsung merapikan kembali tempat. David dan Sagara berpencar menggotong perlengkapan. David kebagian tugas mengekori staf yang harus mengamankan perengkapan untuk dimasukkan ke mobil kantor. Sementara Sagara kembali ke ruangan inventaris untuk menyimpan sisanya.Saat hendak mengunci pintu ruangan inventaris, Sagara tak sengaja melihat bosnya yang tengah berbicara di sambungan telepon dengan nada dan ekspresi yang sama sekali tidak santai. Natalia Xaviera bersandar di tiang penyangga sembari mencak- mencak dan beberapa kali mengeluarkan umpatan.Entah apa yang menahan Sagara, yang jelas lelaki itu pada akhirnya hanya diam memperhatikan tanpa ada inisiatif untuk menyapa ataupun pergi menjauh. Perasaannya mengatakan untuk tetap di tempat, setidaknya untuk sementara waktu.Sayangnya keberadaan Sagara rupanya terendus oleh Natalia. Dengan wajah merah padam menahan amarah, wanita itu berjalan mendekati Sagara yang menegang."Tunggu di minimarket belakang! Malam ini kita pulang bareng!" Titahnya lalu segera pergi dari hadapan Sagara. Lelaki itu mematung mendengar nada tak bersahabat dari Natalia yang terdengar menyeramkan. Tidak ada kesempatan bagi Sagara memberi salam, menjawab apalagi menyanggah. Kalimat itu jelas merupakan sebuah perintah mutlak dari sang diktator. Sagara tak punya pilihan lain selain menuruti bos sekaligus housematenya itu.Keluar gedung lalu berjalan sekitar 200 meter, Sagara menemukan minimarket yang dimaksud. Tak lama menemukan mobil Natalia yang berhenti dihadapannya."Kamu bisa nyetir, kan?"Sagara balas mengangguk.Natalia lantas turun dari tempatnya dan masuk melalui pintu kursi penumpang samping kemudi. Tak perlu banyak penjelasan bagi Sagara untuk pada akhirnya memahami maksud Natalia agar lelaki itu mengambil alih kursi kemudi."Kamu nggak ada acara lain, kan? Bisa temani saya belanja malam ini?" Tak ada penolakan. Sagara hanya mengangguk mengiyakan. Mungkin bosnya itu memang sedang suntuk akibat pekerjaan dan butuh seorang teman bicara serta supir pengganti juga.Dengan segera lelaki muda itu menyalakan matic tersebut dan keluar dari areal tepi minimarket. Beberapa menit awal, Sagara pikir Natalia akan memulai pembicaraan. Namun yang terjadi, wanita itu hanya diam dalam keheningan dan tatapan kosong. Sebenarnya Sagara benar- benar gatal ingin bertanya. Hanya saja ia harus sadar bahwa tidak semua ranah bisa ia campuri. Apalagi Natalia sebelumnya sudah sempat menegaskan padanya untuk saling berpura- pura tidak kenal di kantor. Hal ini sekaligus mengindikasikan bahwasanya dia tidak ingin membicarakan tentang perusahaan dengannya."Itu nanti di depan belok kiri, ya!" Titah Natalia yang baru keluar suaranya. Lelaki itu mengangguk dan dengan lancar membelokkan mobil sesuai petunjuk yang diberikan bosnya. Mobil itu lantas berhenti di pelataran parkir sebuah toko terang benderang.Natalia mengajak Sagara untuk turun dan masuk kedalamnya. Terlihat Natalia sepertinya sudah cukup akrab dengan si pemilik sehingga mereka bisa langsung diarahkan menuju ruangan yang mendisplay beberapa jenis pakaian rekomendasi."Tolong bantu saya sebentar!" Ujar Natalia.Natalia meneliti Sagara lalu pandangannya fokus pada beberapa jenis pakaian dihadapannya. Jemarinya enteng menunjuk beberapa setel pakaian hingga sepatu."Coba pakai yang itu!" Titah Natalia.Lelaki muda itu sebenarnya kebingungan, namun dia hanya bisa menurut kala seorang staf membantu membawa deretan pakaian tersebut sekaligus membimbingnya menuju ruang ganti.Setelan pertama sudah cukup bagi Natalia. Gadis