Share

Bab 16

Author: Tarasari
Raut wajah Nendra berubah kaku karena dituding tajam oleh Talia, tetapi dia sama sekali tidak merasa dirinya salah.

Sebagai kakak, baginya Talia dan Limar itu sama saja. Keduanya adalah adiknya. Dia hanya ingin mereka akur dan tidak terus saling perhitungan. Dalam hati, dia menganggap Talia hanya salah paham dan belum cukup dewasa untuk mengerti bahwa dia melakukan semua ini demi kebaikannya.

Sambil menekan semua perasaan tidak nyaman di hatinya, Nendra berusaha berbicara dengan tenang, "Talia, aku tahu kamu nggak suka Limar, tapi dia itu kakak kandungmu sendiri. Kalian ini bersaudara dan punya ikatan darah. Kenapa kamu harus terus membeda-bedakannya?"

"Semua yang aku lakukan ini demi kamu. Tapi kalau kamu terus bersikap keras kepala begini, mana mungkin Keluarga Wicaksana bisa menerimamu setelah nantinya kamu menikah ke sana?" tanya Nendra.

Nendra menjelaskan, "Sebenarnya, aku nggak mau membiarkan Limar datang malam ini. Masalah kemarin pun nggak ada sangkut paut dengannya. Tapi begitu tahu kamu terluka, dia merasa sangat bersalah dan sedih. Dia bahkan berharap bisa menggantikan posisimu."

Nendra melanjutkan, "Nenek juga sudah menghukumnya. Dia menyuruh Limar berlutut lama sekali. Dia cuma ingin datang dan minta maaf serta mengajakmu pulang. Kenapa kamu harus menekan orang ...."

"Aku menekannya? Bukankah kalian yang menekanku?" Talia benar-benar muak pada orang-orang di hadapannya. Baik terhadap Nendra, Rahadi, maupun Limar yang berdiri di samping sambil menangis lembut seolah-olah dialah yang paling tersakiti.

Bagai seekor landak yang penuh duri, Talia tak sudi menahan kata-katanya. Dia melanjutkan, "Nendra, sejak kamu datang ke sini dan menuduhku menekan orang, pernahkah kamu bertanya gimana kondisiku? Pernahkah kamu peduli sedikit saja apakah aku ketakutan atau nggak?"

Talia menambahkan, "Kamu cuma bisa bilang aku nggak pengertian dan terus menyalahkanku karena nggak bisa menerima orang lain. Karena aku nggak suka Limar dan nggak mau bertemu dengannya, kamu langsung bilang aku picik."

"Karena aku nggak mau berbagi barang-barangku dengannya, kamu bilang aku egois dan cemburuan. Karena aku nggak ingin tinggal atau makan bersamanya, kamu bilang aku nggak punya kelapangan hati. Begitu dia menangis sedikit saja, kamu langsung tanpa ragu membelanya. Begitu dia bilang dirinya tersakiti, aku harus mengalah," lanjut Talia.

"Kamu nggak lihat gimana dia terus mendekatiku meski tahu aku nggak menyukainya. Sungguh nggak tahu malu. Kamu nggak lihat gimana tatapannya penuh keserakahan setiap kali melihat barang-barang di kamarku. Kamu juga nggak lihat betapa sombongnya dia saat memecahkan lilin abadi peninggalan ibuku. Yang kamu lihat, cuma kesalahanku saja," ucap Talia.

"Kamu bisa membiarkanku terlantar di hutan Gunung Caraka dan pura-pura nggak lihat luka-lukaku, tapi malah iba saat tahu Limar dihukum berlutut sebentar. Nendra, menurutmu itu adil?" tanya Talia.

Mata Talia memerah saat menatap wajah Nendra yang kini juga pucat seperti Rahadi barusan. Dia melanjutkan, "Kamu selalu menganggap dirimu paling benar dan bermoral, juga selalu bersikap keras padaku. Tapi coba tanya dirimu sendiri, apa sebenarnya yang sudah kamu lakukan?"

