Share

Tragedi Tengah Malam

Terjerat Pesona Anak Mafia

Chapter  5

Malam mulai melarut, Garda tampak sedang menikmati suasana desa yang cukup hening, ia membawa mobil menelusuri jalan perkampungan yang didominasi dengan pemandangan hutan dan sawah.

Ini sudah lewat beberapa hari setelah pertemuannya dengan Karin, ia masih mengingat dengan jelas bagaimana gadis itu menyentaknya dengan kalimat pedas nan menusuk bahkan menginjak kakinya dengan keras.

“Ckiiiit,” suara klakson dan rem beradu ditengah malam, untung Garda masih bisa mengontrol kendaraannya, ia terkejut karena hampir saja ia menabrak seseorang. Mata sang komandan melotot ketika melihat siapa yang hampir ditabraknya, seorang wanita yang wajahnya basah dengan napas tersengal-sengal.

“Baru saja dipikirin eh orangnya nongol,” batin Garda, pria itu turun dengan cepat dari mobil bahkan membanting dengan kuat pintu mobilnya.

“Hei, kamu gila ya, lari-lari tengah malam begini !”

“Wuaa, pangeran penyelamatku,” teriak Karin dengan keras, dia berlari ke arah Garda dan langsung mengambil posisi di belakang pria itu.

“Pangeran penyelamat apanya, eh aku belum selesai ya bikin perhitungan dengan kamu !”

“Wuah, komandan pendendam sekali, oke-oke tapi tolongin dulu. Itu … itu …”

“Itu apaan ?” Garda melihat ke arah yang ditunjuk oleh Karin. Dua ekor anjing mengerang  garang dengan matanya yang merah, karena malam yang pekat mata itu terlihat seperti tatapan serigala ganas.

“Astagfirullah, kenapa kamu bisa berurusan dengan yang beginian,” ucap Garda sambil mengambil ancang-ancang untuk melawan dua makhluk mengerikan itu.

“Mereka mengejar ini,” tunjuk Karin pada sebuah kantong plastik ditangannya, tercium aroma amis yang kental dari sana, seperti bau darah.

“Itu ?” belum sempat Garda berkata lagi, dua makhluk buas itu sudah menyerangnya, gonggongan makhluk itu seperti ingin melalap habis tubuh mangsanya.

“Agrh,” teriak Garda ketika gigi runcing itu berhasil menyobek kulit tangannya, seketika darah mengucur yang membuat anjing-anjing itu semakin menggila.

“Komandan cepat naik,” pekik Karin yang sudah menyalakan mobil, entah kapan gadis itu sudah berada disana, untung kuncinya ditinggal hingga Karin langsung bisa mengemudikan mobil itu.

Setelah bergumul dengan kedua makhluk buas itu, Garda dapat melepaskan diri, dengan terpincang ia dapat menaikkan sebelah kakinya ke mobil, namun sayangnya anjing yang berwana hitan pekat itu berhasil menggapai kaki kanannya.

“Jalankan mobilnya.”

“Ha ?”

“Cepat !”

Karin menginjak gas dan melajukan mobil itu dengan cepat, membuat hewan-hewan liar itu melepaskan gigitannya, walaupun sempat terseret akhirnya Garda dapat naik dengan sempurna ke mobil itu.

“Wah, komandan hebat banget kayak difilm action.”

“Hmm.” Garda hanya tersenyum tipis, ini kesialan berikutnya setelah terakhir kali ia bertemu dengan gadis ini.

“Kita ke rumah aku dulu ya, kayaknya komandan harus disuntik, takut kena rabies.”

Tanpa jawaban pasti, Karin mengemudikan mobil ke arah rumahnya yang tak jauh dari tempat itu, dengan terburu gadis itu membuka pintu, “Pak Komandan cepetan, ntar mereka ngejar gimana,” dengan terpincang Garda turun dan langsung masuk ke dalam.

“brak,” pintu ditutup dan Karin langsung menghembuskan napas lega.

”Selamat, selamat,” ucapnya sambil mengurut dada, sementara Garda memperhatikannya dengan seksama.

“Aku kira kamu buru-buru karena khawatir sama lukaku.“

“Ah ? oh, iya ya, bentar pak komandan, tarik napas dulu ini,” tak lama Karin pergi ke dapur dan kembali lagi dengan membawa tanah untuk membasuh luka-luka di tubuh pria ini.

“Sebaiknya mandi dan basuh lukanya dulu, pakai ini,” menyodorkan tanah yang dibawanya, handuk serta kaos ganti.

Garda berjalan menuju ke arah kamar mandi yang ditunjukkan Karin sementara gadis itu juga membersihkan diri di dapur sambil menyiapkan ramuan obat-obatan untuk menetralisir luka gigitan anjing di kaki dan tangan pria yang menolongnya barusan.

Sepuluh menit Garda sudah duduk di sofa usang di tengah rumah, matanya memandang sekeliling ruangan yang tertata rapi karena memang tak banyak barang di sana. Sekilas ia melirik ke arah jam dinding, membuatnya mendengus karena ini sudah lewat dari tengah malam bahkan menjelang subuh. Tak lama tangannya meraih sebuah buku yang tergeletak di atas meja.

“Novel ? ternyata ia suka yang beginian,” Garda nyengir sambil membolak balik halamannya dan tanpa sengaja ia melihat selembar foto di tengah halaman buku itu.

“Sudah selesai, aku suntik ini dulu ya,” ucap Karin tiba-tiba yang membuat Garda secepat kilat menutup buku itu dan meletakannya ke tempat semula.

