Share

9. Unfair

Author: Merspenstory
last update Last Updated: 2023-07-27 12:54:51

Lonceng yang terpasang di pintu cafe berbunyi saat seseorang mendorong pintu itu hingga terbuka. Detik berikutnya muncul sosok pria yang begitu tinggi dengan setelan jas yang membalut tubuhnya dan berjalan masuk hingga ke dalam.

Kikan merasa seolah waktu berjalan dengan sangat lambat saat kedua matanya menangkap sosok yang begitu tinggi dan rupawan itu. Pria itu, di mana Kikan pernah melihatnya? Benarkah dia manusia dan bukan malaikat maut yang ingin mencabut nyawa nya?

“Kikan?” seru pria itu.

Kening Kikan sedikit berkerut. Rasa-rasanya suara ini pernah ia dengar sebelumnya di suatu tempat. Tapi di mana?

“Akhirnya kita bertemu di tempat yang pantas. Senang melihatmu berada di sini daripada kelab malam.”

Ah benar juga! Kelab malam! Kikan seketika bisa mengingat pertemuan mereka saat pria itu menyinggung soal kelab malam.

Dia ‘kan pria yang sama yang tiba-tiba menyeretnya keluar dari ruangan lalu memarahinya seolah mereka saling kenal. Yup! Pria jangkung nan rupawan yang berdiri di hadapan Kikan sekarang adalah Dewandra, si pria menyebalkan bagi Kikan.

Karena pertemuan mereka malam itu terjadi di tempat yang kurang pencahayaan seperti kelab malam, maka tidak heran jika Kikan tidak bisa melihat wajah pria itu dengan jelas. Kikan jadi menyesal karena sempat terpesona akan ketampanannya beberapa saat yang lalu.

“Selamat datang di You & Me Cafe,” sapa Kikan dengan senyum manisnya. Sama sekali tidak menggubris ucapan Dewandra kepadanya soal kelab malam.

Kikan paham betul aturan mainnya saat ia sedang bekerja. Seberapapun ia merasa sangat jengkel kepada Dewandra, Kikan harus menepis perasaannya itu sebab pelanggan adalah raja. Kikan harus melayani Dewandra sebagai pelanggan cafe tempat ia bekerja dengan senyum manisnya tak peduli sejengkel apapun hatinya—dan jangan lupakan bagian harus selalu ramah kepada pelanggan.

Kikan mengikuti Dewandra yang berjalan menuju meja. Menyerahkan buku menu lalu menunggu pria itu menyebutkan pesanannya. Namun baru beberapa saat pria itu melihat buku menu, ia langsung menutupnya lalu meletakkannya ke atas meja.

“Apa menu paling best seller di sini?” tanya Dewandra. Matanya menatap netra indah milik Kikan yang bewarna kecokelatan dengan penuh kelembutan.

Kikan berdeham pelan. “Anda bisa melihatnya di buku menu, Pak. Di sana tertera menu best seller kami.”

Dewandra tersenyum miring, tatapannya yang penuh kelembutan kini berubah seketika. “Apa memang seperti ini pelayanan di sini? Aku bertanya sebagai pelanggan yang akan—”

“Croffle dengan saus ganache, itu salah satu menu best seller kami.”

“Oh. Kenapa kamu hanya menyebutkan salah satunya saja? Kenapa tidak disebutkan semua menu best seller yang ada?”

“Selain itu adalah menu best seller di sini. Menu itu juga rekomendasi dari saya. Meskipun Anda tidak meminta rekomendasi, tapi sebagai bentuk upaya memberikan pelayanan yang baik maka saya berinisiatif untuk membantu Anda memilih menu paling lezat di sini,” jawab Kikan panjang lebar, dengan senyum manis yang tersemat di bibir tentunya.

Dewandra mengangguk paham. Ia tahu persis bagaimana Kikan, ternyata wanita itu sama sekali tidak berubah meski sekian tahun sudah berlalu. Ya ... walaupun Dewandra masih merasa jengkel sebab wanita itu berlagak seolah tidak mengenali dirinya.

“Oke. Kalau begitu aku akan memesan croffle dengan saus ganache seperti yang kamu rekomendasikan. Bagaimana dengan minuman, apa kamu tidak akan memberi rekomendasi sekalian?”