Talia berujar lagi, "Kudengar setelah kamu pulang ke kota kemarin, karena takut Limar sedih, kamu mengajaknya pergi beli perhiasan, naik perahu di danau bersama Rahadi dan Nugraha. Waktu kamu menyematkan tusuk konde ke kepalanya, pernahkah kamu terpikir saat itu aku sedang menangis dan ketakutan di tengah hutan?"

"Waktu kamu menenangkan dan menghiburnya, pernahkah kamu berpikir aku yang kamu tinggalkan itu masih hidup atau nggak? Atas dasar apa kamu bilang aku menekan orang?" tanya Talia.

Nendra seakan-akan disambar petir. Wajahnya langsung pucat saat melihat Talia. Dia ingin menjelaskan sesuatu, tetapi lidahnya kelu begitu melihat mata Talia yang tajam dan dingin. "Aku ...."

Melihat perubahan ekspresi Nendra, Limar langsung panik sehingga bergegas maju. Seiring terdengarnya suara, dia sudah berlutut di depan Talia.

Limar berujar, "Semua ini salahku. Aku nggak seharusnya pergi ke Kuil Ruhi. Aku juga nggak seharusnya berselisih denganmu. Kak Nendra cuma mau melindungiku kemarin, jadi sempat lengah dan melupakanmu. Tapi, dia sama sekali nggak pernah berniat untuk mencelakaimu. Dia juga cuma menginginkan yang terbaik untukmu, jadi jangan salah paham padanya ...."

Tubuh Limar yang lemah itu gemetar saat bersimpuh. Dia segera menghantamkan dahinya dua kali ke lantai, lalu melanjutkan, "Jangan salahkan Kak Nendra. Ini salahku. Kalau kamu mau memukul atau memarahiku, aku terima. Tapi, Kak Nendra sungguh nggak bermaksud jahat. Talia, tolong jangan marah pada Kak Nendra. Aku mohon padamu ...."

Limar berlutut dan bersujud di lantai. Dahinya sudah membiru dalam waktu singkat. Nendra yang sebelumnya masih linglung langsung tersentuh dan merasa iba. Dia buru-buru maju untuk menariknya sambil bertanya, "Limar, kamu lagi apa?"

Limar merespons, "Kak Nendra, ini salahku. Aku yang membuat Talia salah paham padamu. Akulah biang keroknya ...."

Tangisan menggantung di mata Limar. Dia memberi tahu Talia, "Talia, selama kamu mau memaafkan Kak Nendra, asalkan kamu nggak salah paham lagi pada Kak Nendra dan Kak Rahadi, aku rela melakukan apa saja."

Tadinya, Rahadi marah pada Limar karena dia telah menyembunyikan identitasnya dan membuatnya malu di Kediaman Mandaka. Namun kini, saat melihat wajah Limar yang penuh air mata serta tubuhnya yang lemah seolah-olah akan tumbang ditiup angin, hatinya kembali luluh.

"Talia, kamu masih bilang kamu nggak menekan orang? Limar itu kakakmu. Apa kamu nggak bisa sedikit saja berlapang dada?" tanya Rahadi.

Talia mencibir sebelum menimpali, "Nggak bisa."

"Kamu!" Rahadi mendongkol. Dia menarik Limar hingga berdiri, lalu membentak, "Kenapa kamu berlutut padanya? Lihat saja dirinya sekarang. Cuma karena dekat sama Tuan Atmaja, dia bahkan nggak menganggapku dan kakak kandungnya penting lagi!"

Rahadi benar-benar marah pada Talia yang terus menyerang, sampai-sampai bicara tanpa berpikir, "Talia, kamu bilang kami salah karena meninggalkanmu di Gunung Caraka. Tapi kamu juga harus ingat, kamulah yang duluan bertingkah seenaknya. Kami sudah minta maaf. Limar bahkan menangis dan berlutut di hadapanmu. Apa lagi yang kamu mau?"

Rahadi melanjutkan, "Lagian kamu juga nggak mati, cuma luka-luka ringan. Apa kamu ingin kami membayar dengan nyawa ...."

