LOGIN"Papa, jangan. Berhenti kumohon," pinta Aina berusaha mendorong Raja menjauh."Kamu menyuruh saya berhenti, tapi tubuhmu merespon dengan baik setiap sentuhan saya, Aina." Raja tak henti-hentinya menyapukan lidahnya yang basah ke puting payudara Aina.Dia merasa puas setelah mengetahui jika keperawanan menantunya itu dia-lah yang mengambilnya. Dan bukan Ilham.Raja ingat jelas bagaimana dia kesulitan menembus Aina malam itu. Dan bagaimana Aina merintih kesakitan saat bagian kewanitaannya berdarah karena ulah Raja."Papa ...." Desahan Aina terhenti ketika Raja menyelipkan dua jarinya ke dalam mulut Aina."Emut, Aina. Mainkan lidahmu di jari saya," titah Raja dengan tatapan dipenuhi gelora hasrat yang membara.Raja tidak akan menahan diri lagi. Malam ini, dia akan mengoyak kewanitaan Aina dengan kejantanannya yang sudah mengeras di bawah sana."Baik, Papa," jawab Aina mengangguk pelan. Dia mengemut dua jari Raja dengan mulutnya.Aina juga menggerakkan lidahnya mengitari jari Raja.Raja m
"Mas Ilham.""Iya, Sayang."Della yang sebelumnya tidur terlentang, memiringkan tubuhnya perlahan ke arah Ilham. "Mas, ngerasa tidak sih ada sesuatu di antara Papa sama Aina?"Ilham mengerutkan dahinya menatap istri tercintanya tak paham. "Tidak. Emangnya kenapa, Sayang?"Della mendengus gusar. "Masa Mas tidak ngerasain sih? Papa bela-belain gendong Aina ke kamar, terus manggil dokter pribadi keluarga cuma buat ngobatin Aina. Kayaknya Aina menantu istimewa deh."Della sengaja memberikan penekanan saat dia mengucapkan "menantu istimewa".Agar Ilham juga menyadari kejanggalan yang dia rasakan.Tapi, sepertinya radar Ilham kurang tajam untuk mencium keanehan di antara ayahnya dengan Aina."Itu pasti perasaan kamu aja, Sayang. Paling Raja cuma kasihan. Lagi pula apa istimewanya Aina?" Ilham membelai rambut Della lembut, menenangkan gejolak perasaan istrinya itu."Ih, Mas Ilham. Aku seriusan. Papa memperlakukan Aina begitu istimewa. Padahal sama aku, Papa cuek banget. Apa Mas tidak ngerasa
Aina menekan dadanya pelan, berusaha mengendalikan debaran jantungnya yang sangat cepat.Padahal masih jam satu pagi, tapi dia sudah senam jantung.Ngomong-ngomong, benda apa yang tadi ada di tangan ayah mertuanya?Aina menelan ludahnya dengan susah payah begitu menyadari benda apa itu."Ya Tuhan," gumam Aina tanpa bisa menyembunyikan keterkejutannya.Baru kali ini Aina melihat ada kejantanan seorang pria sebesar itu.Mungkin, besarnya seperti terong raksasa yang biasa Aina masak."Astaga, Aina. Sadarkan dirimu!" Aina buru-buru menepuk kedua pipinya yang terasa panas berulang kali.Pasti sekarang kedua pipinya sudah semerah tomat karena membayangkan kejantanan Raja yang sangat besar itu menyodok-nyodok miliknya."Aina!" teriak Tari tiba-tiba, meruntuhkan pikiran Aina yang terkutuk.Aina yang sebelumnya berdiri di balik pintu kamarnya. Mencoba menengok ke luar, di mana ibu mertuanya sudah berdiri tegak di sana.Tari melirik Aina dengan tatapan sewot, begitu Aina melongokkan kepalanya b
"Sudah pulang, Mas?" tanya Tari begitu Raja masuk ke dalam kamar mereka."Iya," balas Raja singkat."Gimana, Mas? Tas Hermesnya udah Mas beliin?""Belum." "Yah, kok belum sih. Padahal aku kepengen make tas itu pas berkunjung ke rumah temanku besok." Tari mengerucutkan bibirnya seperti anak kecil yang kehilangan mainannya.Semenjak Raja memanggil Dokter Anwar untuk mengobati Aina, Tari jadi sedikit uring-uringan dan jadi sedikit manja.Tari kira dengan melakukan itu, Raja mau membujuknya. Mau merayunya seperti pasangan suami-istri lainnya. Tapi, Raja tetap saja bersikap dingin. Suaminya itu sama sekali tak menghiraukan rengekan Tari. Termasuk saat Tari meminta tas Hermes baru."Saya sibuk. Kamu bisa kan beli sendiri?" ucap Raja jengah."Tidak mau. Pokok aku maunya Mas yang beliin."Raja yang sudah mandi, dan sudah mengganti pakaiannya. Langsung mengistirahatkan tubuhnya ke kasur tanpa menjawab ucapan Tari.Biar saja istrinya itu mengomel. Biar saja Tari jengkel. Raja masa bodoh.Raj
"Dodik, tunda pertemuan malam ini. Saya ingin pulang cepat," tandas Raja pada Dodik.Sebelum sekretarisnya itu sempat menjawab, Raja sudah melesat pergi.Raja tak bisa menahan keinginannya lebih lama lagi untuk melihat pemandangan indah yang sudah menunggunya di rumah.Raja bisa membayangkan betapa erotisnya Aina dalam balutan lingerie yang dia belikan.Sepasang payudara yang ranum. Dan celah bersih di antara paha menantunya itu. Sungguh membuat Raja ingin cepat pulang.Raja dengan gesit melajukan mobilnya menyalip kendaraan lain di jalan. Selagi jalanan lumayan longgar, mobilnya jadi bisa bergerak lebih bebas.Awalnya Raja tidak memiliki niatan membelikan Aina lingerie. Tapi, di saat Raja berjalan di mall kemarin. Dia tak sengaja melihat patung manekin yang memakai lingerie seksi. Raja langsung membelinya tanpa pikir panjang.Tentu saja yang ada di dalam pikirannya saat itu Aina, dan bukan Tari.Sementara itu, Aina masih menatapi lingerie yang dia hamparkan di atas kasur dengan bim
Aina buru-buru mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Aina tadi terbuai dengan kenikmatan yang diberikan Raja pada kewanitaannya, sampai tak sadar mendesah pelan. Aina spontan menunduk saat Raja menatapnya tanpa berkedip. Rasanya sungguh memalukan mendesah di tengah heningnya sarapan mereka. "Maaf. Tadi kakiku ada yang menginjak," ucap Aina cepat-cepat memberikan alasan. Berharap alasannya ini dapat diterima. Ilham, Della, dan Tari yang sebelumnya sempat menghentikan sarapan mereka karena mendengar desahan pelan dari mulut Aina, kembali melanjutkan aktivitas mereka itu dengan acuh tak acuh. Peduli apa mereka pada Aina? Mau Aina diinjak kakinya atau sakit sekali pun, mereka tak akan peduli. Hanya saja diam-diam Tari merasa kesal. Harusnya menantunya itu berkata "Aww" saja daripada mendesah seperti itu saat diinjak kakinya. Desahan Aina sungguh memancing. Tari takut Raja mendengar desahan Aina, dan jadi berpikiran yang aneh-aneh. Aina merapatkan kedua kakinya ketika tangan nakal R