Tanpa berpikir panjang lagi Kikan langsung memberi rekomendasi minuman kepada Dewandra. Beruntung tadi pagi ia sempatkan untuk membaca isi buku menu, maka dari itu ia bisa memberi rekomendasi dengan percaya diri seperti yang ia lakukan tadi.

“Pesanan Anda sudah saya terima. Silakan menunggu.”

Pandangan Dewandra sama sekali tidak terlepas dari sosok Kikan yang kini menjauh dari mejanya. Rasanya tidak adil, kenapa ia tidak bisa membenci wanita itu terlepas dari apa yang sudah ia lakukan kepadanya dan juga Rosetta? Kikan meninggalkan Dewandra dan juga putri mereka.

Seolah ia dan Rosetta tidak berarti apa-apa bagi wanita itu. Selama perceraian mereka Kikan sama sekali tidak pernah berusaha untuk menemui Rosetta. Dan sekarang, setelah enam tahun berlalu, mereka kembali bertemu dan Kikan bersikap seolah tidak mengenalnya.

Kikan tidak hanya sekadar jahat. Tetapi wanita itu sangat kejam! Begitu tidak berperasaan sampai memperlakukan dirinya seperti orang asing.

Padahal jika diingat kembali, Kikan telah berjanji akan tetap bertahan dan selalu ada di samping Dewandra. Wanita itu berjanji tidak akan menyerah dengan pernikahan mereka. Setiap kali teringat akan hal itu Dewandra selalu mengerang kesakitan. Seolah jantungnya dihunus dengan panah tajam dengan bara api, menyakitkan.

Drrttt...

Dewandra sedikit terkesiap saat merasakan benda pipih di dalam saku celananya bergetar. Didapatinya sebuah panggilan masuk dari sang sekretaris.

“Ada apa?” ucap Dewandra langsung pada intinya saat panggilan mereka berhasil tersambung.

Di seberang telepon, Chiko yang saat ini sedang berdiri di depan pintu lift menjawab, “Saya sudah mendapatkan informasi tentang orang itu, Pak.” Tentu saja informasi yang dimaksud Chiko adalah tentang Kikan.

“Oke, letakkan saja laporan informasinya di atas mejaku. Bagaimana dengan Rosetta, apa kamu sudah mengantar bocah kecil itu ke rumah kakeknya?”

“Sudah, Pak. Saya baru saja kembali dari sana.”

“Aku mungkin akan kembali sedikit terlambat nanti,” cicit Dewandra kemudian segera mengakhiri panggilan secara sepihak.

Setelah berhasil mengakhiri panggilannya bersama Chiko, Dewandra kembali memfokuskan pandangannya kepada Kikan. Sebenarnya sedari tadi pandangan pria itu memang sama sekali tidak teralihkan, hanya saja Dewandra ingin lebih fokus saat memperhatikan mantan istrinya itu.

Aku tidak mengerti kenapa dia tiba-tiba berubah seperti ini. Apa yang merasukinya? Kalimat itu terngiang di kepalanya.

Sadar atau tidak, semakin hari Rosetta menjadi kian mirip dengan Kikan. Melihat wanita itu tersenyum seperti sekarang, Dewandra seolah melihat Rosetta dalam wujud orang dewasa. Benar-benar sama persis.

Apa dia sudah menikah lagi? Keingintahuan itu tiba-tiba terlintas di benak Dewandra. Dengan wajah cantiknya itu, Dewandra yakin ada begitu banyak pria yang tertarik kepada Kikan.

“Hah, sial! Kenapa aku tiba-tiba merasa kesal?” gerutu pria itu. Dia sendiri yang berpikiran seperti itu, jangan salahkan orang lain jika merasa kesal.

Saat kedua matanya melihat presensi Kikan yang membawa nampan berisi makanan serta minuman berjalan menuju ke arahnya, Dewandra buru-buru mengusir rasa kesal yang tercetak di wajahnya. Seolah ada kekuatan magis yang membuatnya tersihir, rasa kesal yang sebelumnya Dewandra rasakan tiba-tiba sirna.

“Selamat menikmati hidangannya. Jika Anda ingin sesuatu atau menambah pesanan, jangan ragu untuk langsung memanggil saya, Pak,” kata Kikan sebelum beranjak pergi setelah berhasil meletakkan semua pesanan Dewandra di atas meja.

