"Tuan, ini sudah hampir pagi. Tuan tidak ingin pulang dan beristirahat?" tanya anak buah Barta. Barta yang saat ini tengah duduk di kursi tunggu rumah sakit sambil menundukkan kepala, tidak menjawab pertanyaan anak buahnya itu. "Maaf Tuan. Sepertinya Tuan sudah sangat lelah. Sebaiknya kami saja yang menjaga Tuan Muda Edgar." Kali ini, Barta mengangkat kepalanya ke atas menatap anak buahnya tersebut. "Aku belum bisa tenang kalau aku belum tahu keadaan anakku. Dia masih berjuang di dalam sana dan kalian memintaku untuk pulang? Apa kalian gila? Bangsat!" amuk sang rentenir kejam. "Maaf Tuan, saya hanya tidak tega melihat Tuan tidur di kursi tunggu seperti ini," ucap Yoman yang langsung menundukkan tubuh. "Tidak tega katamu? Yang membuatku harus berada di tempat ini siapa? Kalian semua bodoh! Dungu! Brengsek! Kalian semua tidak becus dalam menjaga anakku hingga anakku masuk ke dalam rumah sakit. Andai kalian tidak lengah, tidak mungkin anakku sampai masuk ke ruang operasi seperti ini
Barta pulang ke rumahnya. Ia tak mendapati istrinya di sana. Ia baru ingat kalau Bella sedang berkuliah hari ini. Rentenir itu masuk ke dalam kamar untuk beristirahat, tetapi ingatan tentang wanita yang tadi dikatakan oleh Yoman, mengusik pikirannya. Ia beranjak dari tempat tidur lalu keluar dari dalam kamar. "Yoman!" panggil Barta. Lelaki bertubuh tinggi, kekar dan berkulit kecoklatan itu berlari menghampiri Barta."Ada apa, Tuan?" tanya Yoman sambil menundukkan tubuh. "Kalian sudah ke rumah Martinus?" "Belum Tuan, kami sedang mengumpulkan beberapa catatan hutang dan juga catatan bunga dari hutang tersebut," jawab Yoman. Barta mengangguk. "Antar aku ke sana!"Yoman menegakkan tubuh, menatap bosnya. "Tuan mau ke sana? Tuan yang akan menagih hutang itu?""Ya, aku akan memberi penawaran pada Martinus agar dia mau memberikan adiknya untukku. Aku akan membawa adik Martinus ke rumah sakit untuk merawat anakku sampai sembuh.""Baik Tuan, saya akan mengantar Tuan ke sana."Barta merap
Barta semakin menggila, ia paling tidak suka keinginannya dibantah oleh siapapun. Kali ini, untuk pertama kalinya ia ditantang oleh seorang yang memiliki banyak hutang padanya. Ya, Martinus dengan keberaniannya menolak tawaran Barta untuk memberikan adik perempuannya. "Memang secantik dan spesial apa adikmu itu?" desis Barta bersiap menginjak leher Martinus. Namun, suara teriakan seorang wanita dari arah pintu menghentikan niat Barta tersebut. Barta menoleh ke belakang, menatap wanita cantik yang berdiri di ambang pintu. Ia tersenyum mesum sambil memperhatikan bagian sensitif wanita itu yang baginya terlihat sangat menggoda, karena wanita itu memakai celana jeans ketat yang membuat Miss V-nya menonjol. "Kakak," isak wanita itu lalu berlari masuk ke dalam rumah. Ia bersimpuh di samping tubuh Martinus yang sudah tak sadarkan diri. Barta tersenyum mesum. "Akhirnya kamu pulang juga. Aku akan membawamu ke rumah."Wanita itu mendongak, menatap Barta sinis. "Apa maksudnya? Kenapa And
"Kamu akan menjadi milikku. Aku akan menjadikanmu Ratu di rumah ini, sama seperti Bella. Aku yakin kali ini Edgar akan mendukungku, karena wanita muda ini akan aku berikan padanya. Tapi setelah aku menikmati tubuhnya," kekeh Barta sambil meremas dua daging kenyal di atas dada Naomi.Barta memandangi setiap inci tubuh sintal Naomi, tanpa terasa air liurnya mengalir keluar.Mendapatkan mainan baru, tentu saja membuat Barta merasakan kebahagiaan tiada tara. Baginya, uang pinjaman Martinus tidaklah besar. Ia bisa mendapatkan uang yang jauh lebih besar dari pelunasan hutang mantan CEO itu. Barta sendiri memiliki seratus cabang tempat karaoke yang menyediakan wanita wanita cantik untuk menghibur para tamu. Penghasilan Barta bisa menembus satu juta dollar setiap bulan. Baginya uang bukanlah segalanya, yang dia cari selama ini adalah kesenangan dengan meniduri wanita wanita muda yang cantik. Saat ini, di dalam kamar tamu. Ia tengah melepas satu persatu pakaian tidur yang dikenakan oleh Na
