Share

Lega yang Belum Sempurna

Penulis: THANISA
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-24 22:29:41

Jakarta sore itu diguyur hujan ringan. Langit mendung, tapi tidak segelap beberapa hari terakhir di hati keluarga Santiago.

Di kamar utama mansion, Elera duduk memeluk kedua anak kembarnya yang tertidur di pelukannya. Wajahnya masih pucat, matanya sembab, namun ada sedikit warna yang kembali ke pipinya saat Maya masuk ke kamar, membawa kabar yang sejak tadi ditunggu-tunggu.

“Leon… dia selamat, Ler. Operasinya berhasil,” ucap Maya pelan, tapi cukup jelas.

Elera terdiam. Lalu air matanya jatuh—bukan karena duka, tapi karena lega yang hampir tak berani ia harapkan. Ia menggigit bibir, mengatur napas, lalu menunduk mencium kening kedua bayinya.

“Terima kasih, Tuhan…,” bisiknya.

Tak lama, Alva pun berlari masuk ke kamar, entah siapa yang memberitahunya, tapi bocah itu tak butuh banyak kata. Ia langsung memeluk mamanya dengan kencang.

“Papa selamat, ya, Ma?” tanyanya dengan mata membulat.

Elera mengangguk sambil tersenyum meski air mata belum sempat berhenti. “Iya, sayang. Papa sudah aman.”
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Garis Tipis Antara Hidup dan Mati

    Ruang operasi yang sudah lama terasa seperti medan pertempuran kini benar-benar memasuki fase paling genting.Kai, yang selama ini menjadi penopang semua orang, kini nyaris kehilangan hidupnya sendiri.Monitor detak jantung mendadak berbunyi panjang.Lurus.Garis datar.“Asystole!” seru salah satu asisten.Semua di ruangan seketika membeku.Namun dokter tua itu—seseorang yang dahulu membentuk Kai menjadi siapa dia sekarang—tidak goyah sedikit pun. Dengan tenang tapi sigap, ia memberikan perintah.“CPR. Sekarang. Siapkan adrenalin. Jangan berhenti.”Waktu terasa hampa. Beberapa menit berlalu dalam keheningan yang penuh ketegangan, hanya diisi suara alat dan desahan panik.Lalu—Beep... beep...Monitor kembali menunjukkan denyut. Pelan. Lemah. Tapi ada.Kai masih bertahan.Dokter tua itu menarik napas dalam-dalam, menahan getaran di jemarinya.“Dia kembali… tapi ginjalnya masih dalam krisis. Aku tidak bisa melakukannya sendiri. Aku sudah tua dan tanganku mulai gemetar.”Ia memandang par

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Lega yang Belum Sempurna

    Jakarta sore itu diguyur hujan ringan. Langit mendung, tapi tidak segelap beberapa hari terakhir di hati keluarga Santiago.Di kamar utama mansion, Elera duduk memeluk kedua anak kembarnya yang tertidur di pelukannya. Wajahnya masih pucat, matanya sembab, namun ada sedikit warna yang kembali ke pipinya saat Maya masuk ke kamar, membawa kabar yang sejak tadi ditunggu-tunggu.“Leon… dia selamat, Ler. Operasinya berhasil,” ucap Maya pelan, tapi cukup jelas.Elera terdiam. Lalu air matanya jatuh—bukan karena duka, tapi karena lega yang hampir tak berani ia harapkan. Ia menggigit bibir, mengatur napas, lalu menunduk mencium kening kedua bayinya.“Terima kasih, Tuhan…,” bisiknya.Tak lama, Alva pun berlari masuk ke kamar, entah siapa yang memberitahunya, tapi bocah itu tak butuh banyak kata. Ia langsung memeluk mamanya dengan kencang.“Papa selamat, ya, Ma?” tanyanya dengan mata membulat.Elera mengangguk sambil tersenyum meski air mata belum sempat berhenti. “Iya, sayang. Papa sudah aman.”