Di saat Kikan hendak membuka langkah, wanita itu tertahan sebab Dewandra tiba-tiba meraih tangannya. Untuk beberapa saat keduanya hanya saling beradu tatap. Bergulat dengan isi pikiran masing-masing yang bertolak belakang.

“Ada apa, Pak?” tanya Kikan seraya berusaha melepaskan tangannya dari cengkeraman Dewandra.

“Apa kamu sudah menikah lagi?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Obsesi Mantan Suami   43. Hari yang Baru, Cinta yang Sama

    Kikan berdiri di dapur, masih mengenakan piyamanya, sibuk menyiapkan sarapan. Aroma kopi yang baru diseduh bercampur dengan wangi roti panggang memenuhi ruangan. Ia tersenyum puas melihat meja yang kini sudah tertata rapi—segelas kopi untuk Dewandra, segelas susu untuk Rosetta, dan piring berisi omelet serta roti panggang.Langkah kaki terdengar mendekat, dan tak lama kemudian, sepasang lengan melingkari pinggangnya dari belakang.“Rajin sekali,” bisik Dewandra di dekat telinganya, suaranya masih berat karena baru bangun tidur.Kikan tersenyum kecil, meski pipinya merona. “Kalau bukan aku, siapa lagi yang mau menyiapkan sarapan buat suami sendiri?” godanya.Dewandra tertawa pelan, mengecup pipi Kikan sekilas sebelum akhirnya melepaskan pelukan dan mengambil secangkir kopi.Kikan melirik sekilas ke arahnya dan tersenyum. “Ayo sarapan sebelum Rosetta bangun,” ajaknya.Mereka duduk berdua menikmati sarapan dalam suasana tenang dan intim. Sekali-sekali, Dewandra mencuri pandang ke arah Kik

  • Terjerat Obsesi Mantan Suami   42. Malam Pertama Setelah Sekian Lama

    Setelah resepsi yang penuh kebahagiaan dan tawa, Dewandra membawa Kikan ke rumah mereka—rumah yang kini benar-benar menjadi milik mereka berdua, tanpa bayang-bayang masa lalu yang menyakitkan.Begitu memasuki kamar, Kikan terdiam. Kamar itu telah dihias dengan sangat indah—kelopak mawar putih tersebar di atas ranjang, lilin-lilin kecil menyala lembut di sudut ruangan, menciptakan suasana yang begitu hangat dan romantis.Dewandra berdiri di belakangnya, memerhatikan ekspresi Kikan yang terlihat gugup, namun matanya bersinar lembut.“Kamu suka?” tanyanya pelan.Kikan berbalik, menatap pria yang kini sah menjadi suaminya kembali. Ia mengangguk. “Sangat indah,” sahutnya tersenyum.Dewandra tersenyum tipis, lalu mendekat. “Aku ingin malam ini menjadi malam yang spesial untuk kita.”Kikan menahan napas ketika Dewandra mengangkat tangannya, kemudian menyentuh pipinya dengan kelembutan yang begitu menenangkan. “Aku masih tidak percaya kalau akhirnya kita sampai di titik ini,” bisiknya.Dewandr

  • Terjerat Obsesi Mantan Suami   41. Hari Bahagia

    Setelah malam yang penuh kehangatan itu, hubungan antara Kikan dan Dewandra semakin erat. Kikan masih sering terbangun dengan perasaan tidak percaya bahwa ia benar-benar telah menerima lamaran pria itu lagi. Ada kegugupan, ada ketakutan, tetapi yang paling mendominasi adalah perasaan bahagia yang perlahan-lahan memenuhi hatinya.Di rumah, Rosetta menjadi orang yang paling gembira mendengar kabar itu.“Jadi Tante Kikan bakal jadi Mama beneran lagi?” seru Rosetta dengan mata berbinar.Kikan tertawa sambil mengusap kepala gadis kecil itu. “Mama dari dulu tetap mamamu, Tata.”“Tapi kali ini aku bisa bilang ke semua orang! Mama dan Papa bakal menikah lagi! Aku bakal punya keluarga lengkap!” Rosetta melompat-lompat kegirangan, membuat Dewandra dan Kikan tak bisa menahan tawa.“Kita harus buat pesta, Pa!” lanjut Rosetta dengan penuh semangat.Dewandra mengangkat alis. “Pesta?”“Iya! Aku mau jadi flower girl!”Kikan dan Dewandra saling berpandangan sebelum akhirnya tersenyum.“Baiklah,” kata D