Selesai melampiaskan hasratnya pada wanita muda yang baru ia bawa. Barta memakai pakaiannya satu persatu. Perasaan puas, dan bahagia ia rasakan. Senyuman lebar terus terlukis di wajahnya setiap kali mengingat baru saja ia memecah selaput dara seorang gadis untuk pertama kalinya. "Sudah jangan menangis terus. Awalnya memang sakit, tapi setelah itu kamu pasti ketagihan rudal milikku, bahkan kamu akan mencariku setiap malam," kekehnya mesum. Mendengar itu Naomi langsung memalingkan wajahnya. Ia sudah muak dengan semua kata kata kotor yang keluar dari mulut beracun sang rentenir kejam. Barta mendekati Naomi, entah mengapa perasaannya pada wanita cantik itu berbeda dengan perasaannya pada istri terdahulu, bahkan pada Bella. Ada sesuatu di dalam dirinya yang tak menginginkan Naomi disentuh oleh lelaki mana pun selain dia.Ia menundukkan tubuh setelah berada di depan Naomi. "Jangan ke mana mana, atau aku akan membunuh kakakmu!" ancam Barta.Naomi menundukkan kepalanya, kembali menangis
Bella menatap Edgar--lelaki yang kini menempati hatinya. Ia masih tak percaya kalau Edgar lupa ingatan. "Edgar, kamu benar benar tidak mengenaliku?" isak Bella duduk di tepi bed. Ia memegang lengan Edgar, lelaki itu sedang meremas rambut frustasi. Ia tahu Edgar sedang berusaha mengingat siapa dia. "Aku tidak ingat. Aku tidak tahu siapa kamu," ucap Edgar, meringis kesakitan. Bella menghela napas sesak. "Sudah, jangan dipaksakan. Aku yakin nanti kamu bisa mengingatku. Tolong jangan dipaksa, ya."Edgar menatap wanita di depannya dengan tatapan lirih. "Siapa namamu?" "Bella. Aku Bella," jawabnya. "Aku dan kamu, kita memiliki hubungan apa? Apa kamu kekasihku?" Bella terdiam, dalam hati ingin mengakui bahwa dia adalah kekasih Edgar, tetapi tidak mungkin dia mengatakan itu. Bagaimana kalau Edgar mengakuinya sebagai kekasih di depan Barta? "Katakan, siapa kamu? Apa kita sudah lama saling mengenal? Atau kamu adikku?" Bella tersenyum lirih lalu mengatakan, "Aku .... "Ia menggantung ucap
Barta mendatangi markas Julius--saingan beratnya sesama pembisnis di dunia hitam. Ya, Julius juga memiliki usaha yang sama seperti Barta, tetapi uang yang digunakan Julius untuk mendirikan beberapa klub malam dan tempat karaoke adalah uang hasil pinjamannya pada Barta. Dulunya mereka adalah sahabat, tetapi karena uang dan kekuasaan, keduanya menjadi musuh yang saling menyerang. Kedatangan Barta ke tempat itu, tak lain karena Julius sudah menggangu ketenangan tempat usahanya. Barta geram, ingin membalas Julius agar lelaki itu tidak lagi mengusik ketenangannya. "Bos, Tuan Barta datang," bisik anak buah Julius. Julius tersenyum jengah. "Biarkan dia masuk!""Tuan Barta sudah masuk ke dalam markas kita, Bos."BRUK!Julius terhenyak kaget saat melihat anak buah Barta menendang pintu ruangannya.Barta tersenyum sinis. "Apa yang kamu inginkan dariku? Uangku? Bukannya pinjaman tanpa bunga dariku belum dilunasi?" Julius mendengus kesal, ia melepas cerutu di tangannya. "Uang bukan masalah
Bella tertekan saat disudutkan oleh pertanyaan ayah dan anak. Ia memandang Edgar dengan pandangan lirih. "Cepat katakan! Brengsek!" hardik Barta. Edgar menatap ayahnya tajam. "Jangan bentak dia!" "Diam kamu Edgar! Dia ini istri Papa, Papa berhak melakukan apapun padanya!" Barta membalas tatapan Edgar lalu kembali menatap Bella. "Katakan padanya! Cepat!" Bella mengangguk pelan. "Iya, aku istri ayahmu. Aku ibu tirimu, Edgar."Mendengar pengakuan itu tiba tiba kepala Edgar menjadi sakit. Ia meremas rambutnya sangat kencang. "Akkkh! Brengsek! Bangsat! Wanita sialan!" amuk Edgar. Barta mendekati anaknya. "Kamu kenapa? Sakit? Hah? Kenapa dengan kepalamu?""Sakit! Kepalaku sakit!" teriak Edgar. Bella panik. "Sa-saya panggilkan Dokter," ucapnya. Barta berjalan mendekati pintu lalu memegang lengan Bella. "Aku tidak ingin melihatmu berada di sini! Mulai sekarang jauhi anakku!" Bella menundukkan k