Di sisi lain, Berlian sedang menjaga sup obat untuk Talia di dapur. Dia merasa kasihan karena gadis itu sempat ketakutan kemarin, jadi dia sendiri yang memasakkan sup bergizi untuknya. Namun tak disangka saat dia lengah sejenak, Rahadi malah membawa kakak beradik Keluarga Respati menerobos masuk ke paviliun tempat tinggal Talia.

Begitu Berlian sadar, dia buru-buru menyusul ke sana karena khawatir Talia akan diperlakukan secara tidak adil. Saat baru saja masuk ke paviliun, dia langsung mendengar putranya mengeluarkan kata-kata seenaknya.

Berlian sontak melemparkan mangkuk sup panas yang dibawanya tepat ke kaki Rahadi. Sup panas itu terpecah di lantai dan membuat putranya menjerit kaget sambil mundur ketakutan.

Berlian melangkah maju, lalu bertanya dengan ekspresi penuh murka, "Siapa yang menyuruhmu membawa mereka masuk ke sini?"

Rahadi hendak membalas, "Bu ...."

Plak!

Belum sempat Rahadi berbicara banyak, Berlian langsung melayangkan tamparan keras hingga tubuhnya terhuyung ke belakang. Dia memarahi, "Sepertinya sifat burukmu ini memang nggak bisa diubah!"

"Kamu sudah lupa apa yang terjadi di Kediaman Mandaka tadi pagi? Jangan-jangan, semua yang kukatakan padamu itu cuma dianggap angin lalu? Kamu tahu betul Talia hampir saja celaka karena gadis jalang ini, tapi masih berani membawanya masuk ke sini?" marah Berlian.

"Bibi Berlian ...." Nendra terkejut dan hendak menjelaskan, "Bukan Rahadi, ini salahku ...."

"Tuan Nendra!" Berlian langsung menyela ucapannya dengan nada penuh kemarahan. Panggilan itu diucapkan begitu dingin dan tajam.

Berlian melanjutkan, "Ini adalah Kediaman Raja Hardana, bukan halaman belakang Kediaman Respati. Aku lagi mendidik anakku yang bebal, kejam, dan bodoh. Kamu sama sekali nggak berhak untuk ikut campur. Jangan-jangan kamu belum puas dengan jabatan sebagai juru tulis di istana ya, sampai-sampai mau mengajariku juga?"

Nada bicara Berlian penuh sindiran dan kemarahan. Mendengar itu, wajah Nendra seketika memucat dan ekspresinya berubah-ubah.

Berlian menambahkan, "Satu hal lagi, aku ini bibinya Talia, bukan bibimu. Pantas saja Keluarga Respati kalian bisa membesarkan seorang anak wanita simpanan yang nggak tahu tempat dan mengaku-aku saudara sesukanya. Rupanya semua pelajaran etika dan sopan santun yang Tuan Nendra pelajari bertahun-tahun juga sama sekali nggak ada gunanya."

Berlian menyindir, "Ketika bertemu denganku, kamu seharusnya tahu harus memberi hormat seperti apa, 'kan? Masa perlu aku ajarkan juga?"

Wajah Nendra awalnya terlihat bingung, lalu berubah menjadi tidak percaya dan akhirnya menjadi pucat pasi karena merasa sangat dipermalukan.

Meskipun Keluarga Raja Hardana dan Keluarga Respati tidak memiliki hubungan darah, berkat ibu Talia yang berasal dari keluarga cabang, kedua keluarga ini dulunya sangat dekat. Bahkan, Nendra sering keluar masuk Kediaman Raja Hardana.

Selama ini, Berlian selalu bersikap ramah padanya dan Nendra pun terbiasa memanggilnya bibi seperti yang dilakukan Talia. Siapa sangka, hari ini Berlian tiba-tiba mengubah sikapnya menjadi seperti ini.

Melihat tatapan dingin Berlian, Nendra merasa dipermalukan habis-habisan. Berhubung tak kuasa menahan perasaannya, dia pun menoleh pada Talia dan berharap gadis itu akan bersuara untuk membelanya.

Tidak disangka, Atmaja langsung mengibaskan lengan bajunya dan menempatkan Talia yang matanya sudah memerah di belakang tubuhnya untuk melindunginya sepenuhnya.

