Terjerat Pesona Anak Mafia
Chapter 4
Karin terdiam melihat Juardi, preman pasar yang biasa mengganggunya tergeletak di bangsal dengan kaki berdarah, wajah kasarnya meringis, kadang ia memegang betisnya yang mungkin terasa kebas.
“Kenapa sampai kena tembak bang ?” tanya Karin sambil meletakan tas lalu mengeluarkan peralatan seperti kapas, gunting dan pisau, ia pun meminta yang ada di sana untuk menyiapkan air panas.
“Dia menyelundupkan senjata dan obat dari perbatasan,” kata Roy Don, pria berbaju loreng yang gesit membantu Karin. Selain dokter Dio yang bertanggung jawab di camp ini, Roy Don juga jago dalam urusan mengobati hanya saja dia tak semahir Karin dalam memainkan jarum dan pisau.
“Sudah ganti profesi jadi penjahat sekarang kamu bang ?” ucap Karin dengan senyum mengejek dan dibalas tatapan tajam dari Juardi
“Jangan banyak omong kamu, cepetan keluarin pelurunya, sakit sekali.”
Gantian Karin yang melirik tajam ke Juardi “Dasar … memangnya kamu siapa, main suruh-suruh,”sungut gadis itu dalam hati.Air panas sudah tersedia dan Karin mulai memegang pisaunya, ”Dokter Dio kemana, bang ?” tanya Karin pada Roy Don yang kali ini menjadi asistennya, walau bukan paramedis namun pria ini cukup cakap.
“Dokter masih di kota dan perawat yang biasa membantu kami sedang tak di tempat jadi saya minta tolong kamu.”
Karin mengangguk-anggukan kepalanya, dia pun sudah menerima telpon dari dokter Dio barusan, dengan ekspresi santai Karin mulai merobek kulit Juardi.
“Tunggu … kok gak disuntik dulu,” protes Juardi dengan mata melotot dan wajah mengernyit.
“Ah, aku lupa bawa biusnya bang, disini juga lagi kosong. Badan abang kan gede, tahan sakit sedikit ya, “ jawab Karin sambil mulai merobek lagi.
“Aaaaaaa...” Pekik Juardi membuat seisi camp penuh dengan suaranya.
“Tenang bang tenang,” gumam Karin sambil mengorek-ngorek luka itu, “Huff” dengan sekali tintingan ia berhasil menjepit timah panas itu dan darah pun merembes deras.
Karin meletakan pelurunya disebuah nampan alumunium lalu ia mulai menghentikan pendarahan dari luka itu dengan obat dan mulai menjahit dengan teliti, tentu saja ia tidak menggunakan bius membuat lelaki berotot itu histeris.
“Aduh, segini saja sudah teriak-teriak, ibumu melahirkan lebih sakit bang, eh tahunya udah gede jadi penjahat,” gumam Karin sambil mencibir, tangannya masih lihai menusuk dan menarik benang seperti menjahit baju.
“Ada apa? Kenapa ribut sekali ?” tanya seseorang pria berbadan tegap yang tanpa basa basi masuk ke ruangan itu, matanya tajam memandang Juardi yang berteriak-teriak saat Karin masih sibuk menjahit lukanya.
“Sudah dikeluarkan Dan,” jawab Roy Don sambil menunjukan peluru yang tadi bersarang dikaki Juardi, pada Garda sang komandan. Pria itu baru saja tiba sore tadi setelah menerima mandat untuk menjadi pimpinan di camp itu.
“Dia kenapa ?” tanya Garda pada bawahannya sambil melirik pada Juardi dan Karin
Pria berbaju loreng tersenyum sedikit lalu maju dan berbisik pada komandannya “Tidak diberi bius Dan !”
Garda sedikit terkejut lalu memandang seperti meminta penjelasan lebih lanjut, namun hanya dibalas dengan gelengan pelan dari Roy Don.
“Oke selesai,” ucap Karin sumbringah sedangkan Juardi masih dengan ekspresi menahan sakit luar biasa.
“Lain kali jangan panggil dia lagi, sepertinya dia ingin membunuhku pelan-pelan,” ucap Juardi sambil mencoba meletakan kepalanya di atas bantal.
“Kalau aku tahu yang kena tembak itu kamu bang, ogah aku datang ke sini.”
“Aku juga memilih mati daripada diobatin kamu lagi.”
“Dasar tak tahu terima kasih,”
Garda mengernyit mendengar perdebatan Karin dan Juardi, pria itu akhirnya berdehem memberi kode pada keduanya, lalu maju beberapa langkah mengambil posisi berdiri di depan Karin yang kini sedang membersihkan tangannya.
