แชร์

Bab 109. Garis Retak

ผู้เขียน: Shenna
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-09-23 12:00:34

Petugas keamanan penjara Santa Malvina memeriksa mereka secara menyeluruh, mulai dari logam, elektronik, bahkan alas sepatu. Protokol di sini tidak main-main. Setiap gerakan diawasi oleh kamera tersembunyi, dan setiap niat seperti bisa dibaca oleh udara.

Bianca, tentu saja, tak suka disentuh sembarangan, tapi ia diam. Pietro lebih tenang, terbiasa dengan atmosfer dingin semacam ini.

"Silakan ikutku," kata petugas berseragam abu-abu. Mereka dibawa melewati lorong panjang dengan lampu temaram dan dinding-dinding batu tebal yang terkesan mengintimidasi siapa pun yang melangkah di antara mereka.

Sampai akhirnya, mereka berhenti di depan sebuah ruang berlabel Visitatore Privato, Sorveglianza Alta.

"Waktu kalian 15 menit. Jangan coba macam-macam," ucap petugas sebelum membukakan pintu.

Keduanya mengangguk, dan masuk ke dalam. Ruangan itu kosong kecuali dua kursi yang saling berdampinga
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทล่าสุด

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 111. Buku dan Pensil

    Dua pria tengah berhadapan di ruang kunjungan yang sunyi. Hanya ada kaca pemisah, kursi sederhana, dan tatapan yang tak kalah keras. Marco, dengan wajah penuh luka dan bibir pecah, menatap tajam pria di depannya dengan penuh tanda tanya. Sementara Francesco, rapi dengan mantel gelapnya, duduk tenang seolah tempat kotor itu hanyalah ruang pertemuan bisnis biasa.Waktu terasa berjalan lambat. Detak jam di dinding terdengar begitu jelas, memecah keheningan yang menekan."Ingin berbasa-basi dulu, atau langsung ke intinya saja?" tanya Fransesco akhirnya, memecahkan keheningan."Aku ingin kau segera pergi.""Oh, ayolah. Kau pikir aku datang ke sini membawa peperangan? Tentu tidak, Marco. Aku datang dengan kedamaian."Marco tertawa kecil, menahan sakit di rahang. "Bukankah benar bahwa kau datang ke sini hanya untuk mengingatkanku bahwa diriku jatuh? Sungguh, kau membuang waktu.""Jika hanya itu tujuanku, aku tak perlu duduk di sini. Kau tahu betapa sulitnya izin kunjungan di tempat ini. Jadi

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 110. Tamu Penjara

    Di dalam sel sempit itu, udara pengap bercampur bau keringat dan besi berkarat. Tiga orang narapidana lain sedang ribut, suara mereka memantul ke dinding batu yang dingin. Mereka saling dorong, saling maki, berisik seperti anjing liar yang berebut tulang. Berbeda dengan Marco yang tengah duduk di sudut ranjang besi. Punggungnya menempel pada tembok, matanya terpejam, kedua tangan dilipat di depan dada. Terlihat tenang, padahal pikirannya jauh dari kata damai. Bayangan Pietro muncul lagi. Anak yang dulu selalu ia banggakan di depan orang-orang dan anak yang ia percaya tak pernah goyah, kini malah membelakangi dirinya. Menolak perintah, menyerah sebelum memulai, sungguh pengecut sejati. "Bagaimana mungkin?" benak Marco. Urat di pelipisnya menonjol. Bagaimana mungkin anak itu berani menghinanya dengan memilih jalan lain? Membiarkan dirinya membusuk di dalam jeruji menjijikan ini. Apakah Pietro diam-diam sudah menjadi kacung keluarga Hoffa? S