  • Terjerat Obsesi Mantan Suami   41. Dinner

    Waktu berlalu dengan cepat sejak Rosetta mengetahui kebenaran tentang Kikan. Hubungan mereka semakin erat, dan tanpa Kikan sadari, hari-harinya kini selalu diwarnai dengan canda tawa bocah kecil itu. Namun, di sisi lain, ada sesuatu yang lain—sesuatu yang perlahan mulai berubah dalam dirinya terhadap Dewandra.Pria itu tidak lagi mendesaknya untuk segera memberi jawaban tentang rujuk, tapi Kikan tahu Dewandra masih menyimpan harapan. Dan kini, setelah berminggu-minggu, ia mengajak Kikan makan malam di luar. Bukan sekadar makan malam biasa, tapi sesuatu yang dirancang dengan sangat sempurna.Kikan berdiri di depan cermin menatap pantulan dirinya dengan ragu. Gaun berwarna merah marun yang membalut tubuhnya terlihat begitu anggun, sederhana namun tetap elegan. Ia bahkan merasa sedikit gugup, sesuatu yang sudah lama tidak ia rasakan.Saat ia membuka pintu apartemen, Dewandra sudah menunggunya di depan sana. Pria itu mengenakan setelan jas berwarna hitam, tampak lebih berkarisma dari biasa

  • Terjerat Obsesi Mantan Suami   40. Aku Punya Mama

    Beberapa hari kemudianBeberapa hari kemudianBeberapa hari kemudian, Kikan dan Dewandra akhirnya sepakat. Sudah terlalu lama mereka menyembunyikan kebenaran ini, dan Rosetta berhak tahu siapa ibunya sebenarnya.Siang itu, mereka duduk di ruang tamu menunggu Rosetta yang masih asyik bermain dengan bonekanya di lantai. Kikan menggigit bibirnya dengan gugup, sementara Dewandra meremas tangannya sendiri, mencoba menyusun kata-kata yang tepat.“Apa menurutmu dia akan marah?” bisik Kikan pelan.Dewandra menoleh padanya, lalu tersenyum kecil. “Aku rasa tidak. Tapi dia mungkin akan terkejut.”Kikan menghela napas, lalu menatap Rosetta yang masih belum sadar akan percakapan serius yang menunggunya.“Tata,” panggil Dewandra lembut.Bocah itu menoleh cepat. “Iya, Papa?”“Kemari sebentar, Sayang. Papa dan Tante Kikan punya sesuatu yang penting untuk dibicarakan,” ujar Dewandra sambil menepuk sofa di sampingnya.Rosetta berdiri dan berjalan mendekat. Wajahnya penuh rasa ingin tahu. “Apa itu?” tanya

  • Terjerat Obsesi Mantan Suami   39. Piknik

    Akhir pekan pun tiba. Sejak pagi, Rosetta sudah bersemangat berlarian ke sana kemari di dalam rumah untuk memastikan semua yang dibutuhkan telah siap. Ia mengenakan gaun berwarna kuning dengan topi kecil yang menghiasi kepalanya.“Tante Kikan, Papa, ayo cepat! Tata sudah nggak sabar!” seru Rosetta, lalu menarik tangan Kikan dan Dewandra bersamaan.Kikan terkekeh melihat antusiasme bocah itu, sementara Dewandra hanya menggelengkan kepala pelan. “Iya, iya, kita berangkat sekarang,” ucapnya sebelum meraih keranjang piknik yang sudah dipersiapkan.Mereka pergi ke taman besar di pinggiran kota. Cuaca sangat cerah, angin berembus sepoi-sepoi, dan suara anak-anak lain yang bermain terdengar di kejauhan. Kikan menggelar tikar piknik di bawah pohon rindang, sementara Dewandra membantu Rosetta melepas sepatunya agar bisa berlari di atas rumput.“Tata mau main dulu!” Rosetta berseru sebelum berlari ke taman bermain.“Jangan jauh-jauh, ya!” Pesan Dewandra yang hanya dibalas anggukan cepat oleh put

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status