"Tuan Nendra, apa kamu nggak mengerti kata-kata Ratu Hardana? Jangan-jangan, kamu memang nggak tahu sopan santun?" tanya Atmaja. Dia lalu memerintahkan, "Pirata, tolong ajarkan dia."

Pirata langsung maju membawa pedangnya dan tanpa ragu menendang keras pergelangan kaki Nendra hingga dia jatuh berlutut.

"Saat bertemu dengan anggota keluarga kekaisaran, seorang pejabat biasa harus memberi hormat dengan sujud penuh. Tuan Nendra, tolong diingat baik-baik. Lain kali, jangan sampai lupa lagi ya," ucap Pirata.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Kasih Sayang Tuan Atmaja   Bab 50

    Indriya merasa seperti baru pertama kali mengenal cucunya. Dia mengamati Talia, lalu berujar, "Kenapa kamu bicara begini? Kejadian jatuh dari tebing itu cuma kecelakaan, kenapa kamu terus mengungkit mati?"Indriya melanjutkan, "Kalau tahu kamu begitu takut, aku akan tetap berusaha menjemputmu pulang biarpun sakit hingga nggak bisa turun dari tempat tidur beberapa hari lalu."Indriya hendak menarik tangan Talia, tetapi dia menyadari luka di tangannya yang dibalut kain sangat parah. Indriya terpaksa merangkul bahu Talia dengan lembut. Matanya memerah dan dia berkata seraya terisak, "Nenek yang salah, seharusnya Nenek nggak membiarkan kamu menderita di luar."Talia dipeluk neneknya. Hanya saja, dia malah bergidik. Talia tidak pernah menyadari ternyata neneknya sangat pandai bicara. Perhatiannya bisa membuat Talia terbuai.Jika bukan karena sudah pernah melihat kekejaman Indriya, takutnya Talia benar-benar percaya orang tua di depannya memang menyayanginya.Talia mencubit luka di jarinya d

  • Terjerat Kasih Sayang Tuan Atmaja   Bab 49

    Dari dulu, nenek Talia adalah sosok yang "penyayang". Di kehidupan sebelumnya, Indriya yang memukul Nendra dan menghukum Limar setelah Talia pulang dengan keadaan terluka. Dia juga langsung meminta maaf kepada Berlian.Indriya memeluk Talia sambil menangis tersedu-sedu. Dia memarahi Nendra, Rahadi, dan Nugraha. Indriya yang merasa kasihan pada Talia terus menemaninya di samping tempat tidur sambil berlinang air mata. Dia berharap bisa menggantikan Talia, sepertinya dia lebih sedih daripada Talia yang terluka.Kemudian, Indriya juga yang bersikap dingin saat menyuruh Talia berhenti merajuk. Dia memperingatkan Talia untuk tahu batasan dan memikirkan kepentingan Keluarga Respati. Indriya melarang Talia merusak masa depan Nendra karena masalah sepele.Indriya melihat Talia dikurung di paviliun terbengkalai. Dia membiarkan Nendra dan lainnya menghina Talia. Indriya melihat mereka membantu Limar merebut semua barang peninggalan ibunya Talia secara perlahan dan menyokong Limar menjadi wanita

  • Terjerat Kasih Sayang Tuan Atmaja   Bab 48

    Indriya menjadi bersemangat. Dia tiba-tiba merasa Talia yang terluka di Gunung Caraka kali ini adalah hal bagus. Setidaknya mereka bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk mendekati Atmaja.Tidak peduli apa yang disukai Atmaja dari Talia. Yang penting Keluarga Respati bisa mendapatkan keuntungan.Sementara itu, Retni tidak merencanakan apa pun. Dia hanya merasa cemburu pada Talia yang mendapatkan kediaman semewah ini. Beberapa hari ini, Keluarga Respati sangat cemas. Namun, Talia malah hidup tenang.Retni melihat bawahan Kediaman Magnolia membawa mereka masuk ke aula depan, tetapi dia tidak melihat Talia keluar.Retni berkomentar, "Apa yang dilakukan Talia? Bu, kamu sudah datang, tapi dia nggak keluar untuk menyambutmu. Sebaliknya, dia malah membiarkan senior menunggu di luar. Benar-benar nggak tahu aturan ...."Dina menyajikan teh. Ekspresinya sangat muram saat berucap, "Nyonya Retni, luka di tubuh Nona Talia belum sembuh. Dia masih harus minum obat setiap hari. Waktu kalian datang, tab

