Langit tampak bersih. Hanya awan-awan tipis yang terlihat dari jendela pesawat. Visibilitas ke arah bawah tampak jelas. Pesawat sudah menurunkan ketinggian sejak beberapa saat sebelumnya. Saat itu bandara internasional Juanda sudah terlihat jelas. Tak lama berselang, pesawat mendarat dengan mulus.
Arya menyebut nama salah satu hotel di sekitar daerah Tunjungan ketika sopir taksi membawanya dari bandara. Sepanjang perjalanan, Arya dan sopir itu ngobrol tentang Surabaya yang sudah banyak berubah dibandingkan saat Arya terakhir ke sana. Sudah cukup lama Arya tidak ke kota penuh kenangan itu. Pandangannya melihat-lihat ke kiri dan kanan jalan sambil berusaha mengingat-ingat tempat-tempat yang pernah dikunjunginya dulu.
"Maaf, Pak. Kita sudah hampir sampai di hotel," kata si sopir dengan sopan.
"Oh ... iya," jawab Arya sambil melihat-lihat ke kanan dan kiri mencari-cari gedung hotel yang dia tuju.
Arya sengaja memesan kamar di hotel tersebut dan meminta kamar
Sepanjang perjalanan menuju ke rumahnya dari bandara, Arya mengenang masa lalu saat dia mulai mengenal Vina, seorang gadis yang memikat hatinya. Seorang mahasiswi semester tiga yang ramah dan disukai banyak orang karena keramahan dan kecantikannya.Banyak lelaki yang berusaha mendekatinya termasuk Arya. Saat itu Arya sudah mulai menyusun skripsi jadi pikirannya tidak benar-benar fokus mendekati Vina. Arya mengenal Vina dari salah seorang teman Vina. Arya kadang ngobrol dengannya kalau sedang ada kesempatan, tetapi belum pernah melakukan pendekatan meski Arya naksir dengannya.Teman-teman dekat Arya tahu kalau dia naksir Vina. Mereka greget karena Arya tidak melakukan pendekatan untuk menjadikan Vina pacarnya. Arya hanya mengungkapkan angan-angannya untuk memacari Vina, tetapi tak ada usaha mendekatinya secara khusus.Suatu malam, karena desakan teman-temannya, Arya datang ke rumah Vina untuk mengungkapkan perasaannya. Kebetulan Vina sedang ada di rumah saat itu.
Moge 300 cc berwarna hitam melaju dengan kecepatan sedang di sebuah jalan yang cukup sepi. Pengendaranya tampak gagah memakai jaket kulit hitam dengan celana jeans ketat dan sepatu boot. Meski wajahnya tersamar dibungkus helm flip up, tetapi bentuk tubuhnya menunjukkan jenis kelamin si pengendara.Bunyi nge-bass dari knalpot motor gede itu menderu dan terdengar jelas karena sedang berjalan sendiri di jalan sepi itu. Tak lama, deru motor berknalpot racing terdengar menyusul bahkan memepet di sisinya."Minggir..." ujar si pengendara motor bertipe sport 150 cc warna merah itu.Si pengendara moge bisa saja kabur memacu mogenya yang berkapasitas mesin dua kali lipat dari motor itu, tetapi dia memilih menepi. Diparkirkannya mogenya di tepi jalan sekitar tiga meter dari motor itu. Dia turun sambil membuka helm flip up yang dipakainya. Tampaklah wajah putih manis berhidung mancung si pengendara moge.Lelaki yang duduk di boncengan motor yang mencegatnya itu lalu
"Halo, Cecil?" Nita mengawali percakapan telepon."Iya. Ada apa nih?" jawab Cecilia di seberang sana."Ya ada akulah ...," ujar Nita sambil tertawa."Bukan gitu, maksudku ada kabar apa? Gitu loh," balas Cecil."Aku mau ngajak kamu hangout bareng kalo gakda kerjaan.""Ooh ... ayok! Aku lagi gakda kegiatan sih. Ke mana?""Cafe aja keknya yah? Ntar aku kirim lokasinya.""Oke deh. Jam berapa?" tanya Cecil."Dua jam lagi lah," jawab Nita."Sip. Sampe ketemu yak ...." Cecil menutup pembicaraan telepon.Nita melepas semua pakaian yang dipakainya, menarik handuk lalu masuk kamar mandi. Tinggal sendirian di rumah membuat Nita bebas melakukan apa saja termasuk hilir mudik dengan tubuh telanjang. Kadang dia hanya memakai celana boxer saat di rumah tanpa mengenakan apapun selain itu.Setelah mengeringkan tubuh dan rambutnya, disemprotnya ketiaknya dengan parfum beraroma musk yang maskulin. Ditariknya kemeja lengan pend
Arya sedang bercumbu dengan Vina di ruang tengah ketika bel rumahnya berbunyi. Vina membenahi pakaiannya yang terbuka akibat ulah Arya. Seperti biasa, hari Minggu hanya mereka berdua yang ada di rumah karena Inah libur."Eh ... Nita. Mari masuk!" ajak Vina ketika dia membuka pintu depan rumahnya.Nita hanya mengangguk lalu mengikuti Vina menuju ke ruang tengah. Dia mengangguk kepada Arya yang sedang duduk di sofa sambil menonton televisi. Ketika sampai di sana, Vina langsung membuka kaus yang dipakainya lalu melemparnya ke lantai. Sepasang buah dada montoknya tampak mencuat menantang. Dia langsung bersiap bercumbu dengan Arya."Ayo, gabung!" ajak Vina pada Nita.Nita lalu membuka jaket kulit yang dipakainya. Dia juga membuka sepatu kets yang dipakainya lalu duduk di sofa di samping Arya. Dilihatnya Vina mulai bernafsu berciuman dengan suaminya. Tangan Arya meremas-remas buah dada Vina yang montok.Vina sudah tak sabar ingin menikmati sodokan di kew