“Terima kasih dokter,”
“Saya bukan dokter komandan !” jawab Karin santai sambil tersenyum pada Garda.
“Ha ? Bidan ?
Karin menggeleng. “Perawat ? Paramedis ?”
“Bukan juga.“
Garda mempelototi bawahannya, siapa gadis yang dibawa anak buahnya itu. Tatapan tajam sang komandan membuat pria berbaju loreng itu berdiri tegap dengan posisi hormat namun tak bersuara.
“Dia dukun ilegal, “ tiba-tiba Juardi buka suara, pria itu masih kesal karena dibedah tanpa bius oleh Karin.
“Hei bang, tapi aku nyelametin kaki kamu ! makasih kek apa. Lain kali tembak di kepala aja Dan,” seru Karin sambil mengacungkan tangannya membentuk pistol sambil meninting kepala Juardi.
“Eh... ka“
“Terima kasih, lain kali aku akan pertimbangkan saranmu, aku akan memilih mulutnya sebagai sasaran,” jawab Garda memotong kalimat Juardi.
“Hee...” Karin menyeringai ke arah Juardi yang tampak kesal, gadis itu melangkahkan kakinya keluar diikuti Garda dan Roy Don lalu ruangan itu langsung dikunci gembok ala ruang tahanan.
“Oh ya, sampai lupa, kalau dokter Dio belum datang, tolong berikan ini padanya, mungkin dia akan demam malam ini,”ucap Karin sambil memberikan ramuan herbal yang biasa digunakannya untuk meredakan panas. Gadis itu sempat melirik ke arah Garda dan melempar senyum sebelum berlalu menuju ke arah Hyuga yang menunggunya sedari tadi.
“Siapa perempuan itu ?” tanya Garda dengan mata masih mengiringi langkah Karin dan Hyuga yang makin menjauh.
“Namanya Karin, dia biasa yang membantu warga di sini, Dokter Dio juga biasa membawanya ke ruang operasi, kalau ada kejadian mendesak.”
“Dia ? beneran dukun ?”
“Saya tidak tahu Dan, tapi kalau untuk mengobati, kemampuannya memang diatas rata-rata. Dia menggunakan sejenis ramuan dari tumbuh-tumbuhan, itu yang saya tahu,” terang Roy Don pada sang komandan.
Garda lagi-lagi mengernyitkan dahinya, Ia tak mau berspekulasi, mungkin setelah dokter Dio datang, dia kan mendapatkan jawaban yang lebih akurat.
Lalu Itu pacarnya ?”
“Apa ?”
“Bukan apa-apa.”
Garda menghembuskan napas kasar menuju ruangannya, ia masih berpikir tentang gadis bernama Karin itu, kenapa dokter sekelas Dio berani memperkerjakan asisten yang bukan seorang paramedis, lalu tentang kemampuannya menangani pasien dan bercak merah di leher gadis itu. “Shit, apa sih yang aku pikirkan.”
****
Tanpa sengaja senyum lebar Hyuga mengembang saat melihat gadisnya sudah keluar dari ruangan yang baru saja dipenuhi raungan histeris bahkan lebih mengerikan dari jeritan seorang ibu yang akan melahirkan. Rasa lega dihatinya menyeruak lantaran Karin berhasil mengeluarkan peluru itu tanpa masalah.
“Sudah selesai, gimana ?”
“Gimana apanya ?” jawab Karin ketus.
“Ya ampun masih marah, aku nungguin kamu sampai gelap gini.”
“Siapa suruh kakak nungguin, aku juga bisa pulang sendiri kok,“ jawab Karin sambil terus melangkah cepat membuat Hyuga seperti mengejarnya.
“Hah, susah banget ngomong sama kamu. Ya sudah kita makan yuk, aku lapar.” Hyuga langsung menarik tangan Karin tanpa memperdulikan celotehan gadis itu.
Mereka berdua duduk di sebuah angkringan terbuka, walau belum terlalu malam namun angin malam cukup membuat mereka berdua bergidik karena dinginnya.
“Kayaknya mau hujan ya,”ucap Karin menyudahi kebisuan diantara keduanya.
“Hmm.”
“Oh ya kak, tau gak siapa yang kena tembak tadi ?”
“Gak.”
“Itu, preman kemarin yang mukulin kamu, sekarang sudah jadi gengster dia, keren banget.”
“Apanya yang keren, paling juga nyuri ayam.”
“Yeey sembarangan, dia nyelundupin senjata dan obat-obatan terlarang di perbatasan, hebatkan ?”