Karin menyuntikan obat pada Garda, lalu memberi salep luka di tangan, kaki dan wajah pria itu. Aroma harum magnolia tercium dari tubuh perempuan berparas manis itu ketika mereka berdekatan, tanpa sadar Garda terus memperhatikan wajah gadis yang kini sudah beralih mengobati wajahnya.

“Hei, kenapa memandangiku seperti itu, jangan bilang kamu jatuh cinta padaku komandan.”

“Kamu tinggal sendiri ?” ucap Garda tanpa memperdulikan perkataan Karin barusan.

“Iya, jangan berniat mesum pada wanita bersuami tuan,”

“Ah, kamu ini, oh ya suamimu mana? istrinya berkeliaran tengah malam kok dibiarkan.”

“Berkeliaran, memangnya aku guk-guk. Dia lagi ke kota,” jawab Karin sambil menggerutu sembari membalut luka di tangan Garda.

“Sudah selesai, pak komandan bisa pulang sekarang,” ucap Karin lagi sambil tersenyum.

“Hmm.” Garda berdiri dan berjalan “Oh ya, tapi dimana kantong plastik tadi, aku mau melihat isinya.”

“Itu di dapur, tapi sebaiknya komandan jangan lihat.”

“Aku mau tahu isinya, apa itu sampai-sampai makhluk-makhluk itu mengejarnya.”

“Eh jangan.”

Karin terus menghalangi Garda untuk melihat isi kantong plastik itu tapi semakin dilarang justru Garda semakin penasaran dengan isinya.

“Wuek … wuek ...”

“Kan sudah kubilang jangan lihat.”

“Wuek, itu … itu apa ?”

Karin segera menjauhkan kantongnya dari Garda dan memberikan air putih pada pria itu, nampaknya bau menusuk itu mengocok habis perutnya.

“Itu orok bayi, sepertinya sudah mulai berbau.“

“Apa ?”

“Janin.”

“Ha ? kau dapat dari mana ? Jangan-jangan itu milikmu.”

“Wuah, sembarang bicara, tadi ada mobil yang membuangnya di pinggir jalan.“

“Lalu kamu mau apa ? cari orang yang membuang bayi itu ?”

“Aku gak sesenggang itu Dan, aku cuma mau menguburkannya dengan layak.”

Garda terdiam sambil memandangi Karin yang tertunduk.

”Ya sudahlah, aku disini malam ini, nanti subuh aku akan membantumu menguburnya.”

“Apa ?”

“Aku mau menginap disini, kamu budek,”

“Komandan mau menginap di rumah perempuan yang suaminya sedang tak ada di rumah ? tapi terserahlah sebentar lagi juga sudah subuh.”

“Kamu jangan berpikir macam-macam,” terang Garda karena merasa tak enak hati.

“Iya, iya.” 

Karin berjalan masuk ke kamarnya lalu melempar selimut dan ke sofa lalu menutup pintu kamarnya dengan rapat.

*****

Sudah hampir seminggu Hyuga meninggalkan desa itu, setelah pergi meninggalkan Karin dengan suasana canggung kini pria itu tampak gusar. Hari-harinya diisi dengan perasaan bersalah telah meninggalkan Karin sendiri di sana.

“Bagaimana kalau Karin hamil, aku tak bisa membayangkan dia tinggal sendirian di tempat itu.” Hyuga mendecah sambil bergumam, beberapa kali pria itu menarik rambutnya ke belakang. Ia menelpon tapi sepertinya tidak tersambung. “Bagaimana ia bisa bertahan, sinyal aja susah.”

Hyuga bangun dari duduknya, berjalan keluar menuju mobil hitam mengkilap miliknya, dipacunya kuda besi itu dengan kencang membelah jalanan ibukota yang cukup padat. Rumah mewah dengan desain minimalis menjadi pemberhentian pria berperawakan tampan itu, dia berjalan cepat, masuk menemui sang istri yang kebetulan sedang duduk di depan meja makan.

“Aga aku ingin bicara ?”

“Mau bahas Karin lagi ?”

“Ga, aku kan sudah ceritakan kondisi di sana dan kamu pun sudah lihat langsung waktu itu, lalu bagaimana kita bisa meninggalkannya sendirian.“

“Mas, bukan kamu aja yang cemas, aku pun sudah berulang kali bilang sama anak itu untuk pindah, tapi kamu tahukan gadis itu keras kepala, dan lagi dia memang tak bisa pindah seenaknya dari tempat itu, kalau papa tahu …” Agatha diam tak meneruskan kalimatnya, wanita itu memandang gusar ke arah suaminya yang terlihat sedang gundah hatinya. Sejenak Agatha merasa menyesal karena meminta suaminya menikah lagi, membuat hati pria itu menjadi terbelah, tak lagi miliknya seorang.

Agatha dan Hyu saling pandang lalu Hyu memilih beranjak karena tak ingin berdebat dengan Agatha, kala kepalanya dipenuh dengan Karin. Bagaimanapun ia tahu istrinya itu tengah dilanda cemburu tiap kali ia menyinggung nama gadis itu.

“Oh Tuhan, tolonglah hamba,” gumam pria itu dalam hati, kini ia memilih duduk sendiri di taman belakang, teringat kembali pertengkarannya dengan Karin terakhir kali.

“Dia memang galak kalau siang, tapi kalau malam, ah.” gumamnya dalam hati sambil tersenyum sendiri mengenang istri kecilnya.//// bersambung

  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status