Share

Dasar Penipu

“Lain kali buatlah hal yang wajar untuk membawaku pergi!” Olivia kembali berkata. Dengan nada kesal pada pria yang ada di sampingnya.

“Apa terasa sakit?” tanya orang yang baru saja menarik masuk Olivia ke dalam mobilnya. 

“Tidak.” 

“Menangislah! Jika kamu ingin menangis,” sambung orang itu. Sembari menyentuh pipi Olivia yang memerah. 

“Tuan Nolan, tidak perlu mencemaskan aku.” 

Olivia berkata lalu menepis tangan pria itu yang menyentuh pipinya. Dia memang masih merasakan panas di pipinya tetapi rasa sakitnya tidak terasa karena kekecewaannya terhadap sang ayah.

“Ian, kita pergi dari sini!” perintah Nolan pada sang asisten.

Mobil pun melaju meninggalkan perusahaan. Olivia masih merasa kesal dengan yang dilakukan oleh Nolan. 

“Mengapa kamu ada di perusahaan ayahku? Apa kamu menyimpan pelacak di tubuhku?!” tanya Olivia. Dia penasaran bagaimana pria itu bisa tahu posisinya saat ini. 

“Temani aku ke pesta malam ini.”

“Dalam perjanjian tidak ada kewajiban bagiku untuk menerima perintahmu seperti ini,” ujar Olivia. 

“Apa tamparan ayahmu itu sudah membuatmu amnesia?” tanya Nolan dengan dingin. 

“Kamu ....” 

“Sebaiknya kamu baca kembali surat perjanjian kita!” sela Nolan. 

Olivia terdiam sejenak. Dia mengingat kembali poin-poin yang sudah disetujui olehnya. Dia menghela napas panjang setelah dia mengingat semuanya dan kali ini dia tidak bisa menolaknya. 

“Baiklah. Aku akan berperan sebagai wanitamu,” ujar Olivia. 

  ***

Olivia sudah bersiap dengan gaun berwarna merah menyala. Riasannya pun tidak terlalu tebal. Namun, dia terlihat sangat cantik dan anggun. 

Nolan terpaku saat melihat kecantikan yang terpancar dari Olivia. Akan tetapi, dia dengan cepat bisa mengubah raut wajahnya menjadi datar lagi. 

“Ayo kita pergi. Aku yakin kamu akan menyukainya,” ucap Nolan sembari berjalan terlebih dahulu ke arah mobilnya. 

“Dasar pria dingin. Jalannya begitu cepat,” ucap Olivia. Sembari berusaha mengejar langkah Nolan dengan sepatu tinggi yang dipakainya.

Beberapa saat kemudian, Olivia tiba di sebuah rumah besar. Dia mengenali rumah itu. Sebab dia pernah masuk ke rumah itu bersama sahabatnya. 

Dia juga melihat beberapa tamu undangan yang hadir. Mereka semua adalah para pengusaha sukses di kota ini. Pikirkannya melayang dan berpikir apakah ayahnya juga akan ada di dalam pesta malam ini.

“Saatnya beraksi, Olivia Sander,” ucap Nolan. Sembari mengulurkan tangannya. 

Olivia terdiam sejenak lalu tersenyum simpul. Dia menerima uluran tangan Nolan dan mereka pun berjalan masuk ke dalam. Matanya berkeliling untuk mencari seseorang. Akan tetapi, dia tidak bisa menemukannya. 

Dia mulai merasa canggung karena banyak orang yang menatap ke arahnya. Serta dia merasakan ada seseorang yang menatapnya dengan tajam, sehingga membuatnya merasa diawasi.

“Berikan senyumanmu. Dia sedang memperhatikanmu,” bisik Nolan. 

Olivia langsung mengeluarkan senyumannya karena dia melihat Miranda yang sedang menatapnya tajam.

Dia pun mulai memperlihatkan kepada ibu tirinya jika saat ini dirinya tengah dekat dengan Nolan. Dia tersenyum penuh kemenangan saat melihat rasa kesal dari raut wajahnya. 

“Ayah ....” 

“Ikut denganku!” sambung sang ayah. Yang terlihat tidak suka dengan pria yang ada di samping putrinya. 

