Share

Misi Minta Maaf

Penulis: THANISA
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-13 15:49:54

Kai berjalan menyusuri koridor sekolah dengan langkah yang entah kenapa membuat para guru minggir seperti gerakan refleks. Meskipun hari itu dia mengenakan pakaian santai dan tidak membawa pisau bedah, aura "tak bisa diganggu" tetap menempel erat di tubuhnya.

Di ruang guru, kepala sekolah dan beberapa guru lain sudah menunggu.

“Terima kasih sudah datang, Dokter Kai,” ucap kepala sekolah, sedikit gugup. “Kami… tidak menyangka seorang anak usia TK bisa membuat dua teman sekelasnya menyusup ke kantin lewat jendela gudang logistik.”

Kai mengangguk pelan. “Itu memang kelalaian saya.”

“Maaf?” Guru lain mengangkat alis.

Kai menarik napas. “Alva sering main di rumah saya. Saya memang… mengajarkan beberapa hal. Teknik napas senyap, observasi, strategi pengalihan. Saya tidak menyangka dia akan menerapkannya di lingkungan sipil.”

Kepala sekolah menatapnya kosong.

“Itu TK,” ucap salah satu guru, pelan.

Kai mengangguk. “Ya. Kesalahan saya. Dan saya datang ke sini bukan hanya untuk mengakui itu, ta
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Ketuban Pecah dan Ayah Panik

    Pagi itu langit masih sedikit gelap, matahari baru menunjukkan semburat oranye di balik jendela kamar mereka yang hangat. Udara dingin dari pendingin ruangan membuat selimut terasa lebih nyaman dari biasanya.Leon terlelap, satu tangan melingkari pinggang Elera, wajahnya damai seperti pria yang tidak pernah menyiksa musuh di basement semalam.Hingga...“Leon,” suara Elera terdengar pelan, tenang, tapi cukup jelas untuk membuat tubuh Leon menegang.“Hm?” gumam Leon, setengah sadar.“Sayang... ketubanku pecah.”Leon membuka mata. “...Apa?”Elera duduk perlahan, masih memegang pinggangnya. “Aku rasa sudah waktunya. Air ketubanku pecah barusan. Tapi tenang, belum kontraksi.”Leon langsung bangun dari ranjang seolah alarm serangan darurat berbunyi. “APA?!”Dia menoleh ke arah tempat tidur. Selimutnya basah. Lantai juga. Bukan mimpi. Ini nyata.“Elera, kau yakin? Kau nggak bercanda, kan? Ini bukan bagian dari... semacam prank ngidam?”Elera memutar mata. “Aku dokter trauma, Leon. Aku tahu k

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Rencana Agen Kecil & Kai yang Menjemput Rachele

    Malam semakin larut, tapi di ruang tengah rumah Leon dan Elera, satu meja bundar kini dipenuhi kertas, spidol warna-warni, peta mainan, dan miniatur tank serta pasukan kecil. Maya duduk bersila di lantai, mengenakan hoodie oversized dengan wajah antusias seperti dosen strategi perang.“Agen Alva, sekarang kau pegang markas. Kalau musuh masuk lewat sisi barat, langkahmu?” tanya Maya sambil menunjuk sisi peta.Alva mengernyit, mengambil pion merah. “Kita alihkan perhatian dengan ledakan kecil palsu, lalu kirim pasukan ninja dari selokan!”Dante tertawa pelan, menyilangkan tangan di dada. “Oke, dia sudah melewati level Maya. Siap dikirim pelatihan ke markas luar negeri.”“Markas luar negeri itu rumah Kai?” tanya Maya, menyeringai.“Tentu,” Dante mengangguk. “Penuh alat penyiksaan dan tumpukan buku anatomi. Murni pendidikan karakter.”Maya tertawa. “Tapi serius, ini anak bisa jadi komandan kecil. Lihat gambar taktiknya tadi?”Dante mengangguk sambil memperhatikan Alva yang sedang menata b

