Share

BAB 6

Esok paginya, ia mendapati seorang wanita paruh baya yang dikirim Edgar melalui asistennya untuk membantu mengurus keperluannya selama dirawat di rumah sakit. Selama membantu Kaluna, wanita yang dipanggil Bu Rini itu terlihat sangat terampil dan berpengalaman.

Kaluna menjadi salut pada kerja keras asisten Edgar dalam menemukan dan merekrut orang seahli itu dalam hitungan jam. Tentu saja Kaluna yakin uang yang tidak sedikit banyak berperan di dalamnya.

Kaluna berdecak, hidup orang kaya memang enak, asal uang terus mengalir, aku minta dibangunkan seribu candi dalam semalam pun sepertinya akan terkabul, batinnya ngawur.

Hari-hari Kaluna selanjutnya hanya berisi kegiatan pemulihannya. Edgar tak lagi datang berkunjung, mungkin sedang sibuk dengan berkas-berkas perusahaan, atau sibuk menyenangkan hati mahasiswi favoritnya.

Ia refleks mendengus begitu teringat pertemuan pertamanya dengan Liliana, sikap gadis itu terasa terlalu janggal bagi Kaluna. Meski sekilas tampak ramah, baik hati, dan polos, Kaluna bisa merasakan ada kepura-puraan di setiap ekspresi lugu tokoh utama itu.

"Perasaanku aja, atau memang si Liliana itu keliatan manipulatif?" tanpa sadar Kaluna menggumamkan pemikirannya.

"Gimana, Bu? Perlu saya ambilkan sesuatu?" Bu Rini rupanya menangkap gumaman tak jelas Kaluna saat keluar dari kamar mandi.

"Oh, eh, nggak Bu, saya cuma bicara sendiri tadi," buru-buru Kaluna mengibaskan tangannya heboh. Semoga aja Bu Rini nggak denger ucapanku tadi, kalau iya bisa berabe urusannya sampai si Edgar itu dapet laporan aku jelek-jelekin mahasiswi kesayangannya.

Bu Rini mengangguk kecil, tak memperpanjang persoalan gumaman Kaluna. "Kalau butuh apa-apa Ibu bisa minta ke saya langsung, ya."

"Iya, Bu, makasih banyak," Kaluna mengangguk patah-patah.

"Saya mau keluar sebentar buat konfirmasi ke asisten Pak Edgar soal keperluan Ibu yang sudah habis. Ibu nggak apa-apa saya tinggal sebentar?"

"Nggak masalah Bu, saya bisa sendiri, kok," Kaluna tersenyum sungkan, mengizinkan Bu Rini meninggalkan ruang kamar inapnya.

Selepas kepergian Bu Rini, Kaluna baru bisa melemaskan punggungnya. Meski wanita paruh baya itu memperlakukannya dengan baik selama beberapa hari ini dan selalu membantu seluruh keperluannya, tapi ia masih merasa cukup canggung. Mungkin karena pembawaan Bu Rini cukup kaku dan profesional. Bu Rini bahkan menolak tawaran Kaluna untuk memanggilnya hanya dengan nama tanpa embel-embel 'Bu' atau 'Mbak'.

"Sampai mana otakku berpikir tadi?" seakan tidak jera walau nyaris ketahuan sedang memikirkan Liliana, Kaluna tetap gatal berteori tentang beberapa kejanggalan sikap Edgar dan Liliana yang ditemuinya beberapa hari lalu.

Cukup lama Kaluna melamun, sibuk dengan segala kata 'mungkin' di otaknya. Semakin dipikirkan semakin tidak ketemu jawabannya.

"Apa gara-gara aku belum keluar sama sekali dari rumah sakit, ya? Jadi nggak bisa tau jauh tentang mereka," kali ini Kaluna menemukan alasan yang cukup akal.

"Lah, iya juga! Gimana aku mau cari tau alasan sikap aneh mereka kalau ketemu aja nggak sampai lima kali dari kemarin-kemarin," Kaluna merutuki kebodohannya.

