Share

Malam Pertama

Terjerat Pesona Anak Mafia

Chapter 3

Suara hujan pagi ini, tak bisa mengalihkan kecanggungan antara Karin dan Hyuga, meja makan kosong itu menjadi saksi bisu bahwa mereka kini tengah mengintimidasi pikiran masing-masing untuk tidak menyoalkan apa yang terjadi tadi malam.

Memangnya apa yang terjadi  ? TIDAK, tak terjadi apa-apa, Hyuga hanya mengendong Karin sampai ke tempat tidur dan mereka tidur dengan pembatas guling seperti malam sebelumnya. Hanya saja saat lewat tengah malam dimana ayam jantan pun belum berkokok, tiba-tiba lampu mati, suara petir menggelegar, membuat keduanya tersadar dari tidur.

“Kyaaa … gelap, kak … kak Hyuga, kakak dimana ?”

Karin meraba-raba tempat tidur, karena tak mendapat jawaban dari Hyu, gadis itu jadi panik dan akhirnya terjatuh di atas tubuh Hyuga yang entah kenapa sengaja tak bersuara.

“Akh,” terdengar leguhan Hyu ketika Karin menyentuh sesuatu yang merangsang kejantanannya. Karin menelan ludah ketika ‘sesuatu’ itu bereaksi karena sentuhannya. “Maaf... gak sengaja,” tuturnya gugup.

“Hmm … ” Karin tak bisa melihat reaksi Hyu, hanya jawaban singkat yang diterimanya, namun ketika beranjak, suara petir kembali mengejutkan keduanya dan Karin repleks menarik Hyu dan memeluk lelaki itu.

Hujan yang kian lebat dan cuaca dingin menusuk nyatanya tak mampu menahan gairah yang sudah mulai terbakar, otak Hyu tak bisa berpikir jernih, bayangan bibir sexy yang menantang terus berputar di kepalanya, ia ingin kembali melesap bibir manis itu seperti malam-malam sebelumnya.

Kecupan demi kecupan dilancarkannya, bahkan bibir sang gadis tak mampu menolak setiap lesapan yang menghantarkan keduanya ke awang-awang kenikmatan. Dari leher turunlah ciuman panas itu kebagian sensitif, Karin tak dapat lagi menghindar, baik karena kewajiban ataupun kenikmatan. Segala rasa canggung dan ketidaknyamanan yang biasanya terasa akhirnya terabaikan begitu saja.

Desahan demi desahan beradu dengan suara curahan hujan,  andai sampai berteriak pun, tak akan ada yang mendengar karena hanya ada mereka berdua di rumah itu. Jangan tanya tentang tetangga, karena jarak rumah mereka cukup jauh dari rumah lainnya.

Hyuga sempat terkejut saat mendengar rintihan Karin hingga Ia memberhentikan sejenak aktifitasnya, namun tak lama lanjut kembali karena Karin memberikan senyum tipis.

Perasaan Hyuga bercampur aduk, Ia tak menyangka bisa melakukan “itu” dengan wanita lain selain Agatha, namun ia juga tak bisa menyangkal, ia sangat bersemangat, sudut hatinya terasa hangat dan nyaman, seperti pria yang sedang jatuh cinta.

***

“Masih sakit ?”  pertanyaan tiba-tiba Hyuga membuat Karin terkejut, wajah wanita itu menjadi panas dan memerah, Karin tampak enggan bicara namun tetap dijawabnya walau dengan suara pelan.

“ Sedikit.”

“ Boleh aku lihat ?” tanya Hyuga diiringi dengan senyum nakalnya.

“Apanya ?”

“Itu.”

“Ish, apaan sih,” celetuk Karin dengan wajah cemberut, namun ada rona malu-malu dari raut wajahnya. Hyuga memang bukan pacar pertama, namun dia adalah lelaki pertama yang menyentuhnya.

”Kita sarapan mi instan saja ya, sepertinya hujannya bakal lama,” ujar Karin mengalihkan topik pembicaraan yang membuatnya risih, dengan sedikit mengangkang Karin berjalan menuju dapur, dan itu membuat Hyu terkekeh.

Tanpa ragu-ragu Hyu mengejar Karin dan langsung memeluk tubuh gadisnya dengan erat, walau berontak berapalah kekuatan Karin untuk menolak serangan cinta dari Hyuga dan terjadilah ronde berikutnya.

*****

Raut kelelahan tampak dari wajah keduanya, mereka kini tengah berada di keramaian sebuah rumah makan legendaris milik mbah Sroso, karena ini jam makan siang, rumah makan itu penuh, hampir setiap bangkunya terisi.

“Mau pesan apa mas, mbak ?” tanya seorang pelayan yang menghampiri mereka dengan ramah, pria itu mengulurkan buku menu dengan sopan, kadang matanya melirik ke arah Karin yang sudah terbiasa makan tempat itu.

“Aku es teh manis saja, makannya seperti biasa ya, nasi lengkap,” ucap Karin disertai dengan senyum manisnya yang membuat pelayan pria itu sedikit tersipu.

“Saya teh panas, makannya samain saja,” timpal Hyu segera, jujur ia risih dengan sikap ramah Karin pada orang-orang, yang bisa saja mengundang salah paham.

“Jangan suka senyum kesembarang orang,“ ucap Hyu cepat, setelah pelayan itu beranjak dari meja mereka.

“Orang yang mana ?”

“Itu pelayan tadi. “

“Itukan tetangga kita, masa’ kak Hyuga gak pernah lihat ?”

