Apa yang terjadi semalam?
Otaknya berusaha keras menemukan kepingan memori yang entah bersembunyi dimana. Sagara sama sekali tak mengingat apapun setelah bagian dia menaiki mobil dari aplikasi ojek online. Apa yang terjadi setelahnya? Sagara takut mengacau disini.Dia menelan ludahnya susah payah saat jemari Natalia semakin berani menelusuri garis rahangnya. Sagara harus berjuang menyatukan kepingan puzzle berantakan dalam otaknya sembari menahan dirinya dari serangan hasrat yang berbahaya.Bagaimana tidak? Selain sentuhan- sentuhan riskan itu, penampilan wanita matang dihadapannya tentu sangat mengusiknya. Setelah mengumpulkan sedikit keberanian, Sagara mencekal pelan pergelangan tangan Natalia."Astaga! Kemana perginya uang hasil kerja keras tante? Apa semahal dan sesulit itu membeli satu kaos yang lebih nyaman untuk digunakan?"Sejujurnya Sagara tidak tahu darimana ia mendapatkan keberanian untuk menyindir wanita yang tujuh atau mungkin delapan tahun lebih tua darinya itu. Sagara hanya sedang berusaha memadamkan kepanikan dan menutupi rasa kikuk dalam dirinya.Sampai saat ini dia masih berdebar kencang. Natalia Xaviera yang tengah duduk dihadapannya itu terlihat sangat berbeda dengan penampilan biasanya yang selalu dibalut dengan setelan kerja. Sekarang ini, hampir lima puluh persen kulit Natalia terekspos di depan matanya. Sebagai lelaki normal, jelas saja Sagara merasa terancam.Natalia Xaviera memundurkan tubuhnya, memutar bola matanya dengan malas. Apa kata Sagara tadi? Pakaian yang nyaman? Hei! Apa yang salah dengan dress satin pendek rumahannya? Setidaknya, bagi si pengguna, ini cukup nyaman, kok. Tidak ada bagian tubuhnya yang tertekan.Meski begitu, Natalia cukup sadar bahwa kalimat itu hanya sebuah upaya yang dilakukan Sagara untuk menyembunyikan kepanikannya."Nggak perlu sok kaget! Kamu bahkan sudah melihat dan bahkan menyentuhku lebih dari," ujar si wanita tanpa canggung sembari memperhatikan tingkat kepanikan di wajah Sagara yang nampak naik drastis.Sagara bergerak gusar meraih kemejanya di lantai dan cepat- cepat berpakaian, "—yah, itupun kalau kamu masih ingat," bubuh Natalia lagi.Lagi- lagi Sagara menelan kasar ludahnya, kerongkongannya terasa amat sangat kering sampai dia jadi terbatuk- batuk. Astaga, benarkah ia telah meniduri sahabat dari mamanya sendiri?Tidak mau munafik sebenarnya. Sagara amat sangat menyadari wanita dihadapannya adalah salah satu spesies top tier yang sebenarnya. Wanita usia tiga puluh itu punya kesempurnaan fisik yang menjadi idaman bagi pria manapun. Kulit mulus cerah dengan tubuh langsing yang tetap padat berisi di bagian- bagian yang memang seharusnya. Kaki jenjang dengan tinggi mungkin sekitar 160 sentimeter. Rambut hitam sepinggang dan wajah cantik paripurna dilengkapi aura dingin yang justru menjadi daya tarik mematikan. She's one of some hottest women in the town! Punya karir dan pendidikan mentereng pula."Jadi bagaimana menurutmu? Apa itu menyenangkan?"Kalau saja Sagara tidak mengingat bahwa Natalia adalah sahabat mamanya, dia mungkin akan senang- senang saja dan merasa mendapatkan jackpot terbaik dalam hidupnya. Tapi mengingat status mereka yang bahkan sekarang adalah bos dan pegawai magang, semuanya jadi semakin rumit bagi Sagara.Matilah Sagara! Bagaimana dia bisa lolos dari ini? Sagara bahkan tidak ingat apapun sekarang.Wajahnya pucat pasi. Jangankan melakukan 'itu', Sagara bahkan hanya pernah pacaran satu kali di masa SMA, itupun LDR sehingga ia bahkan hampir tak pernah bersentuhan secara fisik dengan mantannya. Sebagai salah satu pria yang masuk kategori lumayan tampan, semasa kuliah pun ada beberapa gadis yang secara terang- terangan mendekatinya, namun Sagara tak pernah memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Ia dengan bangga menyebut dirinya sebagai laki- laki berprinsip.Tapi kali ini? Benarkah dia telah melakukan hal itu tanpa sadar pada seorang wanita matang seperti