Melihat Vina yang sudah panas memainkan klitorisnya, Arya mencabut batangnya dari kewanitaan Nita. Ditidurkannya Vina di atas karpet di lantai. Arya memposisikan dirinya di antara selangkangan Vina. Dengan sigap, Vina melingkarkan kedua kakinya di pinggul suaminya yang tengah mencoblos kewanitaannya."Kak ... buruan masuki aku! Aku sudah hampir keluar nih ...," desak Vina.Arya serta merta menggenjot kewanitaan Vina yang sudah di ambang klimaksnya akibat masturbasinya barusan. Dengan semangat Vina menggoyangkan pinggulnya untuk menjelang orgasmenya yang hampir sampai. Sodokan-sodokan batang Arya yang digenjot dengan cepat membuat Vina segera mencapai klimaksnya. Arya menekan batangnya sedalam mungkin di rongga kewanitaan Vina. Dibiarkannya istrinya menikmati orgasmenya sampai tuntas.* * * * *Nita berjalan dengan kecepatan sedang dengan motornya. Bunyi motornya menderu membelah lalu lintas sore yang tak ramai. Tubuhnya masih terasa agak lemas akibat dua
Pertemuan siang itu dipimpin oleh Arya dan dibukanya pertemuan itu dengan penjelasan singkat tentang rencana meeting nanti malam. Arya minta Cecil yang menemaninya nanti malam untuk memaparkan rencana proyek tersebut. Tomo setuju karena memang semua persiapan paparan itu sejak awal ditangani oleh Cecil jadi dia yang paling paham tentang paparan itu.Cecil menampilkan slide demi slide yang akan dijelaskan Arya dalam paparan nanti malam. Arya membahas dengan semua yang hadir di sana garis besar apa yang akan dijelaskannya di setiap slide yang akan ditampilkan Cecil. Setelah sampai pada slide terakhir, Arya tidak minta koreksi apa pun karena apa yang sudah disiapkan Cecil sudah sesuai dengan yang sebelumnya sudah disampaikannya pada Nita. Urusan teknis seperti itu biasanya Nita yang mengatur semuanya dan membahasnya dengan tim multimedia untuk disiapkan paparan dan videonya.Pertemuan itu diakhiri setelah menonton tayangan video rancangan komplek cluster perumahan mewah y
Nita tampak serius menatap layat laptopnya. Diamatinya gambar demi gambar rancangan awal GRAND VINTAGE VILLAGE yang merupakan proyek perumahan mewah yang baru saja mereka dapatkan proyeknya. Selama enam bulan ke depan, kantor mereka akan disibukkan dengan rancangan arsitektur proyek itu. Sebagai konsultan arsitektur, tentu mereka bekerja sama dengan konsultan sipil yang merancang struktur bangunan proyek itu.Nada dering ponselnya berbunyi sambil berderik bergetar di meja kerjanya. Kepala Nita menoleh ke arah ponsel yang diletakkannya tak jauh di sisi kanan laptopnya. Ibu? Ada apa ya? pikir Nita melihat layar ponsel yang menampilkan nama kontak penelepon. Diambilnya ponsel itu lalu menggeser ikon hijau bergambar telepon di layarnya untuk menerima panggilan."Assalamualaikum, Bu." Nada bicara Nita sopan namun tampangnya menunjukkan rasa ingin tahu akan apa yang akan dikabarkan ibunya. Tidak biasanya ibunya meneleponnya saat jam kerja."Waalaikum salam. Gimana kab
Setelah melepas sepatunya, dihempaskannya tubuhnya ke tempat tidur. Kemeja lengan pendek dan celana jeans masih melekat di tubuhnya. Tubuhnya berbaring terlentang dengan pikiran yang tak mengenakkan.Bel rumahnya berbunyi. Siapa yang datang? pikir Nita. Dia tak merasa ada janji dengan seseorang untuk datang ke rumahnya. Dengan malas, dia bangkit dari tempat tidur dan melangkah malas ke pintu depan."Halo, Sayang ..." Suara manja seorang perempuan terdengar manis menyapanya ketika pintu depan dibukanya. Nita menjawab salamnya lalu mempersilahkannya masuk ke ruang tamunya yang berukuran kecil. Sebenarnya Nita sedang tidak dalam suasana hati yang tepat untuk menyambut Vina di rumahnya tapi dia berusaha untuk kelihatan tetap senang didatangi perempuan itu."Dari mana? Kok tumben datang gak kasih kabar dulu?" tanya Nita."Tadi sih iseng aja pulang kerja langsung ke sini. Habisnya, kak Arya tadi ngabari kalo dia pulang malam ... mau jalan sama Cecil." Air muka