“Masasih ?”

“Iya."

“Dasar tukang bohong,” Hyu menarik hidung Karin hingga gadis itu mengaduh kesakitan, entah kenapa ia merasa lebih akrab sekarang dan Karin pun sudah mulai terbuka padanya, ya selain adegan buka-bukaan kemarin malam dan tadi pagi.

Setelah pulang keduanya duduk di beranda belakang menikmati hembusan angin, maklumlah siang ini udara sangat panas jadi mereka berdua memilih bersantai sambil memandangi tumbuhan-tumbuhan obat yang ditanam Karin.

“Besok kamu ikut aku pulang,” celetuk Hyuga tiba-tiba, tak terasa sudah lebih dari seminggu dia disana, dan rasanya Ia tak ingin mengakhiri kebersamaan mereka.

“Apa ?”

“Kita pulang sama-sama ke Jakarta,” tegas Hyu.

Karin terdiam lalu memandang wajah Hyuga dalam, ia bingung harus berkata apa. Seperti biasa wajah Hyu serius tak ingin dibantah.

“Aku anggap diam mu itu setuju. Tak usah bawa banyak barang, nanti kita beli di sana, kalau kalian tak bisa tinggal satu atap, kamu bisa tinggal di kontrakan dulu sembari aku carikan rumah,” ucap Hyuga lagi.

Karin menelan salivanya, dengan sedikit canggung ia beralih duduk di samping Hyuga, melepaskan gunting ditangannya yang tadi digunakan untuk menyiangi daun serai yang sudah melebat.

“Kak... aku ....”

“Aku tak tahu perjanjian apa yang kamu dan Agatha buat, tapi yang jelas kamu sudah jadi istriku sekarang dan tolong patuhlah sebagai seorang istri,” potong Hyuga.

Deg, kalimat Hyuga begitu terasa menyentak hingga Karin tak bisa membalas, tampaknya pria itupun tak ingin mendengar penjelasannya. Lama Karin terdiam menunggu otaknya mencerna kalimat menuntut pria disampingnya ini.

“Kak, maaf, tapi aku tak bisa, ada banyak alasan kenapa aku harus tinggal di tempat ini dan lagi aku  tak mau mengganggu kehidupan rumah tangga kalian, aku tak ingin menjadi benalu.”

“Lalu yang kamu lakukan ini apa, jual diri ?”

“Apa ?”

Karin tersentak, kepalanya terasa membeku mendengar kalimat kasar Hyuga, Dia diam tertunduk, hatinya sakit. Ia tak pernah berpikir sejauh ini, ketika menyanggupi permintaan Agatha. “Jual diri ? benarkah aku jual diri ? lalu dengan apa pria ini membayarku, aku dapat apa? selain keperawananku yang hilang,” batin Karin bergejolak, Ia marah pada laki-laki di depannya ini, juga pada Agatha, yang mungkin tak menjelaskan apa-apa pada Hyuga. Sesaat perasaan bencinya menyeruak.

“Aku menikah denganmu agar kalian punya anak.“ ucap Karin dengan penuh penekanan, ia mengangkat kepalanya lalu menatap tajam pada Hyuga. Sungguh Ia tak menyangka, Hyuga akan berpikir seperti itu tentang dirinya.

“Lalu, apa yang kamu dapatkan ? aku menawarkanmu untuk ikut bersamaku sebagai istri dan persetan dengan kontrak bodoh itu. Jangan pikirkan tentang Agatha, aku akan menjelaskan padanya nanti,” jelas Hyu dengan mimik serius dan tak ingin dibantah.

“Kak Hyu ingin menjadikan aku pelakor ?”

Hyuga POV

Aku menatap tajam pada perempuan disampingku ini, pelakor katanya, hah, aku tak tahu apa yang ada diotak perempuan-perempuan itu saat membuat perjanjian. Mau bagaimanapun, kini Karin memang sudah berada di tengah-tengah kehidupan rumah tanggaku dan Agatha.

“Lalu mau kalian apa ? menjadikanku pria jahat, yang menghamili, mengambil anak, lalu meninggalkanmu, begitu ?”

Karin terdiam mendengar kalimatku yang kubuat setajam mungkin, dari raut wajahnya aku tahu dia marah, karena wanita ini sulit menyembunyikan ekspresinya. Dia diam tanpa kata, wajahnya cemberut, tak lama ada seseorang yang mengetuk pintu.

Dia bergerak secepat mungkin, tampak sekali dia jengah padaku, padahal kami  sering bertengkar, tapi entah mengapa hatiku terasa sakit kali ini. Dia menolakku setelah membuat hatiku goyah, mendorongku pergi saat aku merasa betah bersamanya.

“Mau kemana ?” tanyaku ketika melihat dia dengan cepat berkemas dengan ‘tas dukun’ ajaibnya itu.

Ia sempat melirikku dengan wajah masam, “Ada yang kena luka tembak, mereka memintaku mengeluarkan pelurunya.“

“Luka tembak ? Karin jangan bercanda, memangnya kamu dokter ?”

“Memangnya aku tampak sedang melawak,” jawabnya ketus.

“Tunggu, aku ikut.”

Dengan cepat aku meraiih jaket yang tergantung di dinding, mengejarnya  dan meraih tangannya. Aku tau dia marah, tapi aku tetap menggenggam tangan kecilnya, “Tolong katakan, siapa sebenarnya kamu Karin ?” lirihku dalam hati.

Bersambung //////

               

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status