Natalia Xaviera?"Kenapa? Kamu benar- benar nggak ingat? Mau kubantu mengingat kejadian se—"Sagara menghentikan Natalia yang seolah- olah hendak menaiki tubuhnya. Dia jelas panik. Masih pagi Sagara sudah panas dingin dibuatnya.Melihat Sagara berusaha menciptakan jarak aman, wanita itu menghembuskan nafasnya kasar dengan wajah yang tertekuk super jengkel, "damn! Saya memang bilang tidak akan mengekang pergaulan kamu selama disini. Tapi lihat? Baru semalam saja kamu sudah pergi mabuk- mabukan? Bahkan sampai lupa terhadap semua tindakan? What should i say to your mom?"Sagara bergidik, tentu saja mamanya tidak boleh sampai tahu mengenai hal ini."Maafkan saya, Tante! Tapi serius! Saya nggak bermaksud untuk pergi mabuk- mabukan, itu tidak disengaja. Saya juga hanya minum sedikit, namun toleransi alkohol saya memang rendah," sesalnya meminta pengampunan.Natalia memutar tubuhnya, menelisik menatap Sagara yang nampak benar- benar panik dengan suara bergetar. Sagara bahkan hampir saja merambat turun untuk berlutut memohon ampun."Maka seharusnya kamu tidak menyalahgunakan kepercayaan itu, iya kan?" Alis Natalia tertarik naik memperhatikan bagaimana lelaki muda dihadapannya itu masih menunduk tak berani menatapnya.Sagara mengangguk dalam diam. Bahkan ketika Natalia menariknya untuk berdiri dan mempertemukan netra keduanya, Natalia bisa melihat bagaimana penyesalan dan ketakutan itu terpancar disana."Saya akan melakukan apapun untuk menebus semua kesalahan ini," ujar Sagara setelah beberapa detik diam.Keheningan sempat tercipta disana, Natalia memicing menatapnya. "Apapun?"Sagara mengangguk polos yang memancing senyum kecil kembali terbit di sudut bibir Natalia. Wanita itu melepaskan Sagara lalu perlahan bersidekap tangan di depan dada."Jangan panggil saya tante! Memangnya sejak kapan saya nikah sama om kamu?"Sagara dan Natalia sampai di taman kota setelah berkendara dari rumah kediaman keluarga besar Xavier. Padahal tadi mengatakan ingin segera pulang karena lelah ingin istirahat, namun ternyata dua insan itu justru berlabuh di sebuah taman kota dekat perumahan Natalia. Ini pukul sepuluh malam, Sagara tidak punya alasan khusus untuk membelokkan mobil dan berhenti disini padahal rumah Natalia hanya sekitar sepuluh menit lagi.Sejujurnya, Sagara hanya berusaha untuk memperbaiki mood sang kekasih yang sepertinya hampir murka. Meskipun Natalia hanya diam saja—justru lebih menakutkan karena dia diam saja. Lelaki itu percaya bahwa dirinya tak sepenuhnya salah, hanya saja perlu cukup usaha untuk menenangkan titisan naga api bertopeng cantik yang akan siap menyembur kapan saja itu. Keduanya berjalan menyusuri taman yang meskipun gelap namun masih punya cukup cahaya dari lampu-lampu taman yang diletakkan di banyak sudut. Pemerintah kota cukup murah hati rupanya, mereka mungkin mendengarkan aspira
Natalia melongo saat menemukan sang kekasih sudah berdiri di depan lobby kantornya dengan santai. Dia memeriksa kembali penanda waktu yang melingkar di tangannya, benar kok ini jam 5 sore waktu setempat. Wanita itu berjalan pelan mendekati pria yang sibuk dengan ponselnya itu, bersandar di tembok pilar. Memastikan lebih dekat bahwa benar dia tidak salah lihat si tampan yang berada dihadapannya itu. “Kenapa kamu disini?” Pertanyaan Natalia membuyarkan kegabutan Sagara. Laki-laki itu tersenyum dengan sumringah saat menemukan Natalia sudah berada dihadapannya dengan tampang kebingungan.Alih-alih langsung menjawab, Sagara lebih memilih untuk langsung merebut tas file yg Natalia bawa. Juga mengamit lengan wanita itu untuk membawanya ke parkiran. Tentu saja pemandangan manis itu tidak luput dari perhatian pegawai lainnya yang juga berada di lobby.Natalia menahan Sagara dengan menarik sisi belakang jasnya.“Tunggu! Kamu belum menjawab pertanyaanku!”Tentu saja, siapa yang mau mengekor b