itu melesak masuk kedalam ruang ganti yang membuat Sagara agak terperanjat kaget. Tanpa banyak bicara, wanita itu mengamit lengan Sagara dan mengambil foto keduanya melalui cermin. Tentu saja wajah Sagara tidak masuk dalam frame.Memperhatikan Natalia yang nampak mengirim potongan gambar tersebut kepada salah satu kontak membuat rasa penasaran Sagara semakin membuncah. Ada apa sebenarnya?Natalia selesai dengan ponselnya, lalu menggerakkan telunjuknya secara rata dari kiri ke kanan, menyapu deret kemeja dan beberapa kaos santai. Tak lupa juga setelan klimis dan sepatu."Bungkus semuanya! Aku mau mereka sampai dalam satu jam!" Titahnya yang langsung menarik senyum di bibir para pramuniaga."Baik nyonya."Sagara terang saja bingung, "ini semua untuk apa, mbak?"Wanita itu tersenyum kecil pada Sagara yang menatapnya polos. Tangannya tergerak untuk kembali menyentuh rambut Sagara meskipun harus sedikit berjinjit."Ucapan terimakasih karena membantuku. Mereka hanya hadiah kecil untuk mengisi kekosongan di lemarimu."Sagara dan Natalia sampai di taman kota setelah berkendara dari rumah kediaman keluarga besar Xavier. Padahal tadi mengatakan ingin segera pulang karena lelah ingin istirahat, namun ternyata dua insan itu justru berlabuh di sebuah taman kota dekat perumahan Natalia. Ini pukul sepuluh malam, Sagara tidak punya alasan khusus untuk membelokkan mobil dan berhenti disini padahal rumah Natalia hanya sekitar sepuluh menit lagi.Sejujurnya, Sagara hanya berusaha untuk memperbaiki mood sang kekasih yang sepertinya hampir murka. Meskipun Natalia hanya diam saja—justru lebih menakutkan karena dia diam saja. Lelaki itu percaya bahwa dirinya tak sepenuhnya salah, hanya saja perlu cukup usaha untuk menenangkan titisan naga api bertopeng cantik yang akan siap menyembur kapan saja itu. Keduanya berjalan menyusuri taman yang meskipun gelap namun masih punya cukup cahaya dari lampu-lampu taman yang diletakkan di banyak sudut. Pemerintah kota cukup murah hati rupanya, mereka mungkin mendengarkan aspiras
Natalia melongo saat menemukan sang kekasih sudah berdiri di depan lobby kantornya dengan santai. Dia memeriksa kembali penanda waktu yang melingkar di tangannya, benar kok ini jam 5 sore waktu setempat. Wanita itu berjalan pelan mendekati pria yang sibuk dengan ponselnya itu, bersandar di tembok pilar. Memastikan lebih dekat bahwa benar dia tidak salah lihat si tampan yang berada dihadapannya itu. “Kenapa kamu disini?” Pertanyaan Natalia membuyarkan kegabutan Sagara. Laki-laki itu tersenyum dengan sumringah saat menemukan Natalia sudah berada dihadapannya dengan tampang kebingungan.Alih-alih langsung menjawab, Sagara lebih memilih untuk langsung merebut tas file yg Natalia bawa. Juga mengamit lengan wanita itu untuk membawanya ke parkiran. Tentu saja pemandangan manis itu tidak luput dari perhatian pegawai lainnya yang juga berada di lobby.Natalia menahan Sagara dengan menarik sisi belakang jasnya.“Tunggu! Kamu belum menjawab pertanyaanku!”Tentu saja, siapa yang mau mengekor b