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Misi Minta Maaf

    Kai berjalan menyusuri koridor sekolah dengan langkah yang entah kenapa membuat para guru minggir seperti gerakan refleks. Meskipun hari itu dia mengenakan pakaian santai dan tidak membawa pisau bedah, aura "tak bisa diganggu" tetap menempel erat di tubuhnya.Di ruang guru, kepala sekolah dan beberapa guru lain sudah menunggu.“Terima kasih sudah datang, Dokter Kai,” ucap kepala sekolah, sedikit gugup. “Kami… tidak menyangka seorang anak usia TK bisa membuat dua teman sekelasnya menyusup ke kantin lewat jendela gudang logistik.”Kai mengangguk pelan. “Itu memang kelalaian saya.”“Maaf?” Guru lain mengangkat alis.Kai menarik napas. “Alva sering main di rumah saya. Saya memang… mengajarkan beberapa hal. Teknik napas senyap, observasi, strategi pengalihan. Saya tidak menyangka dia akan menerapkannya di lingkungan sipil.”Kepala sekolah menatapnya kosong.“Itu TK,” ucap salah satu guru, pelan.Kai mengangguk. “Ya. Kesalahan saya. Dan saya datang ke sini bukan hanya untuk mengakui itu, ta

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Misi Rahasia dan Om Keren

    Mobil hitam mengilap itu meluncur di jalan pagi dengan iringan musik instrumental khas film aksi. Kai menyetelnya dengan volume rendah, cukup untuk menciptakan suasana dramatis. Di dalam, Alva duduk tegak di kursi penumpang dengan ekspresi super serius.“Paman Kai, apakah ini misi kita hari ini?” tanya Alva dengan suara berat ala agen rahasia.Kai melirik ke arahnya sambil menyesuaikan kaca mata hitamnya. “Betul. Misi: mengantar agen Alva ke markas kecil dengan aman. Tapi ada kemungkinan musuh menyamar sebagai anak TK.”Alva mengangguk mantap. “Aku siap. Aku sudah bawa alat pengalihan perhatian.”“Apa itu?” tanya Kai penasaran.Alva dengan bangga membuka kotak bekalnya dan menunjukkan… permen asam super keras.“Kalau musuh menyerang, aku suruh mereka makan ini. Mereka pasti sibuk nyari air minum dan lupa ngapa-ngapain.”Kai tertawa keras. “Strategi jenius! Layak dapat bintang emas dari intelijen pusat.”“Paman Kai…” Alva menatapnya serius. “Aku juga sudah hafal titik lemah manusia.”K

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Malam untuk Kita Berdua

    Rumah itu sunyi ketika mereka tiba. Cahaya lampu malam di lorong memantulkan bayangan lembut di dinding. Pengawal berjaga di sudut-sudut strategis, tapi di dalam rumah, suasananya terasa sangat tenang. Aman. Untuk sementara.Alva sudah tertidur pulas di kamar sebelah, dijaga Maya yang dengan sukarela tinggal malam itu. Elera sempat mengecek Alva sejenak sebelum Leon menggandengnya ke kamar utama.Begitu pintu tertutup, Elera memeluk Leon dari belakang—gerakan yang pelan namun penuh kerinduan. Tangannya membungkus pinggang pria itu, kepalanya bersandar di punggungnya.“Aku kangen kamu,” bisiknya lirih.Leon menoleh setengah. “Aku selalu di sini, Elera.”“Secara fisik, iya,” sahutnya sambil mencubit pelan. “Tapi kamu… akhir-akhir ini sibuk, terlalu dingin, terlalu penuh rahasia. Aku tahu itu bukan salahmu. Tapi malam ini… boleh kita lupakan semuanya sebentar?”Leon berbalik, menatap wanita yang kini tengah mengandung anak mereka. Mata itu… tetap sama seperti dulu—kuat, cerdas, dan penuh

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Kematian yang Tidak Terlupakan

    Basement rumah sakit kini sunyi. Bau darah, keringat, dan logam memenuhi udara. Di tengah ruangan, dua pria itu nyaris tak bisa dikenali—tubuh mereka penuh luka, wajah mereka bengkak dan ternoda oleh siksaan bertahap. Tapi mereka masih hidup. Masih bisa merintih. Dan itulah inti dari “penyelesaian” ala Dante.Dante berdiri tegak, sarung tangannya kini berlumur darah. Tangan kanannya memegang pisau kecil yang ia gunakan dengan sangat presisi—bukan untuk membunuh, tapi mencabik sedikit demi sedikit, sambil menjaga mereka tetap sadar."Napasku... sesak..." erang salah satu dari mereka.Kai mendekat, menyuntikkan sesuatu ke dalam pembuluh mereka. "Obat ini memperlambat metabolisme dan memperpanjang rasa sakit. Tapi jangan khawatir. Kau tidak akan pingsan. Kami pastikan kalian sadar sampai akhir.”Leon hanya bersandar pada dinding, menatap penuh diam. “Sudah berapa jam, Dante?”“Empat jam dua puluh tiga menit,” jawab Dante dengan tenang. “Satu dari mereka kehilangan kesadaran tiga kali. Ta

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status