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Luka yang Tak Pernah Diucapkan

    Udara di ruang operasi bawah tanah itu tegang dan padat. Lampu sorot menggantung di atas meja operasi, menyinari tubuh Leon Santiago yang terbaring tak sadarkan diri—penuh luka, darah, dan bekas siksaan yang terlalu kejam untuk dibiarkan hanya sebagai masa lalu.Kai berdiri di sisi kanan meja operasi, jasnya sudah basah oleh darah—sebagian milik Leon, sebagian lagi miliknya sendiri. Tak ada yang tahu. Tak satu pun dari tim elite pasukan medis ini sadar bahwa Kai sendiri terluka cukup parah, sobek di sisi perutnya akibat tusukan tajam dari saat penyelamatan tadi.Tapi dia tidak peduli.Dia tidak akan meninggalkan Leon.Bukan setelah semua yang mereka lalui bersama.“Luka di toraks kanan—terlalu dalam. Siapkan dua kantong darah lagi! Gunting, pinset! Hati-hati, pembuluh arteri besar di sini,” perintah Kai tajam.Tangannya masih lincah, bergerak cepat menjahit pembuluh yang sobek, menyambung jaringan otot, menstabilkan organ dalam. Meski keringat dingin mengucur dari pelipis, dan pandang

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Luka yang Dibawa Pulang

    Teriakan dan suara tembakan teredam menggema di seluruh gudang. Tim dari Diego bergerak cepat, seperti bayangan yang menghantam dari segala arah. Penjaga-penjaga Sergio tak sempat berteriak, tak sempat berpikir. Mereka jatuh satu demi satu, tersungkur tanpa suara di lantai beton berdebu, dilumpuhkan oleh keahlian para pemburu paling berbahaya yang pernah dilatih dalam gelapnya dunia bayangan.Dante menerobos pintu ruang utama dengan tendangan kuat, pistolnya terangkat. Napasnya berat, mata tajamnya menyapu ruangan yang penuh darah dan bau terbakar.Dan di tengah ruangan itu—Leon.Masih terikat. Masih berdarah. Tapi matanya terbuka. Menerkam. Napasnya kasar, tapi hidup."Leon!" suara Dante serak, tapi tegas.Kai datang dari sisi kanan dengan cepat, menembakkan jarum anestesi ke salah satu sisa penjaga yang berusaha menyerang dari balik pilar.WHUP!Lelaki itu jatuh seketika, tubuhnya kejang sebelum membeku.Dante segera mendekat, pisau di tangannya mengiris cepat tali pengikat yang me

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Dalam Bayang, Menuju Perang

    Suara roda pesawat yang menyentuh landasan membawa satu getaran sunyi ke dalam malam. Tidak ada sambutan. Tidak ada hiruk-pikuk. Hanya dingin yang merayap di balik jaket kulit para pria yang turun dengan langkah pasti.Tim Dante, lengkap dengan Kai, Rafael, dan tiga anggota khusus dari jaringan Diego, mendarat diam-diam di sebuah bandara kecil yang tersembunyi dari radar sipil. Helikopter tak berlogo membawa mereka keluar jalur utama, langsung menuju wilayah luar kota tempat titik koordinat Leon ditemukan.Mereka tidak pergi ke hotel mewah.Sebaliknya, sebuah motel tua yang hampir ambruk, dengan dinding retak dan papan nama berkedip rusak, menjadi markas sementara mereka. Di tempat seperti ini, mata Sergio tak akan menjangkau. Dan itulah yang mereka butuhkan—bayangan.Dante membuka peta dan cetak biru gudang yang dikirim jaringan Diego. Di meja reyot dengan lampu gantung bergoyang pelan, mereka berkumpul. Rafael menyebarkan foto-foto satelit terbaru dan gambar drone kecil yang dikirim

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Anak Kecil, Hati Besar

    Pagi itu, langit di atas mansion Santiago terlihat lebih kelabu dari biasanya. Seolah matahari pun enggan menampakkan diri. Di ruang makan, piring sarapan Alva masih penuh. Tangan kecilnya hanya memindah-mindahkan telur orak-arik dari sisi ke sisi. Tak ada celoteh ceria pagi hari. Tak ada tawa atau suara minta roti lebih.Rachele dan Kai memperhatikan dari kejauhan, bertukar pandang sejenak. Biasanya Alva akan bercerita panjang lebar tentang mimpi lucunya atau meminta Kai mengajari trik-trik baru yang "boleh dipakai kalau lagi darurat". Tapi hari ini… anak itu diam.Maya datang dengan mata lelah, tapi tetap mencoba tersenyum. “Pagi, Alva… nggak dimakan rotinya?”Alva hanya mengangguk pelan.Maya berjongkok di sampingnya. “Kamu kenapa, hm?”Alva menatap Maya. Mata cokelat besarnya terlihat lebih dalam dari biasanya. Dan kalimat yang keluar… membuat dada Maya sesak.“Papa hilang, ya?”Semua yang ada di ruangan itu terdiam.Maya mencoba tersenyum, meski bibirnya sedikit bergetar. “Papa…

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status