  • Terjerat Kasih Sayang Tuan Atmaja   Bab 47

    Mereka tidak mungkin membiarkan Indriya menunggu di luar, tetapi Talia bisa menghindari Indriya dengan alasan sakit.Mendengar ucapan Dina, Talia menggeleng dan menanggapi, "Menunda nggak bisa menyelesaikan masalah. Kediaman Raja Hardana cukup jauh dari Gang Awar. Biarpun Bibi mendapatkan kabar, dia juga nggak sempat datang."Talia menambahkan, "Lagi pula, hari ini mereka datang untuk menemuiku. Walaupun sekarang aku sekarat, aku tetap nggak bisa menghindari Nenek yang mau bertemu denganku.""Tapi Nona ...," ucap Nia. Dia takut Talia disakiti saat menghadapi kedua orang itu.Talia memang takut kepada Indriya, tetapi terkadang dia tetap harus menghadapi masalahnya sendiri. Talia tidak mungkin selalu bergantung pada Atmaja dan Berlian.Talia berujar kepada Dina, "Bi Dina, tolong suruh orang bawa mereka ke aula depan. Bilang saja aku akan segera ke sana setelah selesai mengobati lukaku."Dina terpaksa keluar setelah melihat Talia sudah membuat keputusan. Namun, dia tetap khawatir. Dina di

  • Terjerat Kasih Sayang Tuan Atmaja   Bab 46

    Sewaktu Indriya pergi ke Gang Awar, cuacanya sangat bagus. Kamala datang ke kediaman untuk mengobati luka Talia.Kuntum bunga mawar di halaman sudah tumbuh. Daun-daun menjalar di bambu. Puri dan Dina mengarahkan beberapa pelayan untuk membuat ayunan di luar.Talia yang bersandar di jendela mengobrol dengan Kamala. Dia mendengar Kamala menceritakan hal menarik yang dialaminya di Suhan saat mengobati orang sakit.Kamala berkata, "Kamu nggak tahu orang-orang aneh yang kutemui. Akhir tahun lalu, aku bertemu dengan orang yang sekujur tubuhnya berbulu. Bahkan bulunya panjang dan hitam pekat. Wajahnya ditutupi bulu sampai-sampai cuma kedua matanya yang terlihat.""Pria itu takut dilihat orang lain, jadi dia menyusup ke balai pengobatan dan berdiri di depan pintu kamarku saat tengah malam. Aku kira dia itu siluman beruang hitam waktu melihat tubuhnya yang hitam. Aku sangat ketakutan dan hampir pingsan," lanjut Kamala.Kamala meneruskan, "Suatu kali, aku kekurangan 1 jenis bahan obat-obatan wak

  • Terjerat Kasih Sayang Tuan Atmaja   Bab 45

    Selama ini, reputasi Keluarga Respati selalu dijaga dengan baik. Keluarga Nugraha pun telah banyak membantu dan gelar kebangsawanan tinggal selangkah lagi untuk diwariskan. Namun, kini semuanya hancur di tangan Talia.Retni berbicara dengan nada penuh amarah, "Kalau gelar Keluarga Respati benar-benar dicabut dan reputasi Nendra rusak karena kejadian ini hingga membuat Kaisar membencinya, aku nggak akan tinggal diam terhadap Talia.""Cukup! Kamu kira situasi ini belum cukup kacau?" Indriya menegur. Melihat Retni masih tidak bisa menerima, Indriya meneruskan dengan kesal, "Waktu kalian memulai semua ini, seharusnya kalian membereskan segalanya sampai bersih.""Kalian ingin menerimanya, tapi nggak mengurus identitasnya dengan baik. Sekarang kalian malah menyalahkan orang lain karena menemukan celah kalian?"Wajah Aris pun menjadi semakin suram. Dia tak pernah menyangka, Talia yang biasanya patuh dan lembut, bisa begitu kejam hingga tak meninggalkan ruang untuk berunding.Indriya menarik n