“Hebat darimana ? Hebat itu itu kalau dia gak ketangkap, ini baru segitu aja sudah ditembak, gak pro banget,” celoteh Hyu sambil meneguk kopi hitam di depannya dan ditanggapi dengan anggukan dari Karin. Gadis itu menggaruk kepalanya lalu tersenyum tipis pada Hyuga.
“Eh, kamu nolongin dia ? bukannya dia itu sudah mukulin aku kemarin, dasar kamu ini, istri tak setia,” ucap Hyu sambil mengeleng-gelengkan kepalanya.
“Iya ya ngapain aku tolong, eh tapikan kakak juga mukulin dia ?”
“Kan itu untuk nolongin kamu, DASAR.”
“Betul juga, tapi aku sudah balas dendam kok Kak !”“Masa ?”“Iya … serius. Aku jahit kakinya tanpa di bius, heee keren kan ?” seru Karin tersenyum bangga namun membuat Hyu melongo.
“Ya Allah, pantesan tu orang teriak-teriak, ditusuk-tusuk pake Jarum, LUAR BINASA,” gumam Hyuga dalam hati. ///// bersambung.
Terjerat Pesona Anak MafiaChapter 5Malam mulai melarut, Garda tampak sedang menikmati suasana desa yang cukup hening, ia membawa mobil menelusuri jalan perkampungan yang didominasi dengan pemandangan hutan dan sawah.Ini sudah lewat beberapa hari setelah pertemuannya dengan Karin, ia masih mengingat dengan jelas bagaimana gadis itu menyentaknya dengan kalimat pedas nan menusuk bahkan menginjak kakinya dengan keras.“Ckiiiit,” suara klakson dan rem beradu ditengah malam, untung Garda masih bisa mengontrol kendaraannya, ia terkejut karena hampir saja ia menabrak seseorang. Mata sang komandan melotot ketika melihat siapa yang hampir ditabraknya, seorang wanita yang wajahnya basah dengan napas tersengal-sengal.“Baru saja dipikirin eh orangnya nongol,” batin Garda, pria itu turun dengan cepat dari mobil bahkan membanting dengan kuat pintu mobilnya.&ldq
Terjerat Pesona Anak MafiaChapter 6Garda melangkahkan kakinya dengan gontai masuk ke camp, semalaman ia tak bisa tidur, mungkin karena tak terbiasa dengan tempatnya atau masih tak habis pikir bagaimana seorang perempuan bisa dengan tenang meletakan “sesuatu” di dapurnya dan baunya sangat menyengat.Mereka menguburkannya subuh tadi dan Garda langsung kembali untuk mencari dokter Dio sesuai dengan anjuran gadis aneh itu. ”Salah, bukan gadis karena perempuan itu telah bersuami,” gumam Garda sendiri.“Wah mimpi apa semalam sampai pagi-pagi begini komandan datang kemari ?” ujar dokter Dio yang masih menggunakan pakaian biasa. Pria itu membuka pintu kamarnya dan mempersilahkan Garda masuk. Dio pun sempat melirik sekilas pada luka di wajah dan tangan Garda.“Aku mau periksa ini,” ujar Garda sambil menunjukan luka di tangan dan kakinya,“Heem, digigit anjing ya, anjing-anjing di s
Terjerat Pesona Anak MafiaChapter 7Garda POVAku melihat tangannya bergetar setelah menatap tanda di tubuh pria itu, apa dia tahu arti dari tanda itu, bisa jadi dugaanku benar kalau itu bukan sekedar tato biasa.“Mau pulang sekarang ?” bisikku padanya dan ia segera mengangguk, wajahnya tampak sedikit suram, tapi sebelum kami benar-benar beranjak dari sana, ia sempat memberikan ramuan obatan pada ibu tua disana.”Ini untuk mengurangi rasa sakit dan demamnya, baiknya dibawa ke dokter saja.” Setidaknya itu yang kudengar dan setelah itu Karin menutupi wajahnya dengan tisu,disepanjang jalan pun ia hanya diam, memang biasanya diam juga tapi ini hampir tak terdengar suaranya.“Kamu kenapa, sakit ?”Lagi-lagi hanya gelengan yang kudapat, entah apa yang ada di otaku sehingga aku meraih tangannya, maksudnya mau men