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 109. Garis Retak

    Petugas keamanan penjara Santa Malvina memeriksa mereka secara menyeluruh, mulai dari logam, elektronik, bahkan alas sepatu. Protokol di sini tidak main-main. Setiap gerakan diawasi oleh kamera tersembunyi, dan setiap niat seperti bisa dibaca oleh udara. Bianca, tentu saja, tak suka disentuh sembarangan, tapi ia diam. Pietro lebih tenang, terbiasa dengan atmosfer dingin semacam ini. "Silakan ikutku," kata petugas berseragam abu-abu. Mereka dibawa melewati lorong panjang dengan lampu temaram dan dinding-dinding batu tebal yang terkesan mengintimidasi siapa pun yang melangkah di antara mereka. Sampai akhirnya, mereka berhenti di depan sebuah ruang berlabel Visitatore Privato, Sorveglianza Alta. "Waktu kalian 15 menit. Jangan coba macam-macam," ucap petugas sebelum membukakan pintu. Keduanya mengangguk, dan masuk ke dalam. Ruangan itu kosong kecuali dua kursi yang saling berdampinga

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 108. Ciuman dan Kecurigaan

    Di dalam mobil yang terparkir di basement, hanya ada suara samar dari mesin pendingin ruangan dan detak jantung yang berpacu cepat. Kabin sempit menjadi tempat rahasia di mana batas-batas kendali sering kabur.Alir liur itu sudah menyatu sejak ciuman pertama yang begitu lembut, lalu menjadi hangat, basah, dan terburu-buru sebagai isyarat hasrat yang tertahan. Lidah Ella menari berani, membuat Alexander menarik napas di sela-sela lumatan mereka.Beberapa detik kemudian, Alexander menarik diri pelan. Ia menatap Ella dengan sorot mata penuh kenakalan, lalu mengusap pelan pipi wanita itu yang masih memerah. Jarak mereka nyaris tak ada. Napas mereka saling menyatu. "Kamu makin jago saja main lidah," bisiknya. "Padahal dulu, lidahmu seperti anak ayam kelaparan."Ella terkekeh, wajahnya makin merah. Ia tak bisa menyembunyikan betapa tubuhnya merespons setiap kata pria itu. "Jangan mulai!" gumamnya sambil mendorong dada Alexander menjauh.Alexander tidak

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 107. Potret Dosa

    Selang beberapa menit kemudian, bus perlahan melambat. Suara rem berderit halus mengiringi hentinya kendaraan besar itu di sebuah halte kecil di kawasan pemukiman. Beberapa penumpang berdiri dan bersiap turun. Salah satunya adalah Ella.Bianca turun beberapa detik setelahnya, menjaga jarak tapi tetap tak kehilangan fokus.Dengan cekatan, Bianca membuntuti Ella dari seberang jalan. Ia bersembunyi di balik tiang lampu dan papan iklan besar supaya posisinya tetap aman.Ella hampir sampai ke pintu lobby.Namun tiba-tiba, dia berhenti. Memegang earphone-nya lebih cegat. Bianca menyipitkan mata, berusaha membaca gerak bibirnya dari jauh.Ella tidak bicara banyak. Hanya mendengarkan, lalu diam beberapa detik.Dan kemudian ...Ella membalikkan tubuhnya.Alih-alih masuk ke lobby, wanita itu berbalik arah. Melangkah ke sisi gedung, menuju jalan kecil yang sepertinya untuk basement parkiran bawah tanah.

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 106. Penguntit

    Sebuah mobil hitam berlapis kaca film tebal berhenti dengan tenang di seberang gerbang utama Vagazova University. Suasana siang menuju sore itu tampak biasa saja bagi para mahasiswa yang lalu lalang dengan tas di punggung dan buku di tangan. Namun, di dalam mobil tersebut, suasana jauh dari kata biasa.Pietro duduk di kursi pengemudi, sementara di kursi penumpang sebelahnya, ada Bianca. Keduanya tengah memegang sepasang teropong. Mereka tak saling berbicara. Fokus sepenuhnya tertuju ke arah pelataran kampus, tepatnya pada dua sosok wanita yang sedang sibuk pada aktivasinya masing-masing. Ella dan Chloe.Dua nama yang kini menyita seluruh pusat gravitasi dari rencana keluarga mereka.Pietro mengangguk pelan. Ia juga telah mengamati dua nama itu sejak mereka muncul dari arah gedung fakultas seni pertunjukan."Masalahnya ..." Pietro menurunkan teropongnya sambil menghela napas berat. "Ayah hanya memberiku satu perintah untuk menggunakan wan

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status