  • Terjerat Kasih Sayang Tuan Atmaja   Bab 44

    Atmaja bangkit dan melangkah keluar dari dalam istana, lalu menggunakan saputangan untuk menyeka bahunya yang tadi ditepuk. Ekspresinya menunjukkan rasa jijik."Tuan Atmaja, Tuan Aris dan Tuan Nendra masih berdiri di sana," lapor salah satu penjaga.Atmaja melempar saputangan itu ke lantai, lalu melirik ayah anak yang sudah tampak limbung disinari terik matahari. Dia berujar, "Yang Mulia sudah pergi ke tempat selirnya dan nggak meninggalkan pesan. Hanya bilang nanti akan memanggil mereka."Penjaga itu langsung paham. Ternyata kabar yang beredar itu benar. Ayah dan anak dari Keluarga Respati ini telah membuat Atmaja murka.Semua orang tahu, kalau Kaisar sudah masuk ke bagian belakang istana, dia tidak akan kembali ke aula sampai besok pagi.Penjaga itu tak berani berkata banyak dan kembali berdiri di tempatnya. Sementara Aris dan Nendra yang telah berdiri sejak pagi sampai sore hari, mulai pucat karena dehidrasi dan kelelahan.Mereka sempat ingin mencari seseorang untuk bertanya apa mak

  • Terjerat Kasih Sayang Tuan Atmaja   Bab 43

    Atmaja tak menanggapi tatapan penuh senyum Kaisar Atharwa, seakan-akan tak mendengar maksud tersembunyi di balik ucapannya.Dia hanya menjatuhkan bidak hitam ke papan catur, menunduk sambil berkata, "Memang lumayan cocok. Kalau nggak, saya juga nggak akan repot-repot membawa pulang seseorang dari Gunung Caraka yang begitu besar.""Yang Mulia juga tahu, akhir-akhir ini saya sedang pusing dengan urusan transportasi pangan ke ibu kota. Beberapa keluarga bangsawan itu seperti tempurung kura-kura, nggak bisa ditemukan celah apa pun. Saat saya sedang buntu, langit tiba-tiba menunjukkan belas kasih, menganugerahi saya pertemuan ini."Mendengar itu, Kaisar Atharwa tertawa terbahak-bahak. "Kamu ini sungguh berhati batu. Sama sekali nggak tahu caranya mengasihi perempuan.""Saya ini hanya seorang kasim. Mau mengasihi siapa?""Padahal gadis kecil itu kasihan sekali, 'kan?""Saya menyelamatkan nyawanya, memberinya tempat tinggal. Apa yang perlu dikasihani? Kalau nggak ada saya, dia pasti sudah jat

  • Terjerat Kasih Sayang Tuan Atmaja   Bab 42

    Talia sudah menetap di Gang Awar sehingga Kediaman Wicaksana menjadi sangat sunyi.Di luar tampak tenang, tetapi kericuhan di Keluarga Mandaka masih belum mereda. Para anggota Keluarga Respati dan Nendra beberapa hari ini hidup dalam tekanan besar, benar-benar seperti berada di neraka.Aris sebelumnya mengira Talia mudah dikendalikan, sehingga tidak menangani dengan benar dan membiarkan masa lalu Limar terungkap. Fakta bahwa ibu kandung Limar adalah seorang wanita simpanan tak dapat disembunyikan dari orang-orang yang ingin menyelidikinya.Begitu terkuak bahwa Limar adalah anak dari seorang wanita simpanan, sementara Keluarga Respati menganggapnya sebagai anak selir, bahkan membiarkannya menindas keturunan sah hingga hampir membuat Talia yang patim piatu celaka, Keluarga Respati langsung dihujat habis-habisan.Baru saja sidang pagi di istana dimulai, Aris dan Nendra langsung mendapatkan pengaduan dari para pejabat pengawas. Yang satu dituduh tak mampu mengurus rumah tangga, yang satu l

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status