Kendaraan roda empat berwarna hitam semi glossy itu berhenti tepat di depan pintu masuk utama Xavier Group. Sagara yang berada di kursi kemudi menghentikannya dengan stabil. Menoleh kearah kekasihnya yang kini duduk disampingnya sudah lengkap dengan tampilan kerjanya yang menawan.Natalia meliriknya dengan senyum masam, "Kamu tidak perlu repot-repot mengantarku begini padahal," ujarnya sebal setelah kalah adu argumen saat di parkiran rumah tadi. Sagara ngotot minta mengantarnya ke kantor sebelum dia kembali ke kotanya. Suatu tindakan yang menurut Natalia sangat buang-buang waktu mengingat arah kantor dan juga arah bandara sangat berbanding terbalik. Jelas Sagara harus putar arah lagi nantinya.Mendengar keluhan dari sang kekasih, Sagara hanya bisa tersenyum tipis. Dia mendaratkan tangan lebarnya untuk menyentuh puncak kepala Natalia, memberinya sebuah belaian sayang penuh perhatian."Kamu yakin bisa bekerja hari ini?"Pertanyaan yang sia-sia karena mereka sudah berada di depan pintu
Suara ketik yang mengalun lembut merayap memasuki pendengaran Natalia. Wanita itu perlahan membuka matanya—rasa kantuk sudah mulai sirna berkat cahaya tipis yang turut menembus jendela. Natalia melirik bagian sisi kanannya, menemukan lelaki dengan kaos polos bersandar sembari serius memandangi laptop di pangkuannya. Jari jemari laki-laki itu menari lincah diatas keyboard. Rambut acak-acakan dan tampilan paginya yang super fokus itu nampak sangat seksi di mata Natalia sekarang.Semalam saat Natalia menyarankan sebuah tidur yang berkualitas, wanita itu benar-benar berupaya mewujudkannya dengan serius. Benar-benar tidur yang nyaman dengan sebuah pelukan sepanjang malam yang dia harap bisa merecharge kembali energi mereka berdua setelah bekerja keras seharian.Natalia melirik jam dinding, pukul enam lebih tiga puluh menit di pagi hari. Sebenarnya sudah cukup siang namun mereka masih punya cukup waktu untuk tidur sebelum mulai bersiap beraktivitas hari ini. Tapi lihat? Bahkan sepagi ini sa
Saat cincin itu melingkar di jari manisnya, Natalia merasakan sensasi hangat yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata. Matanya membelalak sejenak, tercengang oleh kejutan yang tak terduga. Dalam keheningan penuh emosi itu, Sagara menatapnya dalam-dalam, bibirnya tersenyum penuh arti."Aku tahu orang tua kita bahkan sudah curi start lebih dulu. Tapi tentu tidak adil jika kita yang katanya sudah terlalu matang ini hanya mengikuti arahan. Aku rasa aku tetap perlu melamarmu secara langsung," bubuh Sagara sembari menatapnya lembut. Tubuh Natalia kaku di pangkuan Sagara. Wanita itu masih menatap cincin dan Sagara secara bergantian. Apalagi sentuhan lembut Sagara pada jemarinya turut membuat wanita itu menghangat dalam hati. “Natalia,” kata Sagara dengan suara lembut namun penuh keyakinan, “aku sudah memikirkan ini sejak lama. Kamu adalah segalanya bagiku, dan aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu. Maukah kamu menikah denganku?”Natalia dipenuhi oleh campur aduk perasaan—kebah
Natalia membuka matanya dengan paksa saat mendengar nada dering yang mengganggu pertapaannya di bath tub. Wanita itu hanya bisa melirik ponsel yang teronggok di meja wastafel tersebut tanpa berniat mengambilnya. Dia menghela nafasnya malas. Daripada harus buru-buru mengangkat panggilan, Natalia lebih memilih untuk menghentikan aktivitas berendamnya yang sudah berjalan selama kurang lebih lima belas menit.Sebenarnya, dia pun merutuk pada diri sendiri. Kalau tahu tak akan menerima panggilan atau memegang ponsel, kenapa juga dia harus membawanya ke kamar mandi?Secara bertahap dan perlahan, Natalia menarik handuk mandinya lalu keluar dari bath tub. Aroma flowery menyeruak sebab malam ini dia memilih wewangian itu untuk menenangkan pikirannya setelah lelah bergelut dengan pekerjaan.Usai memanjakan diri, barulah Natalia mengambil ponselnya. Sedikit terkejut dengan mata setengah melotot saat melihat nama pemanggil dan membaca pesan yang pemilik nomor itu kirimkan padanya. 'Aku ada di dep