Share

Memberikan Misi

"Tenang, Ia tidak berbahaya," ucap Arthur menghentikan Archie. Archie pun menurunkan pistolnya.

Livy bernafas lega merasa nyawanya baru saja terselamatkan. Semua orang disini sangat melindungi Arthur dan tidak segan-segan melayangkan nyawa orang lain demi lelaki itu.

"Pastikan kita tidak terlacak gara-gara handphone itu. Setelahnya, Kau tahu apa yang harus Kau lakukan untuk membungkam gadisku." Arthur berbicara dengan santai kepada Archie.

"Oke," gumam Archie kemudian keluar ruangan lagi sambil membawa pergi handphone Livy.

Kata terakhir yang disebutkan dalam ucapannya barusan, cukup membuat bingung Livy. Lelaki itu dengan entengnya berkata 'gadisku' pada dirinya.

"Aku tidak melakukan hal yang buruk kepadamu. Tetapi Kau menculikku dan menghancurkan barang-barang milikku," ucap Livy dengan suara yang membuat Arthur sedikit iba, tetapi hanya beberapa saat. Arthur kembali memasang wajah datar.

"Itu salahmu sendiri telah membantu lelaki buronan ku untuk kabur," jawab Arthur.

"Aku tidak tahu, aku hanya membantunya pergi ke Rumah Sakit. Kau harus mendengarkan sopirmu," tukas Livy kesal karena dituduh.

"Apa yang Kau inginkan dariku?" tanya Livy dengan nada marah.

"Kau ingin informasi tentang Fantazio? Aku hanya mahasiswa biasa, aku tidak memiliki akses ke informasi perusahaan besar seperti itu!"

Livy menghembuskan angin dengan nafas kasar. Ia sudah sangat frustasi dengan apa yang terjadi pada dirinya. Tidak disangka, Ia bisa terlibat dengan seorang mafia yang tengah mengincar perusahaan besar.

"Kau, diam di sini. Jangan berani kabur, jika Kau melangkah sedikit saja dari sini, nyawamu akan melayang," bisik Arthur ke telinga Livy kemudian beranjak pergi.

Terdengar suara kenop pintu yang berputar dan pintu pun terkunci dari luar. Livy menoleh ke kanan kiri, di sekitarnya hanya ada dinding yang warna catnya sudah memudar. Ruangan ini cukup luas namun juga menyeramkan, seperti tidak terawat. Sekitar lima belas menit kemudian, Arthur kembali dan kini membawa Bryan.

"Ini handphone barumu dan kunci motor yang juga baru. Semua tidak gratis untukmu," ucap Arthur mengambil handphone dari tangan Bryan dan menunjukkannya ke Livy.

"Tidak gratis, apa maksudmu?" tanya Livy kebingungan. Lelaki itu telah melenyapkan handphone dan motornya, dan kini membawakan penggantinya dengan tidak gratis. Bukankah itu sama saja bohong? Dengan kata lain, Arthur memaksanya untuk membayar.

"Ya, Kau harus bekerja di Fantazio. Aku sudah membuatkan berkas palsu untukmu," ujar Arthur menjelaskan.

"Bekerja?" Livy tidak percaya. Ia sama sekali tidak punya pengalaman, bagaimana mungkin Ia bisa melamar di Fantazio Fuel, perusahaan minyak ternama.

"Ya, Kau harus melamar kesana dan tidak perlu melanjutkan kuliahmu." Arthur mengangguk yakin.

"Tapi ...." Livy masih ragu.

"Percaya padaku, dengan semua berkas ini Kau pasti akan diterima," ujar Arthur mengangkat sebuah map yang berisi berbagai dokumen.

Bryan melepaskan ikatan di tangan Livy, Arthur membebaskan Livy dengan syarat Livy harus menuruti apa yang Arthur kehendaki. Betapa mengejutkannya karena handphone dan motor yang Livy terima, sama persis tipe dan merk dari sebelumnya.

"Semua kesepakatan kita selanjutnya ada di handphone itu. Sekarang pulanglah, Bryan akan mengantarmu sampai jalan yang bisa terbaca oleh maps," ujar Arthur.

Livy tidak berpikir panjang dan langsung keluar dari ruangan diikuti Bryan. Ia terlalu bahagia karena akhirnya bisa bebas dari seorang mafia.

Sesampainya di kontrakannya, Livy langsung membuka handphone-nya. Di sana sudah ada daftar kesepakatannya bersama Arthur. Lelaki itu telah mengetahui segala hal tentang Livy termasuk alamat rumah, keluarga, dan data kampusnya. Livy diminta untuk tidak menyebarkan info apapun tentang Arthur.

Keesokan paginya, Livy dijemput oleh Bryan di tempat kontrakannya. Bryan telah mengurus berkas di kampus supaya Livy tidak perlu melanjutkan kuliah.