Olivia melihat anggukkan kepala Nolan. Seraya mengizinkannya untuk pergi dengan ayahnya. Dia pun pergi bersama sang ayah.

“Mengapa kamu datang dengannya? Apa kamu mengenalnya?” tanya sang ayah. Dengan nada menginterogasi. 

“Aku sudah mengenalnya.” 

“Jauhi dia! Dia pria yang akan membuatmu menderita!” perintah sang ayah.

Olivia tersenyum simpul lalu berkata, “Tidak masalah. Lagi pula aku sudah terbiasa kecewa oleh ayahku sendiri.” 

“Kamu ....”

“Ayah, ingat di sini adalah pesta. Jika ingin menamparku jangan di sini,” sela Olivia. Yang mengingatkan sang ayah. 

Sang ayah mengepalkan tangannya. Dia menahan rasa marah di dalam hatinya. Dia pun langsung memberikan senyum hangatnya saat seorang rekan bisnis menghampirinya. 

Olivia mengambil segelas minuman yang ada di atas nampan pelayan yang melewatinya. Sekarang matanya tertuju ke arah Miranda yang mendekat ke arahnya. 

“Tinggalkan, Nolan!” perintah Miranda dengan tegas. 

“Apa alasannya?” 

“Dia tidak pantas untukmu!” jawab Miranda. 

“Lantas apakah hanya kamu yang patas untuknya?” timpal Olivia dengan nada menghina. 

“Kamu! Jangan memancingku! Kamu tahu aku bisa melakukan hal yang lebih buruk lagi, ‘kan?” 

Olivia tersenyum sekilas lalu berkata, “Kamu masih mencintai mantanmu itu ya.” 

Dia kembali tersenyum saat melihat raut wajah Miranda yang terkejut dengan apa yang barusan dikatakan olehnya. Dia mulai yakin jika wanita yang ada di depannya memang masih mencintai Nolan.  

“Sebaiknya kamu jaga saja suamimu. Dan aku akan menjaga mantanmu dengan penuh ...,” ucap Olivia tanpa melanjutkan kalimatnya. Sehingga membuat Miranda semakin kesal saja.

“Kamu akan menyesal karena sudah memancingku Olivia, sayang.” 

Miranda berkata sembari tersenyum kecut. Sorot matanya penuh dengan kebencian pada putri tirinya. Dia pun pergi meninggalkan Olivia karena tidak ingin kehilangan kontrol. Sehingga membuat malu dirinya sendiri.

“Yang akan menyesal adalah kamu. Ibu tiriku,” sambung Olivia. 

Dia pun berjalan menuju balkon. Dia merasa pengap di dalam ruangan itu. Sehingga perlu menghirup udara segar. 

Olivia berdiri di sana dan melihat ke arah luar. Taman yang begitu indah dengan lampu-lampu yang menyala saat malam hari. 

“Mau ke mana dia?” gumam Olivia. Sekilas saat dia melihat Nolan pergi ke suatu tempat.

Dia mengikuti pria itu, menelusuri lorong. Langkahnya terhenti tatkala mendengar suara yang dikenalnya di dalam sebuah ruangan. 

Dia bisa melihat ke dalam ruangan itu karena pintunya tidak tertutup rapat. Betapa terkejutnya dia saat melihat siapa orang yang ada di dalam ruangan itu. Yang tidak lain adalah Nolan dan Miranda. 

“Nolan, tinggalkan Olivia dan kembalilah padaku. Setelah aku berhasil mengusai semua harta suamiku ... aku jamin kita akan bahagia,” ucap Miranda. Lalu dia kembali mengecup bibir Nolan.

Olivia mengepalkan tangannya sambil meremas gelas minuman. Perlahan air matanya meleleh. Dia ingin sekali mencabik-cabik Miranda sampai hancur. Namun, dia tidak menghampiri mereka begitu saja. 

“Dasar penipu!” gumam Olivia. Penuh dengan kemarahan. 

Dia pun pergi dari tempat itu. Dia hendak berjalan ke area parkiran. Tiba-tiba ada seseorang yang membekap mulutnya dari belakang sambil menarik pinggangnya menuju ke ruangan kecil yang ada di dekatnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status