"Rencana apa?"
"Aku ingin membuat Tuan Muda Harshil yang baru!"
Harshil terkejut mendengarnya, ia memutar bola mata ke arah Inara yang tampak santai mengatakannya. "Hah? Maksudmu anak? Kita membuat anak begitu?"
"Ish, siapa yang bilang anak!"
"Lah itu maksudnya apa? Tuan Muda Harshil yang baru?"
"Oh, hahaha."
"Kenapa tertawa?"
Inara masih cekikikan, rupanya Harshil salah mengira ucapannya.
"Ditanya kok malah tertawa terus!"
"Habisnya lucu."
"Apanya yang lucu? Aku bukan tukang lawak lho."
"Ya pikiran kamu kok sampai situ, Mas?!"
Harshil menghela nafasnya dalam-dalam. "Terus maksudnya apa?"
Ettan yang melihat mereka dari balik kaca spion hanya tersenyum simpul. Ia ikut merasakan bahagia, ternyata kehadiran Inara mampu membawa pengaruh positif pada orang di sekitarnya, terlebih Tuan Harshil.
"Ehemm ... Maksudnya, aku ingin Mas Harshil tuh berubah. Yang tadinya gak bisa
Mungkin terdengar konyol, dengan cinta yang tiba-tiba datang secara misterius. Dua orang yang awalnya tak merasakan hal yang disebut dengan cinta, kini justru tumbuh benih-benih yang membuat hati berdebar-debar tak menentu.Cinta, sebuah kata sederhana dengan sejuta makna. Cinta adalah saat kita merasakan getaran di dalam dada. Dia yang selalu terucap dalam setiap doa. Memandanginya menjadi hal yang terindah, dan karena cinta pula, kelemahannya tampak menjadi sebuah kelebihan yang membuat kita semakin mengaguminya.Cinta sejati itu bukan apa yang kita lihat, tapi apa yang kita rasakan, bukan bagaimana kita mendengarkan tetapi bagaimana kita memahami, dan bukan bagaimana kita melepaskan tapi bagaimana kita bertahan.Cinta adalah dia yang mau menerima apa adanya. Tak ada paksaan, tak ada tuntutan, dia yang mencintai tanpa syarat, dia yang mencintai tanpa alasan hingga tak mengharapkan untuk kembali. Dia yang mencintai tanpa memandang rupa maupu
"Teriak saja, aku justru ingin semua orang tahu, termasuk suamimu yang lumpuh itu. Kalau kubilang kamu duluan yang menggodaku, kira-kira bagaimana ya reaksi mereka? Siapa yang akan mereka percayai disini? Aku atau kamu?"Inara berusaha meronta dari cengkeraman Ryan. Rumah sebesar ini, bila teriak pun rasanya percuma. Hal itu mungkin akan menjadi sia-sia bila tak ada yang mendengarnya. Belum lagi sikap Ryan yang bisa saja nekat berbuat lebih jauh lagi.Inara menoleh ke kanan dan kiri, tak ada satupun pelayan yang datang ke arah dapur. Entah mereka pergi kemana.'Apa semuanya sudah dirancang oleh Ryan?' batinnya bertanya-tanya sendiri."Hei manis, kamu gak bisa kabur dariku. Mari kita lanjutkan yang tertunda."Inara terdiam, dia berusaha melepaskan diri. Tapi pria itu benar-benar mengungkungnya membuat Inara tak bebas bergerak."Sekarang keberuntungan sedang berada di pihakku. Menarik bukan?"Ryan makin menatapnya dengan p
Ettan terkekeh melihat ekspresi sang istri. Lucu juga, gumamnya sendiri.Sementara Ettan yang sesekali memperhatikan dari kaca spion hanya mampu tersenyum simpul.Mobil sport mewah warna hitam kini sudah memasuki sebuah kawasan villa yang megah, dinamakan villa putih, karena semua exterior dan interiornya berwarna putih. Terletak di antara bukit yang menjulang. Setelah melewati jalanan berkelok, turunan dan tanjakan yang cukup memacu adrenalin.Setelah sampai di villa putih itu, mereka disambut oleh seorang pelayan yang akan mengurus segala keperluannya selama tinggal di Villa.Tak sabar, Inara turun dari mobil. Ia berjalan pelan, sedikit menjauh dari mobil, wanita itu menuju ke bawah pohon yang sangat rindang.Untuk beberapa jeda, mata Inara mengamati sekeliling, memandang dengan takjub keindahan alam sang pencipta. Pepohonan yang hijau nan rindang mengelilingi villa ini. Sungguh sangat indah dan menawan. Belum lagi hawa