Kendaraan roda empat berwarna hitam semi glossy itu berhenti tepat di depan pintu masuk utama Xavier Group. Sagara yang berada di kursi kemudi menghentikannya dengan stabil. Menoleh kearah kekasihnya yang kini duduk disampingnya sudah lengkap dengan tampilan kerjanya yang menawan.Natalia meliriknya dengan senyum masam, "Kamu tidak perlu repot-repot mengantarku begini padahal," ujarnya sebal setelah kalah adu argumen saat di parkiran rumah tadi. Sagara ngotot minta mengantarnya ke kantor sebelum dia kembali ke kotanya. Suatu tindakan yang menurut Natalia sangat buang-buang waktu mengingat arah kantor dan juga arah bandara sangat berbanding terbalik. Jelas Sagara harus putar arah lagi nantinya.Mendengar keluhan dari sang kekasih, Sagara hanya bisa tersenyum tipis. Dia mendaratkan tangan lebarnya untuk menyentuh puncak kepala Natalia, memberinya sebuah belaian sayang penuh perhatian."Kamu yakin bisa bekerja hari ini?"Pertanyaan yang sia-sia karena mereka sudah berada di depan pintu
Suara ketik yang mengalun lembut merayap memasuki pendengaran Natalia. Wanita itu perlahan membuka matanya—rasa kantuk sudah mulai sirna berkat cahaya tipis yang turut menembus jendela. Natalia melirik bagian sisi kanannya, menemukan lelaki dengan kaos polos bersandar sembari serius memandangi laptop di pangkuannya. Jari jemari laki-laki itu menari lincah diatas keyboard. Rambut acak-acakan dan tampilan paginya yang super fokus itu nampak sangat seksi di mata Natalia sekarang.Semalam saat Natalia menyarankan sebuah tidur yang berkualitas, wanita itu benar-benar berupaya mewujudkannya dengan serius. Benar-benar tidur yang nyaman dengan sebuah pelukan sepanjang malam yang dia harap bisa merecharge kembali energi mereka berdua setelah bekerja keras seharian.Natalia melirik jam dinding, pukul enam lebih tiga puluh menit di pagi hari. Sebenarnya sudah cukup siang namun mereka masih punya cukup waktu untuk tidur sebelum mulai bersiap beraktivitas hari ini. Tapi lihat? Bahkan sepagi ini sa
Saat cincin itu melingkar di jari manisnya, Natalia merasakan sensasi hangat yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata. Matanya membelalak sejenak, tercengang oleh kejutan yang tak terduga. Dalam keheningan penuh emosi itu, Sagara menatapnya dalam-dalam, bibirnya tersenyum penuh arti."Aku tahu orang tua kita bahkan sudah curi start lebih dulu. Tapi tentu tidak adil jika kita yang katanya sudah terlalu matang ini hanya mengikuti arahan. Aku rasa aku tetap perlu melamarmu secara langsung," bubuh Sagara sembari menatapnya lembut. Tubuh Natalia kaku di pangkuan Sagara. Wanita itu masih menatap cincin dan Sagara secara bergantian. Apalagi sentuhan lembut Sagara pada jemarinya turut membuat wanita itu menghangat dalam hati. “Natalia,” kata Sagara dengan suara lembut namun penuh keyakinan, “aku sudah memikirkan ini sejak lama. Kamu adalah segalanya bagiku, dan aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu. Maukah kamu menikah denganku?”Natalia dipenuhi oleh campur aduk perasaan—kebah
Natalia membuka matanya dengan paksa saat mendengar nada dering yang mengganggu pertapaannya di bath tub. Wanita itu hanya bisa melirik ponsel yang teronggok di meja wastafel tersebut tanpa berniat mengambilnya. Dia menghela nafasnya malas. Daripada harus buru-buru mengangkat panggilan, Natalia lebih memilih untuk menghentikan aktivitas berendamnya yang sudah berjalan selama kurang lebih lima belas menit.Sebenarnya, dia pun merutuk pada diri sendiri. Kalau tahu tak akan menerima panggilan atau memegang ponsel, kenapa juga dia harus membawanya ke kamar mandi?Secara bertahap dan perlahan, Natalia menarik handuk mandinya lalu keluar dari bath tub. Aroma flowery menyeruak sebab malam ini dia memilih wewangian itu untuk menenangkan pikirannya setelah lelah bergelut dengan pekerjaan.Usai memanjakan diri, barulah Natalia mengambil ponselnya. Sedikit terkejut dengan mata setengah melotot saat melihat nama pemanggil dan membaca pesan yang pemilik nomor itu kirimkan padanya. 'Aku ada di dep