Kalau ada dokter atau perawat yang melihatnya bicara sendiri sedari tadi, mereka mungkin menganggap Kaluna perlu perawatan tambahan di bangsal psikiatris. Tapi sepertinya Kaluna memang butuh bimbingan konseling dari psikolog, mengingat dirinya terdampar di dalam dunia komik ini saja sudah membuat ia nyaris gila.

Apalagi mencoba memahami segala hubungan Edgar, Liliana, dan dirinya. Kaluna sudah double stress dan gila sekarang. 

Ah, sudahlah! Kaluna tidak ingin terlalu memikirkannya.  Ia memutuskan untuk tidak akan ikut campur lagi (karena sudah dipastikan Kaluna yang sebelumnya sudah banyak melakukan itu) pada hubungan asmara antara Edgar dan Liliana. Kaluna akan hidup tenang, melukis, menulis, dan bersenang-senang bersama Damian juga Lavanya.

Satu hal yang membuat Kalyna bersyukur ia menjadi Kaluna saat ini adalah karena bakat seni Kaluna yang diimpikan Kalyna untuk dimiliki. Ingat, Kalyna sangat mencintai seni dan sangat ingin berkecimpung secara langsung dalam dunia itu, tapi ketiadaan bakat menghentikannya.

Sedangkan kini ia menjadi seorang Kaluna Hermione Osmond, salah satu pelukis kebanggaan Indonesia, yang mungkin coretan asalnya di atas kanvas dapat dinilai sebagai karya seni. Kaluna jadi tidak sabar untuk mencoba bakat seninya saat ia keluar dari rumah sakit nanti.

Sebenarnya ada satu hal yang membuat Kaluna sedikit bingung. Biasanya, pada cerita-cerita transmigrasi dan reinkarnasi yang dulu pernah ia baca, tokoh yang mengalami fenomena itu akan mendapatkan ingatan masa lalu dari tubuh yang dirasukinya.

Tetapi sejauh ini Kaluna tidak merasa mendapat ingatan apapun kecuali tentang ingatannya sebagai Kalyna. Satu waktu, Kaluna merasa ia telah bermimpi tentang sesuatu, pada hari di mana ia bertemu Liliana untuk pertama kali.

Namun saat terbangun, ia tidak dapat mengingat mimpi itu. Mau diingat sekeras apapun, hanya bayangan buram dan samar yang muncul di otaknya. Kaluna akhirnya menyerah karena kepalanya serasa akan pecah jika dipaksa untuk mengingat.

Kalau pun ia tidak mendapatkan ingatan Kaluna yang asli, tidak masalah, malah sepertinya lebih baik. Ia bisa melanjutkan hidup sebagai dirinya sendiri, menerima sosoknya yang dulu adalah seorang Kalyna Prameswari, kini menjadi seorang Kaluna.

Dia tidak akan ambil pusing soal keheranan orang-orang tentang perubahan sikapnya. Sosok Kaluna yang dulu dikenal orang adalah wanita angkuh, menjunjung tinggi statusnya sebagai orang kalangan atas, dan memiliki aura kuat yang membuat orang segan mendekat.

Kaluna yang sekarang tampak lebih tenang, auranya masih kuat tetapi tidak terasa menekan, malahan, ia terkesan lebih anggun dan elegan. Sepertinya karakter asli Kaluna dengan Kalyna saling bercampur dan menyesuaikan. Karena sosok Kalyna dulu dikenal sebagai wanita tegas, tenang, tetapi ramah pada semua orang. 

Satu sifat yang Kaluna rasakan tidak berubah dan sesuai dengan sifat aslinya sebagai Kalyna dulu adalah kesukaannya pada anak kecil, selain dari kecintaannya terhadap seni tentu saja. Kaluna merasakan jika jiwa Kaluna yang asli benar-benar menyayangi kedua keponakannya.