Terjerat Pesona Anak MafiaChapter 8Karin dan Garda saling pandang ketika senjata laras panjang itu mengarah pada mereka, Karin berjalan pelan mengambil posisi di belakang Garda sambil mengangkat kedua tangannya.“Apa secepat ini mereka menemukanku. TIDAK, aku tidak boleh lemah, ini tidak akan berakhir begitu saja, ayo bertahan Karin.” Gadis itu mencoba menyemangati dirinya walau tubuhnya terus bergetar hebat. Ia sudah menduga keputusannya ini beresiko maka dari itu ia sudah menghubungi Agatha untuk menjemputnya besok, tapi nyatanya orang-orang itu bergerak lebih dulu.Garda melemparkan senapannya ke arah pria berpakaian serba hitam itu,otaknya terus berpikir bagaimana bisa lolos dari empat orang bersenjata ini.“Apa mau kalian ?” tanya Garda masih dengan pandangan menelisik.“Gadis itu, serahkan dia pada kami.““Dia hanya gadis biasa, untuk apa
Terjerat Pesona Anak MafiaChapter 9Karin PoVSetelah sekian lama akhirnya aku bisa keluar dari rumah sakit, rasanya merdeka karena tak harus mencicipi masakan yang rasanya hambar dengan tangan tertusuk jarum, itu menyiksa.Aku di kota sekarang, setelah kejadian itu esoknya kak Hyu langsung memindahkanku ke rumah sakit, untuk keamanan tukasnya dan tentunya untuk perawatan lebih intensif bagi calon bayi kami.Apa ? Calon bayi ? Hmm terdengar membahagiakan, akhirnya aku bisa memberikan kabar bahagia ini untuk Agatha dan Hyuga tapi nyatanya tak semudah itu, takkan ada yang bisa tidur nyenyak malam ini, karena berita kedatangan ayah jenderal .“Lalu kapan pesawatnya sampai ?” ucapku dengan mulut penuh, entah kenapa rasa roti srikaya ini jadi berkali lipat enaknya dibanding semua makanan yang kucicipi hari ini.“Besok pagi, lalu gimana ini Karin, kayaknya papa baka
Terjerat Pesona Anak MafiaChapter 10“Plaak..” Sebuah tamparan keras mendarat di wajah Hyuga, Agatha langsung berteriak histeris dan menghampiri suaminya itu. Air mata yang tertahan dari tadi akhirnya tumpah, ia tertunduk bersimpuh dibawah kaki ayahnya.“Bukan salah Hyuga , papa ... aku… aku yang memintanya melakukan itu,” ucap Agatha sambil terisak, tak ada yang berani buka suara, semuanya diam dalam kebisuan masing-masing. Wajah marah itu beralih pada Agatha.“Bila kau meminta dia untuk mencabut nyawa adikmu ini, apa ia akan melakukannya juga, kemana akal sehatnya ? ” teriak Jenderal kesal.“Papa maaf,” tangis Agatha semakin menjadi.Karin yang sedari tadi terdiam menghampiri ayahnya, tubuh pria tua itu sampai bergetar karena menahan amarah.“Kalau ada yang bisa disalahkan atas semua ini, maka ini salah Karin aya
Terjerat Pesona Anak MafiaChapter 11Garda PoVRasanya ikut menemani bapak dan ibu ke acara aqiqahan cucu pak Jenderal tidak buruk juga, walaupun ibu satu ini tak hentinya mengenalkanku pada koleganya yang memiliki anak gadis, tapi tanpa kusangka aku bisa melihat wanita itu disini.Rasanya dugaanku benar, karena aku merasa tak asing dengan menantu pak jenderal , itu pria yang sama yang kulihat bersama Karin di desa waktu itu.“Wah ... ternyata benaran kamu, bahkan dari radius tiga meter aku dapat mengenali gadis bodoh ini,” sapaku pada Karin yang duduk sendiri di taman belakang, agaknya kehadiranku mengejutkannya karena mata sipitnya langsung mempelototiku.“Wah Kapten ternyata, makin cakep saja sekarang,” ucapnya dengan senyum bergulanya itu.“Jangan menggodaku, itu tak kan berpengaruh.”Entah kenapa senyuman yang sem
Terjerat Pesona Anak MafiaChapter 12Karin tersenyum melihat wajah Garda yang masih terlihat kesal, dia lupa kalau tadi minta dibelikan makanan "Padahal tadikan maksudnya cuma becanda, eh dibawain beneran,” batin Karin.”Beneran ni gak mau makan ?” tanya Karin dengan mulut penuh.“Gak, sudah kenyang.”“Oh, makan apa ? makan hati ya, hahaha.”Garda diam tak menghiraukan celotehan Karin, ia lebih fokus melihat berita di TV sambil menyeruput teh hangat yang diseduhnya sendiri. Terkadang matanya melirik ke arah perempuan yang masih sibuk dengan sepiring kwetiaw panas dan semangkuk bakso tanpa mi.“Beneran itu mau dihabisin sendiri ?”“Ya habisnya pak kapten gak mau makan, kan mubajir kalau dibuang.”“Gak usah dihabisin kalau gak mampu, nanti perut kamu sakit.”“Cie, perhatian bange