"Apa itu berarti aku dropout?" tanya Livy dengan sedih.

"Dropout ataupun bukan, nyatanya sekarang Kau sudah punya ijazah," tanggap Bryan cuek.

Mereka menuju bandara, di sana beberapa anak buah Arthur yang lain sudah menunggu. Livy pergi menuju perusahaan Fantazio Fuel dengan pesawat pribadi milik Arthur. Segala fasilitas seperti apartemen, pakaian, dan mobil telah disediakan oleh Arthur.

"Tugasmu hanya bekerja sebagai resepsionis di sana. Kau pasti tahu itu bukan pekerjaan yang sulit," ujar Arthur seolah menenangkan Livy.

Livy tidak mengatakan apapun, di dalam hati sebenarnya Ia sangat resah. Ini adalah hal yang sangat asing baginya. Ia tidak tahu banyak tentang Arthur. Yang Ia tahu hanyalah Arthur bukan orang biasa dan Ia sangat berbahaya. Livy sudah mencoba beberapa kali mencari tahu tentang Arthur tetapi data lelaki itu tidak ada sama sekali di internet.

"Apartemen ini sudah siap Kau gunakan, Kau tidak perlu melakukan apapun jika Arthur tidak memberimu instruksi," ucap Bryan setibanya mereka di apartemen.

"Aku ingin tahu tentang Arthur," ucap Livy tidak menanggapi ucapan Bryan.

Livy menatap Bryan dan menunggu jawaban lelaki itu, namun sebaliknya Bryan hanya menghela nafas sembari menatap balik wajah Livy.

"Singkat, padat, dan jelas. Ketika Kau sudah berurusan dengan Arthur, hanya ada dua pilihan. Mati atau ikut dengannya," ucap Bryan dengan yakin, membuat Livy bergidik ngeri.

Livy menghembuskan nafas kasar, Ia sudah menyadari hal ini. Seandainya saja Ia tidak ingat akan keluarganya, mungkin Ia ingin mati saja daripada berurusan dengan Arthur. Saat ini saja Ia sudah kehilangan teman-temannya karena terpaksa berhenti kuliah demi mempertahankan nyawanya.

"Tenanglah, Nona. Tugasmu sangat mudah, mungkin Kau akan hidup enak di sini karena sepertinya Arthur menyukaimu," ujar Bryan membangunkan lamunan Livy.

Livy terkejut, Ia mengerutkan dahi dan menyipitkan pandangan ke arah Bryan.

"Apakah itu alasan Ia meminta Archie untuk tidak membunuhku?" Livy teringat saat anak buah Arthur mengacungkan mulut pistol ke kepalanya.

"Mungkin," tanggap Bryan singkat sambil mengangguk.

"Arthur tidak pernah membiarkan orang yang mengusik atau mengejeknya hidup baik-baik saja," lanjut Bryan.

Bryan mengambil remote dan memencet salah satu tombol hingga membuat dinding di sekitar mereka berganti tema. Ia menunjukkan bukti kepada Livy bahwa apartemen yang ditempatinya akan membuatnya merasa nyaman. Bryan juga menunjukkan denah digital 4D supaya Livy tidak nyasar di apartemen ini.

"Aku harus pergi sekarang," ucap Bryan setelah dirasa cukup.

Livy tidak mencegah lelaki itu pergi, Ia masih syok dengan apa yang tengah terjadi padanya begitu cepat. Kemarin pagi, Ia masih menjadi mahasiswa remaja yang bebas. Ia hanya disibukkan oleh mata kuliah juga organisasi. Kini, Ia adalah tawanan seorang mafia.

Handphone-nya berdering. Ibunya menelpon.

"Mama?!" pekik Livy. Ia ingin menangis, Ia rindu pada keluarganya sekaligus khawatir jika mereka diusik oleh Arthur.

"Livy? Mengapa Kau tidak bilang-bilang kalau Kau diterima magang di Fantazio Fuel?"

Di seberang sana, ibunya berteriak-teriak kegirangan seolah tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Memang tidak salah bahwa Arthur mengirimnya untuk magang. Lamarannya secara online ke Fantazio langsung diterima.

"Ma, tolong dengarkan aku," ucap Livy dengan suara sendu.

"Ah, Livy. Mama sekarang sedang menyiapkan pesta kecil-kecilan. Mama kasih tahu semua teman arisan Mama dan mereka semua akan datang ke sini," sahut ibunya tidak peduli.

"Pesta?" gumam Livy tidak percaya. Ia menjadi tawanan mafia dan dikirimkan untuk menjadi mata-mata ke Fantazio, bukan magang.

"Huh, bagaimana aku harus menjelaskannya?" geram Livy di dalam hati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status