Hatinya langsung terasa menghangat dan ringan setiap melihat kedua anak itu. Ia ingat jika hubungan para tokoh cerita dengan Damian dan Lavanya tidak digambarkan secara detail. Interaksi mereka hanya pernah muncul sekitar lima kali secara singkat. Jadi, Kaluna tidak memiliki clue sama sekali tentang situasi hubungan mereka dengan kedua anak itu.

Kaluna jadi tidak sabar untuk memulai kehidupan barunya. Ia sudah bosan setengah mati dan sangat jenuh berada di lingkungan rumah sakit. Makanya Kaluna berusaha keras untuk memperpendek waktu tinggalnya di rumah sakit. Ia menuruti seluruh perkataan Dokter Rahadi, meminum obat dengan teratur, semuanya demi pemulihan yang cepat agar ia segera dipulangkan.

**

Satu bulan berlalu dengan cepat. Kondisi Kaluna sudah jauh lebih baik dan Dokter Rahadi sudah memperbolehkannya kembali ke rumah. Meski sudah boleh pulang, nyatanya kaki Kaluna belum pulih sempurna. Ia masih harus menggunakan kruk atau kursi roda untuk sementara waktu.

Kaluna kini duduk dengan tenang di kursi roda sambil menunggu Bu Rini membereskan barang-barangnya. Kaluna awalnya ingin membantu, tetapi langsung ditolak dengan halus oleh Bu Rini.

"Bu, beneran nggak perlu saya bantu beres-beres? Barang saya lumayan banyak itu," Kaluna mencoba merayu sekali lagi agar diperbolehkan membantu.

Ia merasa tidak enak hanya duduk memperhatikan Bu Rini yang mondar-mandir memasukkan barang-barangnya ke dua buah koper besar.

"Tidak perlu, Bu. Ini memang tugas saya. Ibu tunggu saja sebentar, ini sudah mau selesai," rayuannya ternyata tetap tidak mempan, Bu Rini keukeuh menolak.

Akhirnya selama hampir sepuluh menit, Kaluna hanya memperhatikan Bu Rini memasukkan barang-barangnya ke dua buah koper ukuran sedang yang ternyata disimpan di pojok ruangan.

Selesai beberes, Bu Rini mendorong kursi roda keluar kamar menuju mobil jemputan yang sudah menunggu. Kedua koper Kaluna dibawakan oleh seorang laki-laki paruh baya yang beberapa kali Kaluna lihat mengantar Damian dan Lavanya saat mereka berkunjung.

Sepanjang perjalanan menuju mobil jemputan, Kaluna bertemu beberapa perawat dan dokter yang sedang berjaga, mereka menyapa Kaluna hormat dan mengucapkan selamat atas kepulangannya.

Tidak biasa mendapat perlakuan seperti itu, Kaluna hanya membalas semua sapaan dan ucapan selamat dengan senyum canggung dan kalimat terima kasih.

Meski cukup bingung dengan sikap Kaluna yang tak biasanya menanggapi ucapan basa-basi orang lain yang dianggap berada di bawahnya, para perawat dan dokter itu terlihat tak terlalu ambil pusing.

Pikir mereka, nona muda Osmond mendapat hikmah setelah mengalami kecelakaan. Mereka tidak tahu saja kalau bukan jiwa Kaluna asli yang sedang menebar senyum canggung itu.

Sebuah mobil sedan Rolls Royce Ghost berwarna hitam sudah siap di area penjemputan. Kaluna masuk pada kursi penumpang dibantu Bu Rini, sedangkan Pak Rudi—supir keluarga Mahawira yang membantu menjemput Kaluna—memasukkan koper ke bagasi dan bergegas menuju kursi kemudi.

Bu Rini akan ikut tinggal di kediaman Mahawira sementara waktu, sampai Kaluna benar-benar sembuh. Mobil mulai berjalan meninggalkan Kawasan rumah sakit dan melaju dengan kecepatan normal memasuki jalan raya menuju kediaman utama Mahawira.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status