"Ada kabar mengenai Tuan Hara.""Ayah? Kenapa dengan ayah?" tanya Harshil lagi."Dokter tidak bisa menjelaskannya di telepon, Tuan. Kita diminta untuk datang ke Rumah Sakit.""Ya sudah, siapkan mobil.""Baik, Tuan."Ettan membungkukkan badannya kemudian menuju garasi mobil, mengeluarkan mobil sport dari sana."Mas, aku ikut ya," ucap Inara membuyarkan lamunan Harshil. Entah apa yang tengah dipikirkannya, yang jelas raut wajah lelaki itu tampak begitu gusar.Harshil hanya mengangguk saja."Kau terlihat tidak baik-baik saja, Mas?""Ya, aku takut terjadi sesuatu dengan Ayah. Sudah sangat lama ayah koma, bila ada kabar mendadak seperti ini, bukankah terjadi sesuatu hal buruk dengan Ayah?""Mas, siapa tahu dokter membawa kabar gembira untukmu. Ayah siuman, misalnya."Harshil menghela nafas dalam-dalam. "Entahlah, tapi firasatku sudah tak enak dari semalam. Aku sudah tak punya ibu sejak
"Malam ini, kita akan pulang ke rumah kakek dulu. Mereka sudah mempersiapkan kamar kita," ujar Harshil.Inara mengangguk. Sebenarnya dia merasa keberatan. Karena di rumah yang besar dan mewah itu, dia akan bertemu dengan si penjahat. Tapi apa boleh buat, demi menghormati kepergian ayah mertuanya dan keluarga Harshil yang dirundung duka, ia harus mengikuti kemanapun sang suami pergi.***Inara membuka pintu kamar, melihat Harshil yang tengah merenung di sudut kamar, pandangannya menerawang jauh, menatap ke arah luar jendela.Memangnya apa yang dilihat? Sudah malam begini hanya ada kegelapan, dan pendar cahaya lampu."Mas?" panggil Inara pelan.Tak ada jawaban apapun darinya. Harshil seakan malas untuk menanggapi. Hatinya sedang terluka, ia masih kehilangan. Sakit. Semenjak pulang dari tempat pemakaman, ia mengurung diri di kamar. Tak ada sepatah kata apapun yang keluar dari mulutnya. Sementara Inara tadi
"Besok kita kembali lagi ke villa, itu kan yang kamu mau?""Bener, Mas?""Iya.""Okey. Tapi besok jadwalmu fisioterapi, Mas.""Ya, kita ke rumah sakit dulu. Habis itu kita langsung pulang ke Villa.""Alhamdulillah, syukurlah, aku senang kamu langsung setuju untuk terapi, tak perlu berdebat lagi masalah ini.""Ya, aku ingin sembuh. Demi kamu."Mereka berdua saling melempar senyum. Harshil masih menatap istrinya.Brakk ...! Tiba-tiba terdengar suara benda terjatuh. Keduanya menoleh, Inara bergegas melihat siapa yang berada di sana dan mencuri dengar obrolannya.Ia melihat sekelebat bayangan menjauh."Siapa, Inara?" tanya Harshil.Inara memungut pot bunga plastik yang terjatuh dari tempatnya."Gak tahu Mas," sahut Inara.Harshil terdiam. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya."Mas, aku beresin piringnya dulu, nanti nyusul kamu ke kamar.""Kita bare
"Inara ..." panggil Harshil pelan.Inara menoleh dan menatap takjub lelaki itu berdiri tak jauh di belakangnya."Mas, kamu ..." Inara menutup mulutnya tak percaya.Masih tertatih, Harshil mendekat dan memeluk tubuh istrinya dengan hangat."Aku sangat ingin memelukmu, makanya aku berdiri," kilah Harshil membuat bunga-bunga di hati Inara makin bermekaran.Harshil mencium puncak kepala istrinya berkali-kali."Inara, kenapa kamu masih pakai jilbab di dalam kamar? Kenapa gak dilepas saja?"Inara mendongak, menatap wajah sang suami. Senyuman mengembang di wajahnya yang manis."Aku kan belum mandi, Mas," sahut Inara tertawa kecil."Pantas, ada bau-bau khas ... Khasyeeem ..."Inara mencubit perut suaminya. "Ih sok tau! Nyebelin!""Hahahaha, walaupun belum mandi, kau tetap wangi.""Mulai deh, menggombal! Aku mandi dulu, Mas.""Tunggu sebentar!" cegahnya."Kenapa, Mas?"
"Yess! Aku berhasil mendapatkanmu. Harshil takkan mengira kalau ini semua ulah orang terdekatnya."Pria itu menyeringai, sesekali melirik ke arah wanita yang tak sadarkan diri di sampingnya."Kamu gadis desa yang cantik," ujarnya sembari mengelus pipi Inara.Pria itu mengambil ponsel di saku jaketnya lalu melakukan panggilan."Hallo, Om. Aku sudah berhasil menangkapnya. Langkah selanjutnya bagaimana?""Bagus. Wanita itu terserah mau kau apakan. Yang jelas aku hanya butuh Harshil menyusul ayahnya ke neraka," sahut suara dari seberang telepon."Caranya?""Jebak dia. Bawa dia ke suatu tempat seolah-olah istrinya ada di sana. Kalau dia benar-benar mencintai istrinya, dia pasti akan datang. Lalu segera ledakkan tempat itu biar Harshil lenyap dalam kobaran api.""Ettan bagaimana?""Kau pasti bisa bereskan sopir sialan itu. Jangan sampai dia menghambat kerja keras kita.""Baik, Om.""Inga